Isu krisis kepemimpinan Fikom yang telah bergulir sejak beberapa tahun lalu tak kunjung usai, bahkan hingga menjelang berakhirnya pelaksanaan Vote Fikom 2024. (Dok. Fikom Unpad)
dJatinangor.com – Masa pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Fikom Unpad dalam Vote Fikom 2024 telah memasuki hari terakhir sejak dimulai pada Minggu (19/1) lalu. Sayangnya, “pesta demokrasi” ini gagal menarik partisipasi mahasiswa Fikom itu sendiri, yang tergambar dari minimnya jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya.
Rangkaian agenda Vote Fikom, sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum bagi Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Fikom Unpad hampir selesai. Kini, Vote Fikom tengah berada pada puncak rangkaian, yaitu proses pemilihan langsung oleh Kema Fikom.
Usai drama absennya Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Kema Fikom pada satu tahun lalu, Vote Fikom tahun ini menyajikan drama persaingan pasangan calon tunggal melawan kotak kosong.
David Mei Setiyawan (Humas 2022) dan Fadhilah Az-Zahra (Jurnalistik 2022) menjadi pasangan calon semata wayang dan bersaing dengan kotak kosong dalam menggapai kursi kepemimpinan Fikom di tahun 2025.
Namun, tingkat partisipasi pemilih pada Vote Fikom yang terus menurun justru menjadi isu utama saat ini. Hingga hari terakhir masa pemilihan, jumlah mahasiswa yang telah menggunakan suaranya dirasa tak meyakinkan.
Berdasarkan pantauan dJatinangor pada Selasa (21/1) pukul 09.00 WIB, jumlah pemilih masih berada di angka 296 suara, dengan rincian 246 suara untuk paslon nomor urut 1 dan 50 suara untuk kotak kosong.
Terpuruknya Angka Partisipasi Mahasiswa
Merujuk data yang dirilis dalam “Statistik Mahasiswa Aktif SIAT Unpad”, Fikom Unpad menjadi fakultas dengan jumlah mahasiswa aktif terbesar keempat di kampus Padjadjaran.
Jumlah mahasiswa aktif tingkat sarjana dan diploma di Fakultas Ilmu Komunikasi pada akhir 2023 tercatat di angka 3.215 mahasiswa. Fikom membuntuti FISIP, FK, dan FEB sebagai fakultas tiga teratas pemilik jumlah mahasiswa aktif tertinggi.
Berdasarkan hitungan tersebut, maka persentase partisipasi pemilihan Vote Fikom yang hanya berjumlah 283 suara pada pagi hari terakhir, hanya berada di angka 9,2%.
Sebagai pembanding, Vote Fikom 2023 yang diselenggarakan satu tahun lalu memiliki angka partisipasi yang juga mandek di angka 22,9% dengan jumlah suara masuk sebanyak 807 suara.
Sementara, pemilihan dua tahun yang lalu, Vote Fikom 2022 hanya dilakukan dengan mekanisme tertutup melalui sidang BPM bersama perwakilan Himpunan Mahasiswa dan UKM.
Angka paritisipasi di Fikom, bagaikan cerminan pesta demokrasi di tingkat yang lebih tinggi, yaitu pemilihan Ketua BEM Kema Unpad yang hanya mampu meraih perolehan suara masuk sejumlah 5,2% pada tahun 2022 dan 13,3% pada tahun 2023 lalu.
Isu Krisis Kepemimpinan Tak Kunjung Usai?
Menyongsong tahun 2025, isu krisis kepemimpinan di Fikom Unpad sejatinya bukanlah barang baru. Rekam jejak buram penyelenggaraan Vote Fikom yang hampir tiap tahun terlambat karena absennya calon pemimpin telah menjadi peristiwa yang berulang.
Pada 2021, pasangan Alwin Jalliyani dan Rizki Syamsudin terpilih menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM Kema Fikom Unpad melalui jalur sidang istimewa yang diselenggarakan sebanyak dua kali. Mekanisme sidang digunakan sebagai pengganti pemilihan umum akibat tak adanya calon yang mendaftarkan diri selama masa registrasi Vote Fikom 2021.
Peristiwa serupa kembali terjadi pada tahun berikutnya, yaitu Vote Fikom 2022 yang kembali gagal menemukan pasangan calon di masa registrasinya. Akhirnya, musyawarah mahasiswa (musyma) pun digelar sebagai mekanisme untuk mencari calon-calon yang potensial dan diunggulkan.
Musyma tersebut pun harus digelar berulang kali, sebelum akhirnya berhasil melahirkan dua pasangan calon untuk berkontestasi, yaitu Syifa Fauziyah-Nisrina Firdaus dan Christopher Chow-Amiira Mazaya.
Satu tahun berikutnya, masalah justru datang dari kekosongan kepengurusan BPM Fikom Unpad. Absennya BPM pun akhirnya turut berimbas pada sulitnya pembentukan kepanitiaan Vote Fikom 2023, yang seharusnya menginduk kepada BPM.
Akhirnya, Vote Fikom 2023 harus digelar melalui tangan-tangan tim ad hoc yang berasal dari pimpinan Himpunan Mahasiswa se-Fikom.
Pembentukan kembali BPM pada tahun 2024 seolah memberi harapan terhadap regenerasi pemimpin di Fikom Unpad. Namun, Vote Fikom 2024 justru hanya diramaikan oleh pasangan calon tunggal, lengkap dengan angka partisipasi yang terus menurun.
Mempertanyakan Keterwakilan Mahasiswa
Pakar hukum sekaligus Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti dalam sebuah diskusi pernah menyatakan bahwa partisipasi publik yang seluas-luasnya adalah salah satu indikator berhasilnya proses tata kelola pemerintahan.
Tak terkecuali, dalam proses pemilihan para pemimpin rakyat itu sendiri. Angka partisipasi yang tinggi dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa pemimpin yang terpilih nantinya dapat melakukan kerja-kerja pemerintahan, hingga kerja legislasi yang dapat benar-benar mewakili kebutuhan rakyatnya.
Sementara, lebih jauh lagi, gagasan milik pakar perpolitikan, Joko J. Prihatmoko yang dalam bukunya merujuk konsep demokrasi ideal milik Robert A. Dahl juga meyakini hal serupa. Joko menegaskan bahwa dalam proses demokrasi politik yang ideal wajib disertai oleh beberapa aspek, yang mana salah satunya adalah partisipasi publik yang akuntabel.
Realitas politik dalam sebuah negara juga seharusnya menjadi refleksi dan cerminan bagi demokrasi di dalam kampus, yang diterapkan melalui konsep student government.
Rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa Fikom pada akhirnya dapat melahirkan keraguan baru atas calon pemimpin yang akan terpilih. Pasalnya, minimnya jumlah suara yang masuk menjadi sinyal tak adanya keterwakilan yang cukup bagi seluruh mahasiswa dalam memilih Ketua BEM Kema Fikom Unpad.
Di sisi lain, kesadaran mahasiswa Fikom Unpad akan hak politik dalam memilih pemimpin di fakultas juga menjadi tanda tanya besar. Perbandingan antara mahasiswa yang menggunakan hak pilihnya dengan yang memutuskan untuk golput memiliki perbedaan yang sangat jauh.
Krisis kepemimpinan yang berkelanjutan pun akhirnya turut dikatalisasi oleh apatisme dan diamnya mahasiswa dalam proses demokrasi. Lantas, apakah iklim demokrasi di Fikom Unpad memang perlahan kian melemah dan mati?
(Redaksi)