Unpad Menuju Transformasi Digital: Lahirnya Berbagai Kebijakan Baru dan Tanggapan Mahasiswa

Tampilan hasil tangkapan layar dari laman Portal Student V2. (website Portal Student Unpad)

dJatinangor.com – Menghadapi era digital yang semakin kompleks, Universitas Padjadjaran (Unpad) mengeluarkan beberapa keputusan dan berupaya menghadirkan layanan digital yang lebih baik. Lahirnya students portal v2 dan diwajibkannya penggantian password, merupakan contoh nyata dari upaya transformasi digital ini.

Namun, sayangnya, upaya perubahan ini tidak berjalan mulus, ada berbagai tantangan dan hambatan yang dialami, terutama yang dirasakan langsung oleh mahasiswa.

Sekilas Tentang Perjalanan Sistem Digital Unpad

Pada awalnya sistem digital di Unpad tergantung pada bentuk Organisasi Tata Kelola (OTK) yang diterapkan oleh rektor dan diganti-ganti sesuai tujuan rektor yang menjabat. 

Adapun luarannya, mulanya dari Padjadjaran Academic Information System (PACIS) sebagai pemenuhan kebutuhan informasi akademik bagi mahasiswa. Selanjutnya, mulai dikenal Sistem Informasi Akademik Terpadu (SIAT) yang lebih kompleks dan komprehensif dalam menjawab kebutuhan informasi civitas akademik.

“Nah, dari SIAT ini layanan harus sampai ke mahasiswa, mulailah muncul ada Portal, istilahnya untuk self service-nya mahasiswa,” ucap Yoseph Ismail, Koordinator Rekayasa Perangkat Lunak, Direktorat Perencanaan dan Sistem Informasi (DPSI) Unpad saat diwawancarai pada Kamis, (17/10) siang. 

Portal Unpad yang lahir sejak 2012 silam secara garis besar terbagi dua, yaitu portal student dan portal staff. Portal student berguna bagi pemenuhan berbagai kebutuhan mahasiswa, seperti informasi akademik, mengisi Kartu Rencana Studi (KRS)–yang sebelumnya harus manual dengan mendatangi pihak prodi, perbaikan KRS (PKRS) dan lainnya. Adapun portal staff ditujukan untuk pemenuhan informasi bagi dosen dan tenaga kependidikan (Tendik).

Sistem SIAT pun terus mengalami perbaikan. Dari awalnya Sistem Informasi Akademik Terpadu menjadi Sistem Informasi Administrasi Terpadu, tak hanya berpusat pada kebutuhan akademik tetapi juga meliputi kebutuhan administrasi lainnya. 

“Sistem mulai ekspan, disini mulai bergerak tidak akademik saja, tetapi mulai dari tata kelola, kemudian ada support untuk sistem informasi office-nya, kemudian masuk kepegawaiannya, masuk ke keuangannya, dan akhirnya nama SIAT berubah,” jelas Yoseph.

Sistem SIAT versi ini pun telah ada sejak 12 tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu, Unpad menilai teknologi telah mengalami kemajuan. Namun, kemajuan teknologi tersebut sulit untuk diadaptasikan sebab framework teknologi yang digunakan sudah tertinggal, sehingga ada kesulitan untuk mengembangkan sistem digital di Unpad. Framework atau kerangka dasar teknologi yang digunakan masih sama dengan framework yang digunakan 12 tahun yang lalu. 

Lebih lanjut, adanya covid-19 yang memaksa adanya pembelajaran via daring dan melahirkan kebutuhan-kebutuhan baru dalam sistem digitalnya. Maka, hal-hal di atas mendorong adanya kebutuhan mendesak Unpad untuk mengembangkan sistem digitalnya.

Menjawab persoalan tersebut, akhirnya Unpad mulai mengganti dan merintis sistem digital dengan framework teknologi yang terbaru pada tahun 2022. Salah satu bukti nyatanya adalah hadirnya Portal Student Versi 2 atau V2.

Portal Student V2 dan Kewajiban Mengganti Password

Pengembangan sistem digital yang dicanangkan pun melahirkan beberapa aspek kebaruan. Dua diantaranya adalah kehadiran Portal Student V2 dan kewajiban mengganti password pada akun PAuS (Padjadjaran Authentication System).

Portal Student V2 ini hadir sebagai pengembangan kualitas sistem yang lebih baik, meningkatkan performa dari versi sebelumnya, perubahan pada interface atau tampilan antarmukanya serta adanya sistem microservice

Sistem microservice ini hadir sebagai jawaban atas persoalan terkait peningkatan jumlah pengguna dan konsumsi data yang semakin besar. Maka solusi yang dilahirkan adalah dengan membagi-bagi pengaksesan data menjadi service-service kecil atau istilahnya microservice. Jadi dengan ini, tidak lagi membaca data langsung dari database, melainkan melalui layanan-layanan kecil yang terpisah. Hal ini dilakukan untuk menghindari beban berlebih pada sistem saat banyak pengguna mengakses data secara bersamaan. Misalnya, sebelumnya biasa terjadi ketika input nilai oleh dosen atau saat mahasiswa mengisi KRS.

“Jadi tidak dalam satu permintaan, satu jalur, tapi jalurnya dicabang-cabangkan seperti itu. Tapi ngambil datanya sama. Jadi ini ada disebutnya micro-service,” pungkas Yoseph.

Selanjutnya terkait kewajiban mengganti password akun PAuS bagi semua Dosen, Tendik, dan mahasiswa. Okki Mahendra, Kepala Pusat Teknologi dan Sistem Informasi Unpad menjelaskan, penggantian password secara rutin sudah menjadi aturan baku dalam konteks layanan berbasis digital sebagai antisipasi keamanan. Sosialisasi terkait penggantian password ini juga telah dilakukan sebelumnya sebagai anjuran kepada civitas akademik. Namun, masih banyak yang tidak terlalu peduli akan hal tersebut, akhirnya perlu ada kebijakan yang mewajibkan hal tersebut.

“Akhirnya kita memandang sepertinya perlu gerakan masif dari kita agar semua orang terpaksa mengubah password-nya demi keamanan bersama, karena kan ketika akses ke satu sistem kita, bisa jadi kan sebetulnya membuka peluang keamanan untuk sistem kita yang lain. Jadi kepemilikan akun oleh pribadi itu sebetulnya sangat berdampak kepada keamanan Unpad secara keseluruhan,” terang Okki kepada djatinangor.com pada Kamis, (17/10) lalu.

Kewajiban mengganti password ini baru diberlakukan sebab perlu adaptasi sebelumnya, terutama bagi para pekerja Unpad yang telah lama bekerja atau generasi milenial dan generasi sebelumnya. Sehingga, pemberlakuan anjuran keamanan ini pun baru dilakukan baru-baru ini setelah para pekerja Unpad terbiasa bekerja menggunakan komputer dan sistem digital.

“Nah, dalam istilahnya, mengimplementasikan sistem itu ada namanya manajemen perubahan, (atau) change management. Karena kalau misalnya kita paksa pengguna untuk langsung dengan aturan yang ketat segala rupa, pengguna, pekerja kita itu tidak akan nyaman menggunakan sistem, malah akan ditinggalkan. Dan pasti akan (ada) resisten yang tinggi,” ucap Yoseph.

Selain itu, kebijakan untuk mewajibkan penggantian password ini juga dinilai lahir pada momentum yang tepat, termasuk kaitannya dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). UU PDP resmi berlaku penuh pada 17 Oktober 2024.

“Saya sih berhubungan dengan itu, UU PDP karena orang aware gak sih sama undang-undang itu. Ya, kita coba untuk mengingatkan mereka bahwa ini udah ada undang-undang PDP nih, kita bantu, ya, untuk user-password-nya harus diganti nih,” tambah Rafly Chalil, Koordinator Layanan Teknologi Informasi, DPSI Unpad pada Kamis, (17/10) lalu.

Menilik Pengembangan Cybersecurity Unpad

Sebelumnya, laman SIAT pernah mengalami gangguan disusupi oleh situs judi online. Hal ini memantik berbagai kritik dari mahasiswa terkait keamanan siber di Unpad. Setelah kejadian tersebut pun Unpad telah mengambil langkah signifikan dalam meningkatkan keamanan sibernya. Perubahan framework dan penerapan teknologi terbaru menjadi kunci utama.

Yoseph menjelaskan kini sistem baru yang diterapkan menggunakan teknologi token ganda dan sistem monitoring yang lebih canggih. Sistem ini memungkinkan identifikasi dan perbaikan masalah secara real-time

“Ada token dari PAuS, kita juga membangun sistem out sendiri, jadi ada double token sehingga hacker tuh harus melakukan teknik yang lebih rumit untuk bisa masuk ke situ (sistem Unpad),” kata Yoseph. 

Lebih lanjut, meskipun Unpad telah menerapkan framework teknologi baru dalam sistem SIAT dan PACIS, tetapi jika terkait keamanan, maka harus memperhitungkan semua website dalam sistem Unpad secara keseluruhan. 

Okki menjelaskan salah satu hal yang cukup krusial adalah terkait website yang digunakan oleh civitas akademik, seperti oleh mahasiswa dan pihak fakultas. Beberapa kegiatan mahasiswa, seperti UKM ada yang memakai domain unpad.ac.id. Begitu juga dengan website-website yang dikelola oleh pihak dekanat di tiap-tiap fakultas. Hal ini menjadi krusial sebab gangguan dari luar rentan masuk dari website-website tersebut. 

Sehingga dalam beberapa waktu terakhir pihak DPSI Unpad telah melakukan edukasi ke berbagai fakultas. 

“Jadi sudah dari 2 bulan terakhir ini kita roadshow ke fakultas, ke pengelola website untuk memastikan lagi koordinasi dengan kita (DPSI), terutamanya dalam standar-standar, seperti plugin harus yang berbayar, jangan yang gratisan,” jelas Okki.

Selain itu, dalam konteks sistem digital Unpad secara keseluruhan, Unpad telah menerapkan setidaknya tiga hal. Pertama, menambah perangkat firewall. Kedua, menerapkan firewall layer 4. Ketiga, menambah application firewall layer 7.

Lalu, keamanan sistem Unpad pun dapat terganggu jika ada file bervirus yang diunggah ke sistem Unpad. Maka, saat ini ada proses penyeleksian file-file yang akan diunggah ke sistem Unpad, sehingga tidak semua jenis file bisa diunggah. Ditambah, kini server digital asset atau file-file digital Unpad dibatasi aksesnya. File-file tersebut hanya bisa diakses di area sekitar Unpad saja.

“karena kita batasi server-server asset kita, digital file kita itu harus hanya (diakses) di internal Unpad,” ucap Yoseph.

Jadi, secara garis besar Unpad telah melakukan pengembangan sistem aplikasi dari luar dan dalam sistem. Dari dalam sistem adalah adanya tambahan firewall dan dari luar adalah dengan diberlakukannya berbagai kebijakan yang berhubungan dengan pengguna, seperti penggantian password secara berkala. Selain itu, dari sisi pengguna juga ke depannya semua akses ke sistem Unpad akan single sign-on lewat PAuS. Pun pihak-pihak yang menggunakan domain Unpad akan diberlakukan berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP) secara lebih ketat. 

“Hal yang berbanding terbalik dengan kenyamanan adalah keamanan. Tapi kesananya adalah rasa aman yang kita beli,” tegas Yoseph.

“Keamanan sistem ini bukan (hanya) tanggung jawab kami sendiri ya, sebenarnya ini tanggung jawab kita bersama, Jadi makanya tadi, teman-teman mahasiswa jangan menganggap bahwa kewajiban perubahan password itu adalah sebagai beban, tapi sebagai partisipasi mahasiswa untuk sama-sama menjaga keamanan sistem kita sama-sama” tambah Okki.

Tantangan dan Tanggapan Mahasiswa

Proses transformasi digital yang dilakukan oleh Unpad pun tidak terlepas dari tantangan dan berbagai kekurangan. Beberapa mahasiswa turut mengeluhkan terkait adanya berbagai perubahan ini.

Beberapa keluhan disampaikan lewat media sosial, khususnya di X. Keluhan ini bermunculan dari cuitan akun menfess @DrafAnakUnpad pada media sosial X. Ada dua keluhan utama, yakni akses terhadap Tugas Akhir (TA) pada fitur repository dan terkait mengisi presensi.

Beberapa mahasiswa mengeluhkan bahwa pada Pacis V2 tidak bisa mengakses TA sepenuhnya, hingga bab 5. Padahal sebelumnya, ketika Pacis V2 baru dikeluarkan, TA bisa diakses full. Ada cuitan yang menyatakan bahwa tersedianya TA versi full dinilai sangat berguna bagi mahasiswa.

Tangkapan layar salah satu isi cuitan akun menfess @DrafAnakUnpad di media sosial X terkait keluhan Pacis V2 yang tidak ada bab 4 dan 5, pada Kamis (26/9) lalu/sumber: media sosial X @DraftAnakUnpad.

Terkait hal tersebut, pihak Unpad menanggapi bahwa pembatasan TA adalah karena menghindari adanya plagiarisme dan menyesuaikan dengan aturan akademik yang ada. Adapun aturan akademik yang berkaitan itu diatur oleh bidang Direktorat Pendidikan (Dirdik), bukan oleh DPSI.

“Nah, itu juga harus disadari bahwa itu bukan keinginan tim DPSI untuk melaksanakan. … Karena itu adalah aturan akademik baik dari sisi universitas, maupun fakultas atau prodi. Jadi, sistem ini juga tidak semata-mata kita sendiri yang bikin pemikiran seperti itu,” ujar Rafly Chalil.

Selain itu, ada juga keluhan terkait mengisi presensi pada Pacis V2. Ada mahasiswa yang masih kebingungan ketika mengisi presensi.

Tangkapan layar salah satu isi cuitan akun menfess @DrafAnakUnpad di media sosial X terkait keluhan mengisi presensi pada Pacis V2, Sabtu (14/10) lalu/sumber: media sosial X @DraftAnakUnpad.

Selain di sosial media, kami juga menemukan berbagai keluhan lewat wawancara dengan beberapa mahasiswa.

Bajra, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) merasakan kendala saat hendak menggunakan pacis V2, terutama pada saat mengisi presensi. 

“Biasanya di waktu login, suka logout sendiri yang bikin repot tiap mau absen. Terus di absensi matkulnya, sering tidak ada tombol “konfirmasi kehadiran” atau absen di hari itu. Sekarang juga lagi terkendala sama pop-up survey, yang padahal 3 bulan lalu udah diisi, tapi tetep muncul dan gak bisa diapa-apain padahal di halaman survey akun aku udah terlampir mengerjakan” jelas Bajra saat diwawancarai pada Senin, (28/10) malam.

Bajra juga menceritakan usahanya dalam melakukan absen. Menurut pengalamannya, ia harus melakukan usaha ekstra dengan mengandalkan fitur ad blocker yang hanya dapat diakses menggunakan laptop agar pop-up survey tersebut dapat hilang.

Sementara, Nabila, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Rafaza, mahasiswa Sekolah Vokasi (SV) mengatakan mereka lebih menyukai pacis V1 dibandingkan V2 dari segi kemudahan penggunaannya. Menurut mereka, proses presensi di pacis V2 dipersulit dengan tombol konfirmasi kehadiran yang semula tidak ada menyebabkan waktu yang dibutuhkan dalam mengisi presensi bertambah.

“Jadi kalo di V1 tinggal klik bintang dan tulis komentar selesai, tapi V2 itu ada tombol perbaharui absen, jika tidak ada tidak bisa mengisi absensi (presensi), dan harus lapor ke pihak dosen yang berwenang” jelas Rafaza saat diwawancarai pada Senin, (28/10) malam.

Selain itu, mereka juga sering mendapatkan kendala saat mengirimkan absensi dimana tidak jarang konfirmasi kehadiran  tidak ter-submit sehingga menyebabkan keterangan tidak hadir dalam presensi mereka.

“Temen aku banyak yang udah absen tapi diliat lagi ternyata belum, jadi ga ke submit” jelas Nabila saat diwawancarai pada Senin, (28/10) malam.

Kemudian mengenai sistem keamanan PAuS yang menjadi kunci pintu masuk pacis dan pintas. Pada masa perubahan kata sandi akun PAuS sebagian mahasiswa mengaku tidak masalah namun ada yang merasa tidak nyaman karena hal tersebut terjadi secara tiba-tiba dan juga menyebabkan mereka harus beradaptasi pada password yang baru.

“Sebenernya rada (agak) ga nyaman soalnya udah biasa pake password yg dulu. Jadi udah terbiasa yang dulu harus ngebiasain yg baru lagi gitu” jelas Nabila

Seluruh keluh-kesah mahasiswa kemudian memunculkan harapan. Mereka berharap fitur notifikasi pengingat absen dipasangkan pada pacis v2. Hal ini akan membantu mahasiswa agar tidak lupa lagi untuk mengisi absen. 

Sebagai ide yang dapat menjadi masukan untuk pacis, Virgina atau biasa dipanggil Vee, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) mengatakan bahwa ia menginginkan fitur notifikasi pengingat untuk melakukan absen ada di pacis. 

“Sebenarnya, jujur ada salah satu fitur pacis yang aku tuh pengen banget ada gitu yang sangat disayangkan karena tidak ada, notification Ini kayak ibaratnya reminder gitu lah” jelas Vee saat diwawancarai pada Selasa, (15/10) siang.

Terkait fitur tersebut, Yoseph mengatakan bahwa ke depan ada rencana untuk menerapkannya pada mobile student. Pun fitur-fitur lainnya akan menyusul dan diterapkan secara bertahap.

Sebagai penutup, pihak DPSI Unpad pun menyampaikan permintaan maaf jika dalam proses transisi ini ada ketidaknyamanan. Mereka pun terbuka atas saran dan kritik yang bisa disampaikan via Unit Layanan Terpadu (ULT) maupun layanan support lainnya. 

Mereka berharap ke depannya akan mengembangkan sistem layanan digital untuk memenuhi kebutuhan civitas akademik Unpad. Pun pengembangan teknologi secara umum yang dapat beradaptasi dengan dunia pendidikan secara nasional maupun internasional.

Penulis: Yoga Firman, Pri Manda
Editor: Ridho Danu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *