Ilustrasi: Antarafoto.com
Saya yakin kualitas seorang juru parkir ditentukan dari pelayanan yang diberikan,misalnya juru parkir yang selalu siaga memantau kendaraan kita dari maling atau sigap membantu saat kendaraan kita hendak keluar. Tetapi, selalu saja ada juru parkir yang menyebalkan dan itu yang bukan saya harapkan.
Beberapa tahun lalu, sebuah minimarket secara resmi dibuka di dekat rumah saya. Sebuah kalimat yang menarik perhatian rakyat jelata seperti saya terpampang dengan begitu jelasnya, “Parkir gratis untuk pengunjung”. Lalu kemudian hari, bacaan tersebut hilang ternodai bekas pilok oleh tangan-tangan liar seseorang. Saya kira itu hanyalah sebuah aksi vandalisme. Usut punya usut, hilangnya tulisan tersebut dibarengi oleh kedatangan tukang parkir lengkap dengan CV (Curriculum Vitae), kemudian diterima lamarannya oleh masyarakat dan memulai kerja dengan gaji dibawah UMR.
Meminjam pepatah “Datang tak diundang pulang tak diantar”. Yapss..Jelangkung aja kalah sama sosok juru parkir. Pasalnya, tanpa perlu diundang, ia udah ready aja tuh ‘tuk menarik motor kita dari belakang sambil bilang “teross.. terossss”. Lalu, sesudah diberi uang, Tak sampai se-menit juru parkir tersebut hilang dari peradaban. Padahal saya kira, manusia yang hilang begitu saja cuman ada di zaman orde baru, eh ternyata tidak.
Saking penasarannya sama pekerjaan juru parkir, lalu saya mencoba membuka diskusi dengan teman mengenai juru parkir macam ini. Dia pun menceritakan pengalaman dengan temannya ketika membayar parkir di sebuah minimarket daerah Yogyakarta. Teman saya dengan plat AB (Yogyakarta) dan temanya dengan plat B (Jakarta) mendapatkan sebuah diskriminasi dari seorang juru parkir dengan penagihan tarif parkir yang berbeda. Pasalnya, ketika teman saya membayar parkir dengan plat AB (Yogyakarta), ia diberi tarif senilai Rp 2.000 dan hal itu berlainan dengan teman lainnya yang malah dikenai tarif senilai Rp 5.000 karena memakai plat B (Jakarta). Kok bisa begitu yak?
Untuk menjauhkan miskonsepsi pada diskusi tersebut dengan menjelaskan aturan pajak parkir yang sebelumnya sudah saya baca.
“Eh, lo tau nggak sih”
“Nggak, kan belom dikasih tauuu….”
Kemudian saya lanjut menjelaskannya kepada teman saya. Bahwasanya juru parkir itu nggak punya legalitas untuk nagih kita. “Jatuhnya pungutan liar dong?”, Ya kembali lagi pada aturan pajak retribusi, dimana toko ritel seperti itu udah pasti bayar pajak parkir langsung ke pemerintah, kecuali kalau mereka punya kebijakan untuk nyerahin wewenang tuk membayar pajak yang seharusnya gratis (kan nggak akan nambah daya tarik juga semisal bisnis mereka dikenakan tarif parkir).
Ya logikanya gini deh, seorang juru parkir kalau udah beres markirin, sebagian uangnya bakal langsung dikirim ke pemerintah? Nggak tau kan? Sesungguhnya, hanya juru parkir dan Tuhannya yang tau.
Untuk sekarang, saya nggak terlalu memikirkan permasalahan legalitas, tarif, hingga diskriminasi dari juru parkir menyebalkan macam itu. Saya pikir-pikir nggak semua juru parkir seperti itu, jika memang mereka memberikan pelayanan yang bermanfaat untuk masyarakat sekitar, kenapa nggak?.
Masalahnya, ada saja juru parkir yang telah saya sebutkan sebelumnya, yaitu juru parkir yang menyerupai Jelangkung. Lantaran membuat saya mangkel, saya selalu memikirkan bagaimana caranya untuk nggak usah ngasih duit karena akan sia-sia saja jadinya.
Saya tahu, bukan cuman saya yang sering digentayangin juru parikir macam jelangkung. Maka dari itu, teman-teman yang budiman, ada baiknya saya memberikan beberapa cara untuk menghindar dari tukang parkir yang menyebalkan. Berikut caranya:
Satu: Berteman akrab dengan juru parkirnya
Kalian mesti mengorbankan separuh waktu kalian untuk sering main ke minimarket dan berkomunikasi dengan juru parkir layaknya seperti bapak sendiri. Jika sering berkomunikasi, ikatan kepercayaan dan kekeluargaan itu niscaya bisa datang dengan sendirinya. alhasil, Maka dijamin deh kalian udah nggak usah lagi memikirkan perihal bayar-membayar tarif parkir ketika pulang-pergi minimarket karena asas nggak enakan.
Dua: Ajak seseorang saat berbelanja
Merunut sepengalaman saya, cara ini memang kebilang ampuh. Sekadar mengajak seseorang, mau itu teman, kakek, ataupun mantan?. Dan pertama-tama, kalian mesti boncengan saat ke minimarket, lalu teman kalian suruh tunggu di depan agar terlihat seperti menjaga motornya, sehingga kalian nggak perlu lagi pakai jasa parkir.
“Kok gitu Sih?”
Karena definisi parkir ialah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.
Tiga: Kasih uang yang nominalnya besar banget
Kasih saja uang seratus ribu rupiah, bakal vertigo tuh otak si juru parkir!. Dari banyak kasus, dapat dianalisis bahwa juru parkir macam ini orangnya mageran alias nggak mau keliweran nyari pecahan uang. Eits, ini bukan sekadar penggiringan opini, karena ketika saya klarifikasi dengan menanyakan “kenapa nggak minta pecahan uang aja ke warung terdekat?” Ia menolak tawaran tersebut dengan alasan nggak mau ninggalin lahan parkirannya. Mungkin satu detik pun merupakan tanggung jawab terhadap motor-motor yg diparkirkan disitu, Respect!.
Empat: Berkata bohong yang sebenarnya jujur
Cara ini terbilang cukup bar-bar untuk dilakukan. Kalian cukup bilang ke juru parkir yang menyebalkan itu bahwa nanti akan dateng lagi, contohnya “Cuma ke atm bentar”, “Maap bang buru-buru soalnya kompor belum dimatiin, nanti kesini lagi deh”, “Eh suami saya ketinggalan, duitnya di dia soalnya”.
Walaupun terlihat seperti pendustaan, tetapi sebenaranya kita jujur kok karena kita memang akan datang lagi, tidak hari ini, tapi di lain waktu hehe.
Lima: Pura-pura nangis
Cara ini memang lebih bar-bar ketimbang cara sebelumnya. Pasalnya, kita dituntut untuk dapat berakting, di mana itu memerlukan momen yang pas dan ekspresi yang cukup memelas untuk melakukannya. Serius, jika ini berhasil karena rasa kasihan dari juru parkir, mending sesudahnya kalian ikut casting sinetron azab, pasti diterima deh. Tapi kalau nggak berhasil juga mungkin kalian harus coba yang lebih bar-bar, seperti kesurupan mungkin?
Untuk menyimpulkan keseluruhan. Saya selaku anak kosan yang menganggap uang senilai dua ribu rupiah pun sungguh berharga, menginginkan pelayanan yang benar dan jelas dari seorang juru parkir. Maka dari itu, saya mendesak Persatuan Juru Parkir se-Indonesia untuk membenahi individu individu yang menyebalkan tersebut. Ingat, kualitas kerjaan anda bisa dilihat dari dari apa yang anda kerjakan.
Fathur Rachman
Editor: Muhamad Arfan Septiawan