Kisruh KIP-K Unpad, Rektorat Sebut Bukan Penyalahgunaan

Ilustrasi pendidikan tinggi. (Freepik)

dJatinangor.com — Jagat media sosial X tengah diramaikan dengan isu tuduhan penyalahgunaan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Kegaduhan ini dimulai dari cuitan akun menfess @DrafAnakUnpad pada media sosial X.

Salah satu cuitan berisi cerita mahasiswa Unpad yang tidak dapat mengikuti program KIP-K karena orang tuanya yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan rendah. Ia menyebut terdapat seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan gaya hidup yang ia anggap hedon yang ternyata merupakan penerima KIP-K. 

Tangkapan layar salah satu isi cuitan akun menfess @DrafAnakUnpad di media sosial X terkait tuduhan penyalahgunaan KIP-K pada Minggu (31/3) lalu/sumber: media sosial X @DraftAnakUnpad.

Selang beberapa hari, muncul unggahan baru pada akun tersebut yang menyebarkan identitas berupa nama lengkap, NPM, fakultas, hingga program studi mahasiswa yang dimaksud pada unggahan sebelumnya yang saat berita ini dimuat, cuitan tersebut telah dihapus. Penyebaran identitas ini kemudian memancing kegaduhan dan memicu penyebaran identitas kepada penerima KIP-K lainnya yang diduga melakukan penyalahgunaan atau tidak tepat sasaran. Kegaduhan ini lantas menjadi perbincangan hangat dan naik sebagai trending topic pada media sosial X.

Merespons hal tersebut, Kulawargi Mahasiswa Bidikmisi, KIP-K, dan Afirmasi (Kabim) Unpad membuka formulir laporan untuk dugaan penyalahgunaan KIP-K. Hasil laporan ini dipaparkan dalam rilis melalui media sosial Instagram @kabimunpad.

(tangkapan layar pada akun media sosial X @DraftAnakUnpad/sumber: media sosial X @DraftAnakUnpad)

Seleksi Calon Penerima KIP-K Unpad

Menurut Direktur Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni, Boy Yoseph, seleksi KIP-K Unpad dilakukan sesuai dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 2 Tahun 2021. Salah satunya, mahasiswa yang merupakan anggota dengan pendapatan kotor gabungan orang tua/wali paling banyak Rp4 juta per bulan atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali dibagi jumlah anggota keluarga paling banyak adalah Rp750 ribu.

Boy mengatakan, setiap tahun dilakukan survei kepada calon penerima. Survei dilakukan secara acak pada calon penerima yang datanya dianggap meragukan, seperti rumah yang luas atau penghasilan orang tua dan tagihan listrik yang tinggi. Survei dilakukan dengan mendatangi lokasi secara langsung atau melalui telepon. Tidak semua dilakukan survei karena membutuhkan dana yang sangat besar.

“Kebayang dana yang harus dikeluarkan kalo misalkan semuanya (disurvei),” ucap Boy kepada dJatinangor.com.

Menurut Boy, para pendaftar telah memberikan dokumen dengan penuh rasa tanggung jawab. Jika terdapat data palsu yang diberikan, maka akan dicoret dari daftar calon penerima KIP-K. Sekretaris Direktorat Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni, Ofiar Murwanti menambahkan, pendaftar telah memiliki KIP sehingga sudah terdaftar di Kementerian Sosial sebagai keluarga tidak mampu.

Tindak Lanjut Laporan 

Dalam rilis terakhirnya (28/4), Kabim Unpad menyatakan bahwa dari semua laporan yang masuk, tidak ditemukan adanya penyalahgunaan dana KIP-K. Boy mengatakan terdapat 12 laporan yang masuk dan 8 di antaranya telah ditindak lanjuti dengan survei. Sisanya, 4 terlapor lainnya belum dilakukan survei karena lokasi yang berada di luar Pulau Jawa. Sementara, terdapat 5 laporan lainnya yang tidak diproses karena berasal dari pelapor anonim. 

Menurut Boy, proses verifikasi juga dilakukan dengan membandingkan data terbaru dengan data yang diinput mahasiswa terlapor pada saat proses penyeleksian. Berdasarkan hasil verifikasi, hampir semua terlapor dianggap masih layak mendapatkan bantuan KIP-K. Jika hasil verifikasi menemukan bahwa mahasiswa terlapor tidak layak menerima KIP-K, maka hasil verifikasi ini akan diumumkan namun tidak akan mempublikasikan tentang pencabutan KIP-K dari mahasiswa yang bersangkutan. Boy pun mengklaim akan mempertanggungjawabkan langkah yang diambil rektorat dalam menyelesaikan laporan KIP-K.

Boy mengatakan, kelayakan hanya dinilai dari penghasilan orang tua. Penghasilan pribadi mahasiswa penerima KIP-K yang sudah bekerja tidak dihitung sebagai penghasilan tetap. Artinya, penghasilan tersebut tidak termasuk dalam pertimbangan kelayakan KIP-K.

“Secara kelayakan, mereka (terlapor yang sudah diverifikasi)  masih layak untuk diberikan KIP-K, dilihat dari penghasilan orang tua, rumah, secara ekonomi mereka masih membutuhkan,” Boy Yoseph kepada dJatinangor.com

Boy menyatakan, gaya hidup yang dianggap bermewah-mewahan bukanlah bentuk penyalahgunaan KIP-K. Para mahasiswa tersebut sudah berusaha dan memiliki kemampuan lebih untuk menghasilkan uang sendiri. Hal ini yang menjadi landasan proses verifikasi hanya dilakukan pada penghasilan orang tua, dan tidak mempertimbangkan penghasilan mahasiswa terlapor.

Sementara itu, Kepala Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) Kabim Unpad, Mutya Sekar Wangi, mengatakan pihaknya hanya berperan dalam proses pendampingan mahasiswa penerima KIP-K. Terkait proses seleksi calon penerima sepenuhnya diserahkan pada pihak universitas, begitupun dengan proses verifikasi terkait laporan penyalahgunaan.

Mutya mengaku pihaknya tidak dilibatkan terkait kunjungan rumah pada mahasiswa terlapor. Namun, ia mengatakan pihak Dirkema sempat meminta Departemen Adkesma Kabim Unpad untuk ikut dalam proses seleksi calon penerima KIP-K Unpad ke depannya.

“Untuk saat ini sih belum dilibatkan untuk kunjungannya, tapi kemarin dari dirkema sempat minta untuk Kabim itu terlebih Adkesma itu terlibat dalam proses seleksi di awal. Jadi kan tadi kita kan awalnya hanya mendampingi proses registrasi, kalau nanti tuh diminta untuk bantu-bantu cari bukti, entah di social media atau melakukan kunjungan ke rumahnya juga,” jelas Mutya kepada dJatinangor.com.                       

Pada akhirnya, piihak Dirkema mengklaim bahwa isu KIP-K yang ramai diperbincangkan bukanlah sebuah penyalahgunaan, melainkan hasil usaha mahasiswa itu sendiri. Sehingga sampai saat ini berdasarkan tindak lanjut laporan, pihak Dirkema tidak menemukan tindak penyalahgunaan KIP-K.

Mereka yang Tertolak KIP-K

Disamping masalah penyaluran bantuan, faktanya mahasiswa baru (maba) yang mendaftar KIP-K di jalur Seleksi Masuk Universitas Padjadjaran (SMUP) tidak otomatis menjadi penerima KIP-K karena terbatasnya kuota penerima KIP-K SMUP akibat “sisa kuota” dari jalur seleksi SNMPTN dan SBMPTN Tahun 2022. Menyikapi kenyataan tersebut, para mahasiswa SMUP yang tertolak KIP-K mencari kejelasan terkait keringanan biaya pendidikan. Hingga akhirnya pihak Unpad memberikan berbagai jenis bantuan lain untuk maba SMUP yang tertolak KIP-K.

Difa, mahasiswa program D4 FEB Unpad tahun 2022 merupakan salah satu yang tertolak KIP-K pada jalur SMUP tahun 2022. Ia berasal dari keluarga dengan pendapatan tidak menentu, ayahnya bekerja serabutan. Saat dihadapkan dengan realita ‘tidak eligible’ mendapatkan KIP-K, tentunya ia langsung meminta kejelasan dengan harapan bisa mendapatkan keringanan dari Unpad. 

Difa tidak kebingungan perihal Uang Pangkal (IPI), karena kebijakan biaya tersebut baru berlaku pada SMUP Vokasi tahun 2023. Hingga saat ini, ia mendapat keringanan biaya pendidikan berupa penurunan biaya UKT menjadi sebesar Rp1 juta saja, namun tidak mendapatkan biaya hidup seperti mahasiswa penerima KIP-K. Di tengah kondisi ekonomi keluarga yang tidak menentu, Ia dapat bertahan sampai saat ini dengan mengandalkan bantuan dari saudara dan beasiswa lain.

Difa juga menjadi salah satu mahasiswa yang aktif mengikuti perkembangan masalah KIP-K di media sosial.

“Sebenarnya gapapa mereka clubbing atau hidup mewah asalkan tidak menggunakan biaya hidup dari KIP-K, tapi ada moral value yang harus mereka kejar karena takutnya menyakiti hati anak KIP-K yang lainnya dan seharusnya mereka bisa memantaskan diri,” jelas Difa. 

Difa juga turut memberikan saran kepada pihak Unpad untuk memberikan sosialisasi kebijakan KIP-K supaya tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan lainnya.

Sebenarnya sudah ada kebijakan kalo esensi KIP-K  itu untuk fokus belajar, maka perlu diadakan sosialisasi kebijakan kepada seluruh penerima KIP-K supaya mereka (penerima KIP-K) punya batesan untuk mengejar moral value yang harus mereka pegang,tutur Difa.

Tak hanya Difa, ada juga Yoga, salah satu mahasiswa program S1 FISIP Unpad yang tertolak KIP-K. Yoga telah mendapatkan KIP saat SMA dan berasal dari keluarga dengan penghasilan UMP di daerahnya.

Saat awal masuk Unpad, Yoga telah mencari kejelasan terkait proses seleksi eligible penerima KIP-K. Namun pihak Unpad hanya menjelaskan bahwa kuota KIP-K di jalur SMUP adalah sisa kuota dari jalur masuk sebelumnya. 

Dengan berbagai usaha serta negosiasi untuk mendapatkan keringanan biaya pendidikan, Yoga hanya dibebaskan dari Uang Pangkal (IPI). Sehingga sampai saat ini di tengah kondisi ekonomi keluarga yang tidak menentu, Yoga masih harus membayar UKT sebesar Rp6 juta setiap semesternya.

“Terkait isu, aku mendukung banget untuk menjatuhkan sanksi sosial kepada mereka tapi diikuti dengan pengaduan diikuti dengan re-check langsung secara komprehensif (tidak hanya secara administrasi),” ucap Yoga.

Yoga juga turut memberikan aspirasi kepada pihak Unpad agar membuat kebijakan yang dapat mengantisipasi penyelewengan dana KIP-K.

“Untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini, akan lebih baik dibuat regulasi pengecekan status ekonomi mahasiswa KIP-K secara benar, sehingga ada batasan bagi mereka yang sudah mampu untuk mengundurkan diri supaya bantuan KIP-K dapat digunakan untuk mahasiswa yang lebih membutuhkan,” ujarnya.

Penulis: Linda Lestari, Fatihah Nuritsani
Editor: Ridho Danu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *