KEYAKINAN PADA SESEORANG : “KALI INI BUKAN FAKTITIUS CINTA”

Kita sering mendengar istilah tentang apa itu cinta? Entah kamu yang pemeran cerita ataupun saya sebagai penulis yang juga merasakan bagaimana cinta itu adalah hal yang faktitius seakan semua bisa di bangun maupun di runtuhkan, bahkan runtuh dengan sendirinya karena terkikis oleh masa sehingga kejenuhan pasangan kita timbul, pada akhirnya cinta pasangan kita berlabuh pada seseorang yang berbeda meskipun bukan waktu yang sebentar untuk membuat rasa saling percaya, rasa saling menyayangi, mungkin kita sudah pernah merasakan kekuatan yang begitu besar dari cinta itu sendiri.

Namun pada faktanya cinta tersebut sangatlah berbeda istilah dan pandangannya di setiap insan, ada yang menyebutkan cinta itu kesengsaraan ada juga yang mengatakan bahwasannya cinta itu sesuatu yang melibatkan rasa kasihan, dan ini merupakan fenomena yang nyata terjadi di kebanyakan kisah yang dirasakan oleh orang banyak.

Cinta mampu didahului dengan perasaan tertarik serta mengagumi seseorang, entah itu asal penampilan fisik, sifat, materi, ataupun kemampuan yang dimilikinya, selalu ada di dalam ingatannya, perasaan cinta pada dalam hati bisa menghasilkan bayangan asal orang yang dicintai akan selalu berada di pada ingatan.

Sebagai akibatnya tidak heran jika kita sedang jatuh cinta maka kita akan selalu terbayang dengan orang yang kita sukai, perasaan cinta terkadang bisa menimbulkan perasaan untuk ingin berbuat apapun yang mampu membahagiakan serta menyenangkan orang yang memang dicintai. Sebagai akibatnya pula, tak heran ketika jatuh cinta akan timbul sikap untuk rela berkorban demi orang yang dicintainya tersebut. Semua hal yang disebutkan tadi merupakan reaksi dari cinta secara umum dan sering terjadi , namun ada hal yang menarik dan berbeda di beberapa peristiwa atau keadaan seseorang.

Apakah cinta itu hal yang bisa membuat kita bahagia? Yang pastinya cinta itu adalah anugerah terbesar dari Tuhan, bukti yang menunjukan cinta itu adalah sebuah anugrah, ketika Nabi Adam diciptakan kemudian Allah ciptakan juga Hawa sebagai pasangan, rasa ingin disayangi dan menyayang itu adalah fitrah untuk setiap insan, namun ada saja yang merasakan bahwa cinta itu tidak harus dengan akhir yang membuat kita selalu bahagia, tapi ketidakharusan itu masih berujung ketika harapan masih menjadi suatu sandaran keyakinan dalam hatinya.

“Dan Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran

Allah, Dia-lah Allah yang mampu menciptakan kalian dan menjadikan kalian berpasang-pasangan, apakah Dia tidak mampu membangkitkan kalian kembali setelah kematian? Maha suci

Allah yang kuasa melakukan hal itu.” (QS Ad Dzariyat: 49)

ROMANSA FAKTITIUS CINTA

Hal yang sengaja dibuat atau diadakan dan tidak asli, begitulah istilah faktitius digunakan. Jika kita kaitkan dengan bagaimana cinta tumbuh? atau bagaimana cinta itu ditanam sehingga dapat tumbuh? Disini timbul kembali pertanyaan “Apakah cinta itu datang sendirinya atau cinta itu jika ingin timbul harus diusahakan dan di buat?” Semua itu bisa dijawab oleh yang yang sudah merasakan bagaimana reaksi atau dampak dari cinta itu sendiri.

Hal yang menarik dari cinta adalah sangat banyak definisi dari cinta, bahkan setiap kacamata orang punya definisi yang berbeda, seperti contohnya definisi cinta menurut Jalaludin Rumi yang mengatakan bahwa “cinta itu adalah sumber dari segala sesuatu dan juga esensi dari semua bentuk kehidupan yang ada di dunia ini, karena dunia dan sebuah kehidupan muncul karena kekuatan yang disebut cinta”

Sungguh definisi cinta yang dalam dan luas, bukan hanya berbicara tentang siapa pasangan dan siapa orang yang disayangi tapi Jalaludin Rumi mendefinisikan cinta itu di semua aspek kehidupan bahkan tentang siapa yang menghidupkan dengan kekuatan cinta, berbeda dengan Musfir bin Said Az-Zahrani, menurutnya definisi “Cinta adalah emosi yang paling penting dalam kehidupan manusia dan merupakan faktor yang paling penting dalam menyatukan perasaan dari manusia dan kemudian pembentukan kasih sayang di antara sesama manusia”.

Definisi dari Musfir bin Said Az-Zahrani lebih terfokus pada objek penyatuan perasaan antar manusia yang saling memiliki perasaan saling menyayangi dan saling mengasihi, nah kali ini kita bahas tentang rasa saling mengasihi antara dua insan laki-laki dan perempuan yang berjodoh atau sudah di pasangkan oleh tuhan dalam garis takdir dan ketentuannya.

Apakah cinta itu membutuhkan ikatan? Atau hanya sekedar dua insan yang punya rasa saling menyayangi atau mengasihi seperti yang sudah saya tadi sebutkan? Hal tersebut menjadi tanda tanya besar untuk orang orang yang belum pernah merasakan cinta, bahkan orang yang sudah merasakan cinta sekalipun, biasanya orang tersebut sadar dan baru terlintas dalam pikirannya ketika sudah pernah merasakan kegagalan cinta atau kehilangan seseorang yang dicintai, mereka tidak sadar bahwa cinta membutuhkan kesiapan, siap untuk bahagia dan siap untuk tidak bahagia dikarenakan perpisahan, mereka terlalu sibuk untuk mengejar cinta dengan proses : dari suka, jatuh cinta, mencintai, lalu pada akhirnya jatuh mencintai.

Sungguh ironi terlihat dari siklus kasih sayang dan hal itu mungkin terjadi dalam kisah si penulis ini dan berdampak sehingga mempunyai satu pemikiran bahwasannya cinta itu tidak bisa berakhir sampai pada fase bahagia di akhir cerita, karena rasa trauma dari kisah yang dibangun seindah mungkin melewati proses yang bisa dikatakan bersungguh-sungguh dalam mengejar kebahagiaan cinta namun terpatahkan dengan waktu, dipatahkan dengan kebosanan dari orang yang kita cintai, hingga pada akhir yang berujung pada perpisahan.

Lalu dalam hati bertanya- tanya “Apakah jodoh itu takdir atau rezeki”? jika seandainya jodoh itu takdir kenapa harus ada usaha untuk menarik perhatian orang yang kita sukai ( kalo bahasa anak muda harus ada PDKT atau pendekatan) kenapa kita tidak diam saja dan menunggu jodoh itu datang kepada kita, karena sudah jelas bahwa itu adalah takdir lalu jika jodoh itu rezeki lantas bagaimana dengan orang-orang yang tidak berusaha untuk menarik perhatian dari orang yang disukainya? Seperti yang kita ketahui bahwasannya yang dinamakan rezeki itu dijemput dan pasti tentunya harus diusahakan, kedua pertanyaan tersebut selalu timbul dari orang yang sudah merasakan kegagalan cinta atau perpisahan.

Masa pun berlalu, meskipun perpisahan menyebabkan kekhawatiran untuk merasakan cinta lagi, tapi dengan waktu semuanya bisa berubah begitupun dengan momentum pertemuan dengan orang tanpa tidak melibatkan perencanaan untuk kembali jatuh cinta, dan itu satu jawaban dari kekuatan cinta itu sendiri, semua yang sifatnya Faktitius atau terencana itu hilang, dan saya yakin semua orang pun pasti merasakan hal yang serupa dalam hidupnya.

Dengan waktu dan keyakinan tanpa bertatap muka secara langsung cinta itu akan hadir, entah perasaan yang sudah terkoneksi dan mungkin disetting oleh Tuhan untuk menunjukan betapa besarnya kekuatan cinta yang sudah Tuhan berikan, dan harus kita yakini waktu adalah jawaban yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan tentang cinta, cinta tidak mungkin tumbuh tanpa ditanam dan tidak akan ditanam jika kita tidak mempunyai keyakinan untuk menanam cinta tersebut apalagi tumbuh tanpa ditanam, selain waktu faktor yang mempengaruhi tumbuhnya rasa cinta itu adalah keyakinan, tanpa keyakinan kita tidak bisa mengambil keputusan tepatnya kita tidak ingin jatuh ke lubang yang sama yaitu perpisahan dan semoga orang yang membaca tulisan ini sudah melewati atau melalui fase Faktitius Cinta yang di mana hal tersebut pada konsepnya menganggap bahwa cinta itu direncanakan, bukan karena keyakinan yang menumbuhkan rasa cinta tanpa ada kata alasan dengan kata “karena”

Penulis : Ridwan Marwansyah (Mahasiswa Sastra Arab Universitas Padjadjaran)
Editor : Yaser Fahrizal Damar Utama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *