
Siang itu kendaraan lalu lalang dengan cepat menggilas jalanan yang baru dibasahi hujan. Lalu lalang kendaraan agaknya tak hirau dengan keberadaan sebuah gedung di kanan jalan. Gedung besar itu terlihat setengah jadi. Sebagian besar hanya berupa rangka dari baja dan beton. Dindingnya belum dicat. Kaca-kacanya masih penuh bercak seperti baru dibawa dari toko bangunan. Sekeliling kompleks gedung itu didominasi pagar dari seng. Dari luar, nampak tidak ada aktivitas di sana.
Ketika kami memasuki kompleks bangunan itu, makin terlihat betapa tak terurusnya gedung itu. Tanaman liar tumbuh dengan bebas di beberapa tempat. Bahkan, ada yang mencapai tinggi 1 meter lebih. Ada pula bagian dinding yang bocor dan meneteskan air hujan. Dua lantai terbawah bagian depan juga tampak belum dipasangi beton dan jendela.
Kala mengamati gedung dari luar, tiga sosok tertangkap mata sedang berkumpul di bagian kanan gedung. Kami pun masuk ke dalam gedung dan mendekati mereka. Mereka ternyata penjaga keamanan yang bekerja untuk Unpad.
Erwin, salah seorang penjaga keamanan yang terlihat paling disegani di antara ketiganya, menjawab berbagai pertanyaan kami. Ia menyebut, pembangunan gedung itu belum selesai karena Unpad tidak bisa membayar lunas perusahaan kontraktor. Akhirnya, pihak kontraktor pun meninggalkan lokasi itu. Mereka lalu ditugaskan menjaga berbagai bahan bangunan yang belum terpasang dan alat-alat milik perusahaan kontraktor selama dua puluh empat jam.
“(Kami) baru kerja (ditugaskan) tiga bulan (di sini),” ujarnya. “Orang-orang PP (PT Pengembangan Perumahan, Kontraktor-Red) udah lama pergi.”
Sebelumnya, mereka bertugas di kompleks Unpad kampus Jatinangor. Namun, mereka kemudian dipindahkan untuk bertugas di gedung itu. Mereka ditugaskan di sana hingga ada pihak kontraktor yang datang dan melanjutkan pekerjaan.
Setelah berbincang sebentar dengan para penjaga keamanan tadi, kami meminta izin untuk melihat-lihat bagian belakang gedung. Di bagian kanan, ada sebuah gardu listrik yang tampak baru selesai dikerjakan. Ada pula sebuah pos satpam dari kayu yang dikelilingi tanaman liar. Dilihat dari sana, lantai tiga gedung itu seperti bergeser dan tidak sejajar dengan lantai di bawahnya. Kami juga baru menyadari bahwa bagian belakang gedung sebagian besar belum dipasangi beton.
Tak berapa lama, penjaga keamanan tadi menghampiri kami. Rupanya ia menawari kami untuk melihat buku-buku berisi rancangan pembangunan gedung itu. Kami menyetujui hal itu. Lalu, ia mengajak kami ke bagian kiri gedung. Di sana ternyata ada sebuah ruangan berisi kasur dan pakaian. Di sekitar ruangan itu bahkan ada pula peralatan makan dan pakaian yang dijemur.Tampaknya itu kamar tempat mereka beristirahat dan menginap.
Sambil menunggu penjaga keamanan mencari buku berisi rancangan pembangunan gedung itu, kami melihat-lihat ke bagian atas gedung. Bagian atas gedung terlihat sama acak-acakannya dengan bagian bawah. Beton-beton yang rusak dan terbelah bertebaran. Sampah plastik, kertas, dan bungkus rokok tersebar hampir di seluruh penjuru tempat. Ada pula tumpukan rangka jendela yang belum sempat dipasang. Makin ke atas, terlihat ada bagian dari gedung itu yang belum selesai dikerjakan. Antara satu bagian gedung dengan bagian lainnya ada lubang yang memisahkan.
Setelah puas melihat-lihat, kami kembali turun. Di bawah, penjaga keamanan tadi langsung menunjukkan buku berisi rancangan pembangunan gedung. Ada tiga buku yang ia tunjukkan. Buku pertama berisi rekapitulasi bahan-bahan bangunan yang digunakan. Buku kedua berisi pedoman pengerjaan gedung. Buku ketiga berisi denah rancangan gedung itu.
Pada buku terakhir kami dapat melihat proyeksi penampakan gedung dari berbagai sisi lengkap dengan keterangan proyeksi penggunaannya. Bagian kanan setiap halaman buku itu mencantumkan keterangan perusahaan yang merancang gedung, nama Rektor Tri Hanggono Ahmad, Wakil Rektor II sebelumnya Rina Indiastuti, dan Direktur Perencanaan Agus Safari.
Dari buku itu, kami mencatat, gedung itu nantinya bakal diisi antara lain tiga ruang seminar, puluhan kamar inap, tiga ruang rapat, empat ruang kelas, satu auditorium, dan satu ruang pelatihan.
Berdasarkan keterangan Erwin dan teman-temannya, ada pula bagian gedung yang direncanakan akan digunakan untuk bank-bank yang bekerja sama dengan Unpad dan kini masih berkantor di dekat kawasan arboretum Unpad.
“Kemarin ada orang bank datang ngukur-ngukur,”
Melihat denah itu kami tidak menemukan ada rancangan penggunaan untuk bank di sana. Artinya, rancangan itu masih dapat berubah pula.
* * *
Sebelumnya, Kamis (30/3/2017) pagi kami berusaha menemui Direktur Sarana Prasarana Unpad, Irwan Ary Dharmawan, untuk menanyakan perihal pembangunan gedung yang belakangan diketahui bernama Gedung Pusat Komunitas Unggulan. Dia menyambut baik kehadiran kami meski belum ada janji terlebih dahulu. Berdasarkan keterangan stafnya, sedang tidak ada agenda rupanya dia ketika itu.
Irwan mengatakan di awal pertemuan, dia sebenarnya kurang mengetahui masalah pembangunan gedung itu. Pembangunan gedung itu sudah dimulai pada 2015, sedangkan dia baru menjabat November 2016. Namun, kami tetap coba bertanya, terutama mengenai kemungkinan lanjut tidaknya pembangunan gedung tersebut. Ketika ditanya mengenai hal itu, Irwan menjawab bahwa kelanjutan pembangunan gedung itu tergantung ada tidaknya dana dari pemerintah.
“Kalau dapat dana dari pemerintah. Kenapa kemarin tidak dilanjutkan? Kemarin kita tidak dilanjutkan karena kita tidak dapat dana dari pemerintah. Dana sarana prasarana itu nol dari pemerintah,” jawab Irwan.
“Pembangunan itu murni dari anggaran pemerintah (APBN). Jadi, bukan ngambil dari uang mahasiswa, ya. Kemarin kenapa sempat mangkrak, karena itu tadi (tidak ada dana dari pemerintah),” ujar Irwan. “Tahun ini masih belum ada kabar, cair atau tidak. Tapi kita sudah mengajukan.”
Setelah beberapa menit di ruangan Irwan, kami disarankan menemui Dida Herwanda, Staf Direktorat Kemahasiswaan dan Akademik Satuan Penjaminan Mutu. Dida Herwanda yang dimaksud ternyata merupakan penanggungjawab pembangunan gedung tersebut. Ketika menjadi penanggungjawab pembangunan gedung itu, dia merupakan Kepala Bagian Perlengkapan. Walau begitu, dia menuturkan, banyak hal yang sudah dia lupakan karena pembangunan itu dimulai dua tahun lalu.
“Saya sudah lupa. Sambil mengingat-ingat,” ujarnya sambil menunjuk dua buku yang dia taruh di atas meja. Kedua buku itu adalah dokumen resmi pembangunan Gedung Pusat Komunitas Unggulan itu. Di awal kami bertanya mengenai mengapa gedung itu masih belum selesai sepenuhnya.
“Sebetulnya itu sudah selesai 100%,” jawab Dida. “Begini, ini (pembangunan gedung itu) akan dibuat dalam dua tahap. Tahap satu sebenarnya sudah selesai. Jadi tahap satunya itu konstruksi, belum ke finishing,” jelas Dida.
Pernyataan Dida itu belakangan kami ketahui bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Namun, ketika kami hubungi lewat telepon untuk mengonfirmasi kembali perihal itu, Dida sama sekali tidak menjawab panggilan kami.
Mengenai pembangunan tahap kedua, Dida menyebut tahun lalu tidak ada anggaran untuk pembangunan sarana prasarana dari APBN. Padahal, direncanakan gedung itu sudah selesai secara keseluruhan pada 2016. Sayangnya hingga berita ini diterbitkan, pembangunan gedung itu terhenti.
Namun, kami masih penasaran. Berdasarkan Rencana Kegiatan/Anggaran Tahunan (RKAT) 2017 Unpad yang disahkan oleh Rapat Majelis Wali Amanat Unpad, ada dana Rp 5,3 Miliar dalam rencana pengeluaran Unpad untuk pembangunan Gedung Pusat Komunitas Unggulan itu. Rencana pengeluaran itu dicatat dalam anggaran Unpad yang pemasukannya tidak cuma berasal dari APBN. Ada dana, misalnya dari APBD, biaya kuliah mahasiswa, dan hibah. Maka, pembangunan gedung itu tidak murni dari APBN.
Ketika hal itu ditanyakan kepada Dida, dia akhirnya menjawab bahwa pembangunan tahap satu gedung itu sebenarnya molor dari kontrak yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sebabnya, ada warga yang menolak kebunnya digusur dan dibangun gedung itu. “Padahal, itu tanah Unpad,” kata Dida. Pihak Unpad akhirnya memberikan ganti rugi kepada mereka.
Karena penolakan itu, pembangunan gedung tersebut yang resmi dimulai 2 September 2015 tidak berjalan sesuai jadwal. Akhirnya, ketika tenggat waktu tanggal 30 Desember 2015 datang, gedung itu belum selesai sepenuhnya.
“Sisa pekerjaannya itu 14% dan kalau diuangkan itu adalah 5 miliar. Konstruksi itu harusnya selesai Desember 2015,“ jelas Dida.
Keterlambatan itu pun membawa masalah. Pergantian tahun berarti pergantian tahun anggaran. Anggaran yang sudah cair dan kemudian masih bersisa, harus dikembalikan. Karena pembangunan tahap satu masih belum selesai pada Desember 2015, maka sisa uang yang mencapai Rp 5 miliar harus dikembalikan. Di sisi lain, pembangunan terus berlanjut.
“Kalau berdasarkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) diberi kesempatan 90 hari kerja untuk menyelesaikan,” ujar Dida lagi.
Berdasarkan PMK itu, batas waktu pembangunan diperpanjang hingga 31 Maret 2016. Namun, setelah dana pembangunan dikembalikan kepada pemerintah, ternyata pada 2016, dana sarana prasarana tidak turun. Maka, tidak ada dana untuk membayar kontraktor yang akan menyelesaikan sisa pembangunan gedung.
“Pada saat anggaran gak ada, di sana (pembangunan gedung) ngambang. Kami tidak memperpanjang kontrak, tapi PP (PT Pengembangan Perumahan, kontraktor-Red) menyelesaikan terus pekerjaan. Akhirnya, Unpad jadi harus bayar (biaya sisa pembangunan),” papar Dida.
Setelah konsultasi ke berbagai pihak, maka diputuskan untuk membayar utang itu dengan anggaran Unpad sendiri. Mengenai kelanjutan pembangunan gedung tersebut, Dida mendengar kabar bahwa penyelesaian pembangunan akan dilakukan pada 2017. Walau belakangan, pembangunan gedung tak berlanjut sampai tahun berganti.
Pembangunan gedung lanjutan sendiri direncanakan tetap menggunakan dana dari APBN. Namun, saat ini masih ada ketidakjelasan mengenai akan turun tidaknya dana dari pemerintah pusat. Irwan mengatakan bahwa dia akan terus memperjuangkan agar dana untuk pembangunan gedung itu bisa cair dari pemerintah.
“Kita akan nego terus ke pemerintah. Kemarin ada pertemuan di Batam dan kita disuruh untuk menganggarkan kembali untuk, khususnya dana sarpras (sarana prasarana),” ujar Irwan.
Perkembangan terakhir, dana untuk pembangunan tersebut sudah masuk dalam rencana Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), namun, belum jelas kapan dana itu turun. “Konon didanai tahun 2018. Jika masuk tahun ini pun masuk kedalam RAPBN Perubahan,” ujar Irwan pada kesempatan berbeda, pada audiensi mengenai sarana prasarana Unpad (5/6/2017).
Hasil penelusuran di dunia maya, pembangunan gedung itu sebenarnya sudah dimulai pada 2014. Sebuah dokumen yang berisi daftar pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa menunjukkan sekitar Rp 3,8 miliar dikeluarkan untuk membeli bahan-bahan bangunan yang dicatat sebagai “Pembangunan Gedung Komunitas Unggulan Unpad Jatinangor” pada anggaran tahun 2014.
Kemudian, untuk konstruksi gedung yang dicatat sebagai “Pembangunan Gedung Komunitas Unggulan Unpad Jatinangor Tahap II”, dokumen itu menunjukkan Unpad menghabiskan dana sekitar Rp 37,9 miliar untuk perencanaaan, pengawasan, dan pembangunannya pada anggaran 2015.
Menurut RKAT 2017, alokasi dana untuk pembangunan sarana prasarana dari pemerintah pusat ada kemungkinan tidak akan kembali cair pada tahun tersebut. Oleh sebab itu, Unpad akan berusaha mencari dana dari masyarakat, kerja sama, atau APBD. Awalnya, Unpad diperkirakan akan membutuhkan dana sekitar Rp 41 miliar untuk pembangunan lanjutan dan pembelian furnitur gedung. Belakangan, Irwan menyebut dana yang dianggarkan “kurang lebih 22 miliar”.
Terlepas dari pendanaan, kapanpun pembangunan gedung tersebut akan berlanjut, kualitas gedung itu tidak akan benar-benar sama dengan apa yang direncanakan karena terlalu lama dibiarkan. Lalu, bagaimana selanjutnya? Kita lihat saja nanti.
(Ahmad Zuhhad/Novandy Fiardillah/Yuviniar Ekawati)
Editor : Nadhen Ivan