
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa se-Bandung Raya pada Senin (23/9) diketahui berakhir dengan kerusuhan. Dilansir detik.com, aksi yang diselenggarakan di depan Gedung DPRD Jawa Barat dan sekitar Jl. Diponegoro, Bandung, memakan korban mahasiswa serta masyarakat sipil hingga 92 orang. Aksi serupa dilancarkan keesokan harinya yaitu Selasa (24/9).
Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 pagi di depan Gedung DPRD Jawa Barat dan Gedung Sate tersebut diikuti oleh kelompok mahasiswa, kelompok pelajar, kelompok buruh, hingga kelompok tani. Massa juga sempat melaksanakan aksi teatrikal menyegel Kantor DPRD Jawa Barat dengan rantai besi.
Koordinator lapangan Alauddin Adzadsyah menjelaskan apabila tuntutan yang dilayangkan kepada DPRD Jawa Barat masih sama seperti apa yang mereka sampaikan hari Senin. “RUU yang kita tuntut pertama RKUHP, RUU KPK, RUU Ketenagakerjaan, RUU PKS didorong untuk disahkan, dan RUU Pertanahan. Kami mengikuti tujuh tuntutan mahasiswa nasional,” ujarnya.
Tujuh tuntutan atau desakan tersebut antara lain pertama: menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, mendesak pembatalan UU KPK dan UU SDA, mendesak disahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Kedua: membatalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR. Ketiga: Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil. Keempat: Stop militerisme di Papua dan daerah lain serta bebaskan tahanan politik Papua segera. Lima: hentikan kriminalisasi aktivis.
Keenam: hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi dan pidanakan korporasi pembakar hutan serta cabut izinnya. Terakhir: tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan serta pulihkan hak-hak korban segera.
Massa dan aparat terlibat konflik pada pukul 16.00 saat mahasiswa memaksa masuk ke Gedung DPRD Jawa Barat. Gas air mata dilepaskan ke kerumunan massa ditambah dengan tembakan air dari mobil water canon. Sebagian massa pun berlari mengamankan diri ke dalam Gedung Sate.
“Kemarin hari Senin massa aksi sekitar 2500, hari ini 4000 orang. Bertambah cepat. Tetapi jam 4 sore kita coba dobrak Gedung DPRD, aparat bertindak represif dengan menembakkan gas air mata, water canon, sama bom molotov juga tadi ada,” ungkap mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tersebut.
Setelah pembubaran paksa tersebut, massa tetap melancarkan demonstrasi di sepanjang Jl. Diponegoro, tepatnya depan Gedung Sate, hingga kembali mendekat ke Gedung DPRD Jawa Barat yang sudah dijaga oleh barikade TNI dan Kepolisian. Saat suasana sudah mulai kondusif, orasi terus dilancarkan.
Sekitar pukul 17.30, terjadi negosiasi antara mahasiswa dengan beberapa anggota TNI yang sedang berjaga. Mahasiswa meminta perwakilan DPRD Jawa Barat untuk mendatangi massa dan menggelar forum terbuka. Hal tersebut agar semua mahasiswa bisa menyampaikan aspirasi serta kritiknya sendiri. Massa mahasiswa memberikan tenggat hingga pukul 18.00 WIB. Apabila perwakilan DPRD Jawa Barat belum muncul, maka massa akan maju hingga barikade penjagaan terakhir persis di depan Gedung DPRD Jawa Barat.
Hingga pukul 18.00, perwakilan DPRD Jawa Barat belum menampakkan diri sehingga membuat massa maju hingga barikade penjagaan terakhir yang dijaga oleh Kepolisian. Baru sekitar 18.30, tiga perwakilan DPRD Jawa Barat yaitu Reynaldi Putra Andita dari Fraksi Golkar, Hasbullah Rahmad dari Fraksi PAN, dan Iwan dari Fraksi Gerindra mendatangi massa dan mengadakan forum terbuka.
Setelah perwakilan mahasiswa menyampaikan tuntutan di dalam forum, MoU (memorandum of understanding) antara massa dan anggota DPRD Jabar disusun dan ditandatangani. Perwakilan mahasiswa dan perwakilan anggota DPRD Jabar membacakan MoU di hadapan massa. Isi MoU tersebut adalah permintaan agar anggota DPRD Jabar membatalkan RUU yang tidak berpihak pada rakyat, yaitu RKUHP, UUKPK, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU lainnya yang dianggap merugikan rakyat. Massa juga menuntut RUUPKS segera direalisasikan. Dalam MoU turut disebut, jika tuntutan itu tidak dipenuhi, lusa massa akan kembali dengan jumlah yang lebih besar.
“Intinya MoU ini meminta dengan kepenuhan hati kepada DPRD Jawa Barat agar segera membatalkan RKUHP, RUU KPK, Ketenagakerjaan, pertahanan, dan RUU lainnya yang merugikan rakyat,” ungkap Alauddin melalui megafon sesaat setelah menandatangani MoU.
Setelah itu, massa diminta untuk membubarkan diri secara damai. Namun, sebagian dari mereka masih bertahan di Jl. Diponegoro. Beberapa waktu kemudian, datang massa dari arah Jl. Majapahit. Massa yang tersisa kembali tersulut dan bergerak ke Gedung DPRD. Oleh karena itu, sekitar pukul 20.20 WIB, pembubaran paksa dilakukan aparat dengan kembali menembakkan gas air mata dan water canon. Tembakan gas air mata masih terdengar beberapa kali hingga sekitar pukul 20.40 WIB.
Sementara itu, Pos Bantuan Hukum dan HAM Aliansi Rakyat Menggugat Negara (ALARM) membuka hotline bagi siapa pun yang menjadi korban kekerasan, pelecehan, dan/atau kerugian materiil yang dilakukan aparat TNI/Polri, termasuk yang ditahan. Hotline bisa dihubungi di 085794132870.
Erlangga Pratama dan Ananda Putri
Editor: Tamimah Ashilah