Wanggi Hoed berteatrika di dalam keranda merah bermakna menolak ancaman kebebasan pers, saat melakukan aksi penolakan RUU Penyiaran pada Selasa, 28 Mei 2024. (dJatinangor/Fatihah Nuritsani)
dJatinangor.com — Sekelompok Jurnalis Bandung melakukan aksi unjuk rasa untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat pada Selasa (28/5) siang lalu. Aksi bertajuk “Seruan Aksi Tolak RUU Penyiaran” ini diikuti oleh para Jurnalis dan Pers Mahasiswa di Bandung Raya.
Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Fauzan Sazli menjelaskan aksi ini merupakan penolakan Revisi UU Penyiaran yang dinilai membahayakan demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
“Revisi RUU Penyiaran ini membungkam kerja-kerja (jurnalis) atau kemerdekaan pers, dan kebebasan berekspresi yang berbahaya sekali bagi demokrasi di Indonesia,” jelas Fauzan.
Berdasarkan pantauan dJatinangor.com, massa aksi mulai meramaikan Gedung DPRD Jawa Barat sejak pukul 10.00 WIB. Berbagai asosiasi jurnalis yang tergabung dalam massa aksi tersebut diantaranya AJI Bandung, PFI Bandung, IJTI Jabar, WFB, FSWB, dan Pers Mahasiswa Bandung Raya.
Terdapat enam pokok tuntutan dalam aksi Tolak RUU Penyiaran tersebut
- Menolak RUU Penyiaran karena dalam proses pembahasannya tidak melibatkan publik (pihak-pihak terkait),
- Menolak kewenangan sengketa karya jurnalistik pada RUU Penyiaran Pasal 42 ayat 2 dilakukan oleh KPI, sebelumnya dilakukan oleh Dewan Pers. Sehingga berpotensi terjadi tumpang tindih hukum,
- Menolak RUU Penyiaran Pasal 56 ayat 2, salah satunya melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,
- Upaya memasukan UU ITE, salah satunya perihal Pencemaran Nama Baik,
- Pembatasan kreasi Konten Kreator secara keseluruhan,
- Mendorong DPRD Jawa Barat untuk menyampaikan aspirasi serta menindaklanjuti aspirasi Tolak ke DPR RI.
Para Jurnalis mengawali aksi dengan menggantungkan Kartu Pers pada keranda merah sebagai simbol matinya kebebasan pers apabila RUU Penyiaran disahkan. Beberapa pertunjukkan aksi teatrikal juga digelar di dalam keranda merah tersebut yang menyampaikan pesan penolakan atas ancaman kebebasan pers.
Satu per satu perwakilan serikat jurnalis pun terlihat melantangkan orasi menuntut RUU Penyiaran. Orasi dan seruan yang meneriakkan “Tolak RUU Penyiaran!!!” terus dilantangkan dengan harapan mendapat tanggapan dari Komisi I DPRD Jawa Barat sebagai jembatan aspirasi ke DPR RI.
Setelah kurang lebih satu jam berlangsungnya aksi, aparat pengaman Gedung DPRD Jawa Barat mengizinkan perwakilan Solidaritas Jurnalis Bandung untuk menemui Komisi I. Sayangnya audiensi tidak dilakukan langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Jawa Barat, melainkan diwakilkan oleh Iman Maulana selaku Kepala Sub Bagian Aspirasi.
Setelah audiensi yang berlangsung selama kurang lebih 20 menit, Iman berjanji untuk menyampaikan aspirasi tersebut kepada DPR RI. Setelahnya, Fauzan kembali berorasi dan memberikan ancaman kepada anggota DPR RI jika RUU Penyiaran disahkan menjadi Undang-undang.
“Jika draft ini dilanjutkan menjadi UU maka kami akan memboikot DPR dan menolak untuk melakukan liputan di DPR RI karena mereka telah mencoba membungkam kerja jurnalisme berkualitas,” tegas Fauzan.
Massa aksi terus menggaungkan “Boikot DPR!” “Tolak RUU Penyiaran” dengan lantang. Hingga sekitar pukul 12.00 para massa aksi mulai membubarkan diri dari Gedung DPRD Jawa Barat.
Sebelumnya, dalam sebuah acara bertajuk ‘Talkshow Dewan Pers Sambang Kampus’ di Fikom Unpad pada Jumat (17/5) lalu, Dr. Ninik Rahayu selaku Ketua Dewan Pers menyampaikan bahwa standing point Dewan Pers dalam kasus ini adalah menolak dengan tegas RUU Penyiaran dan mendorong DPR RI agar tidak mengesahkan rancangan tersebut menjadi Undang-undang.
“Kami terus mengawal substansi dengan berbagai UU yang sudah menjadi komitmen negara ini karena produk perundang-undangan bukan hanya tanggung jawab pembuat UU, tetapi tanggung jawab pada rakyat,” ucap Ninik kepada dJatinangor.com.
Penulis: Fatihah Nuritsani
Editor: Ridho Danu