Menyoal Mahkamah Mahasiswa

Kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Padjadjaran (BEM Kema Unpad) 2019 menuai polemik di akhir masa jabatannya. Tepatnya sekitar Agustus lalu, tiga orang pengurus BEM Kema Unpad yang sudah menjalani sidang akhir mengikuti studi banding ke beberapa universitas di Jawa Timur. Padahal, sidang akhir diartikan oleh Kema Unpad sebagai masa berakhirnya studi. Itu berarti berakhir juga status keanggotaan dalam kepengurusan BEM Kema Unpad.

Terkait hal ini, Ketua BEM Kema Unpad 2019, Imam Syahid, sudah memberikan klarifikasi. Dirinya menyebut ini memang sebuah kesalahan. Akan tetapi ada beberapa dalih yang ia nyatakan. Seperti yang ditulis dalam pemberitaan dJatinangor berjudul Polemik Aturan Keanggotaan di Penghujung Kepengurusan BEM Kema, Imam menyatakan ada bias aturan terkait status mahasiswa dalam Peraturan Dasar (Perdas) Kema Unpad.

Setelah polemik ini bergulir, Imam mengaku telah menemui Badan Pengawas Mahasiswa (BPM) dan Mahkamah Mahasiswa (MM) untuk mengusulkan pembahasan lebih lanjut terkait aturan-aturan yang masih bias. Sebab menurutnya, hal ini mudah disalahartikan dan bisa terulang di kemudian.

Namun, lain hal dengan BPM yang menyatakan polemik atau pelanggaran ini adalah kesalahan BEM. Keikutsertaan tiga anggota tersebut dinilai Sidhig, Ketua BPM Kema Unpad, sebagai penyalahgunaan wewenang. Sebab status keanggotaan akan luntur seketika pasca kelulusan. Dirinya mengacu pada putusan MM terkait status kemahasiswaan.

Mempertanyakan (kepada) Mahkamah Mahasiswa

Anggapan Imam tentang adanya bias peraturan dalam Perdas Kema tidak disetujui BPM. BPM menganggap pelanggaran yang terjadi kesalahan dari BEM Kema semata. Untuk itu polemik ini pun ditanyakan langsung kepada MM, yang diwakili oleh Hakim Ketua MM, Angela Silvana.

Angel, begitu ia biasa dipanggil, mengamini adanya bias dalam Perdas. Ia mengatakan pernyataan yang ditulis dalam Perdas membutuhkan penjelasan tambahan.

“Kalau di Perdas itu sendiri, memang definisinya kurang begitu bagus, ya. Jadi kalau di Perdas didefinisikan bahwa mahasiswa itu adalah mahasiswa yang menjadi peserta didik, di D3 maupun S1,” ucap Angel saat diwawancarai.

Karena definisi tersebut dianggap kurang jelas, MM pun sedikit mengubah dan menambahkan komponen dalam penafsirannya.

“Mahasiswa itu adalah peserta didik di D3 dan S1 yang belum menjalani sidang akhir,” jelas Angel. Komponen ‘menjalani sidang akhir’ ditambahkan dalam tafsir. Berdasarkan ini, maka bias yang dikatakan oleh Imam seharusnya tidak ada lagi.

Angel menekankan poin penafsiran, sebab Angel mengakui dalam kasus ini tidak ada tindakan atau proses hukum yang dijalankan oleh MM, pun dengan produk hukum yang dikeluarkan. Posisi MM adalah penafsir peraturan.  Penafsiran ini kemudian akan dibicarakan dengan BPM, hingga selanjutnya keluar teguran dan berakhir dengan surat keputusan.

Angel juga mengatakan kasus ini tidak dilaporkan secara prosedural kepada MM. Sehingga, MM tidak dapat menindaklanjuti kasus ini.

“Pada prinsipnya, hakim itu sifatnya pasif,” ucap Angel. Ia menambahkan, maksud pasif di sini ialah MM tidak bisa menyuruh atau bertindak sendiri dalam sebuah kasus.

Kesalahan ini pun sebetulnya sudah dipertanyakan BPM, akan tetapi saat tidak ada yang melapor, maka kasus tidak dapat dilanjutkan ke proses hukum berikutnya. “Kita bisa menganggap, saat Kema Unpad tidak melakukan pengaduan, mungkin Kema Unpad tidak merasa ada yang salah,” tambahnya.

Kami juga sempat menghubungi BPM terkait hal ini. Akan tetapi, hingga tulisan ini dibuat pihak BPM belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait aturan dan pengawasan mereka.

Posisi Lembaga Hukum Kema Unpad

MM melalui Angel berharap kasus-kasus seperti pelanggaran BEM bisa ditindaklanjuti oleh mereka. Mahasiswa pun bisa langsung membawa kasusnya tanpa harus membuatnya viral terlebih dahulu di media sosial seperti polemik keanggotaan BEM Agustus lalu.

Secara de jure, MM memiliki posisi yang kuat dan hal tersebut mengacu pada apa yang tertulis di Perdas. Namun, Angel mengatakan secara de facto, hingga saat ini MM belum mendapatkan SK pengangkatan dari rektorat. Alasannya, rektorat menganggap keberadaan MM tidak urgen untuk saat ini. BPM dan BEM dianggap sudah cukup untuk mengurus kemahasiswaan di Unpad.

Selain itu, Angel menyampaikan, hal lain yang menjadi kendala bagi MM adalah anggapan bahwa lembaga ini tidak independen. Mengingat sekretariat MM masih bergabung dengan BPM. Ini menyebabkan legitimasi yang minim bagi MM.

“Kami masih belum legitimated sehingga seringkali untuk masalah persuratan itu BPM yang mengurus,” cerita Angel.

Padahal, menurut Angel keberadaan MM penting bagi mahasiswa. Terutama untuk mengurus sengketa mahasiswa, seperti Pemilihan Raya Mahasiswa (Prama) Unpad.

“Untuk Kema Unpad sendiri menurut kami sebagai MM, urgensinya ada pada BPM sendiri tetap harus diawasi. Jadi kalau BEM itu bisa diawasi oleh BPM, BPM juga perlu diawasi, diawasi oleh siapa, lembaga yudikatif. Dalam artian Kema Unpad dapat melaporkan atau mengadukan tindakan yang dianggap bermasalah oleh BPM maupun BEM, secara kelembagaan maupun secara khusus kepada pejabat-pejabat yang ada di dalamnya,” jelas Angel.

Berdasarkan beberapa keterangan Hakim Ketua MM di atas ada sedikit gambaran bagaimana daya tawar dan posisi lembaga yudikatif Kema Unpad ini bekerja. Hingga tahun ketiga keberadaannya, MM yang seharusnya dapat mengawasi BPM masih bergantung pada lembaga pengawas tersebut. MM pun mengakui di tiga tahun keberadaannya, belum ada satu kasus pun yang diselesaikan hingga tuntas oleh lembaga yudikatif kampus tersebut.

Angel menganggap lembaga ini tetap harus ada dan segera mendapat legitimasi. Ia juga mengatakan Kema Unpad dapat membuat kerja MM lebih efektif dengan turut melaporkan berbagai kasus, polemik, hingga sengketa kemahasiswaan kepada MM. Ia berharap MM bisa memiliki posisi tawar yang kuat sebagaimana di kampus lain.

“Kami tentu bakal memperjuangkan status legitimasi dari MM itu sendiri tetapi selama memang rektorat masih kekeuh untuk tidak memberikan kami tempat yang layak sebagai suatu lembaga kemahasiswaan, kami akan terus ada untuk Kema Unpad walaupun kami tidak dianggap ada oleh rektorat,” pungkas Angel.

Meyta Yosta Greacelya Abaulu & Tamimah Ashilah

Editor: Ananda Putri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *