Komunitas SHINE yang digerakkan oleh mahasiswa UNPAD ialah komunitas baru yang memiliki misi mencerdaskan remaja di Bandung Raya, khususnya di daerah Jatinangor.
“Komunitas ini sebenarnya baru didirikan ketika saya masuk 2016 dengan nama awal TSP (Taman Siswa Project) chapter UNPAD. TSP ini sebenarnya ada di 3 kampus UI, ITB dan UNPAD. Namun TSP di UI dan ITB seperti mati suri sehingga kami memutuskan untuk memisahkan diri dan berdiri sendiri sebaga SHINEE” tutur Ketua Komunitas SHINE Zidna Qoulan Tsaqila kepada dJatinangor.
Komunitas yang resmi berubah nama menjadi SHINE pada Mei 2017 ini bergerak dalam bidang literasi yang beranggotakan anak sekolah tingkat menengah atas (SMA) yang berkeinginan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi namun terhalang biaya pendidikan dan keinginan orang tua.
Bentuk bantuan komunitas ini kepada siswa-siswi SMA ini ialah diberikannya kursus (bimble) gratis, dengan pengajar yang berasal dari mahasiswa UNPAD dan modul per-mata pelajaran yang akan diberikan setiap pertemuan belajar.
Walaupun tidak dipungut biaya apapun, namun siswa-siswi SMA ini harus memenuhi persyaratan. Salah satunya ialah keterbatasan finansial dengan membawa kartu tanda tidak mampu dari sekolah atau keterangan dari RT/RW di tempat mereka tinggal.
“Untuk biaya operasional komunitas ini sendiri, kami sebagai pengurus mencari dana dengan cara sponsorship, dengan cara membuat proposal. Ya, sistemnya sama seperti komunitas-komunitas lain yang ada di UNPAD” ucap Zidna.
Disela-sela mengajar sabtu kemarin, dJatinangor juga sempat mewawancarai beberapa siswa yang sedang mengikuti kursus gratis dari SHINE. Mereka adalah Riza (17) dan Agisni (17), keduanya adalah siswa SMA Negeri Tanjung Sari (SMAR). “Rasanya terbantu dengan adanya akang dan teteh dari SHINE, belajarnya juga rame-rame jadi gak cepet bosen” terang Riza yang tahun ini berencana mendaftar ke FISIP UNPAD. “Iya, disini pengajarnya baik-baik dan buat kami yang kurang mampu, bantuan dari akang dan teteh disini sangat kami tunggu. Soalnya kan, masuk kampus itu gak mudah, apalagi aku mau masuk FIB UNPAD”, ucap Agisni.
Ketika ditanya mengenai kendala yang dialami SHINE sebagai komunitas baru, Zidna menjawab kendala terbesarnya tidak hanya dari satu sisi. Contohnya, ada anak yang ingin mengikuti kursus gratis di SHINE dan memiliki semangat belajar tinggi tapi orang tuanya tidak mengizinkan melanjutkan ke perguruan tinggi. Atau sekolah-sekolah yang didatangi SHINE untuk bersosialisasi memandang remeh. Mereka pikir SHINE adalah lembaga kursus komersil yang tujuannya mencari uang.
“Agar komunitas ini dapat berkembang dengan baik, harus ada lima aspek yang kita perhatikan dan dijaga hubungannya. Yang pertama adalah siswa, yang kedua orang tua, yang ketiga sekolah, yang ke empat para pengajar SHINE dan yang kelima pemerintah” ujar Zidna.
Baginya, fakta miris yang ada saat ini ialah di Jatinangor saja terdapat empat perguruan tinggi negeri. Ada UNPAD, ITB, IPDN dan IKOPIN namun putra-putri daerah malah tidak berkesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Pada akhirnya, sebagai ketua komunitas SHINE Zidna berharap dengan adanya SHINE siswa-siswi SMA di sekitar bandung raya bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi tanpa terhalang apapun.
Sabrina Mulia/Rita Sugiarti
Editor : Nadhen Ivan
1 Comment