Berbagai Keluhan dan Aspirasi Mewarnai Sosialisasi Bakal Calon Rektor

Sosialisasi bakal calon rektor diadakan di tiga tempat yaitu Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang diperuntukkan bagi mahasiswa rumpun Sosial Humaniora (Soshum), Ruangan Multimedia Fakultas Pertanian bagi mahasiswa rumpun Agro-Scientech, dan Auditorum Fakultas Farmasi bagi mahasiswa rumpun kesehatan.

Terdapat tiga sesi, setiap sesinya diisi oleh tiga bakal calon rektor. Setiap bakal calon rektor akan bergiliran untuk datang ke tiga tempat pelaksanaan sosialisasi, di setiap sesinya. Di PSBJ, sesi satu diisi oleh Prof. Hendarmawan, Keri Lestari, dan Prof. Rina Indiastusi. Sesi kedua oleh Prof. Arief Kartasasmita, Prof. Reiza Dienaputra, dan Prof. Unang Supratman. Sesi terakhir diisi oleh Prof. Sri Mulyani, Arry Bainus, dan Toni Toharudin.

Setiap bakal calon rektor diberikan waktu sekitar 10 menit untuk menyampaikan visi, misi, serta program setelah terpilih menjadi rektor. Kemudian, peserta atau mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya yang akan dijawab oleh masing-masing bakal calon rektor selama 1,5 menit. Dalam satu sesi terdiri dari enam pertanyaan.

Aspirasi mahasiswa saat sosialisasi ini beragam, meliputi fasilitas kampus, ruangan sekretariat unit kegiatan mahasiswa (UKM) hingga toilet mahasiswa yang tidak layak. Selain itu, ada juga keluhan dan pertanyaan juga disampaikan oleh Rizal Ilham Pratama, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Rizal mempertanyakan bagaimana komitmen bakal calon rektor dalam melibatkan mahasiwa untuk mengambil suatu keputusan.

“Dibanding program-program yang lain, yang paling penting bagi kita mahasiswa adalah pelibatan dan suara kita didengar,” tutur Rizal. Ia juga mengusulkan agar mahasiswa terlibat dalam pembuatan rencana strategis atau renstra Unpad nantinya.

Rizal menyampaikan salah satu keluhan di FISIP yaitu terkait kebijakan pembuatan program studi (Prodi) baru yang tidak memperhatikan ketersediaan kelas yang ada. Program-program yang ada pun datang secara tiba-tiba, serta kebijakan-kebijakan yang dibuat pun ada tanpa pelibatan mahasiswa. Oleh karenanya, banyak mahasiswa FISIP yang terpaksa melaksanakan kegiatan belajar mengajar di fakultas lain.

Aspirasi selanjutnya yaitu datang dari Fabian, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) terkait masalah proses kaderisasi mahasiswa dan kebijakan rektorat.  Fabian menuturkan bahwa ia tidak mendapatkan esensi dari pola kaderisasi di Unpad.

“Seharusnya kaderisasi itu menciptakan nilai, kan, dan akhirnya menciptakan leader. Saya belum melihat poin yang ingin dibawa Unpad itu seperti apa. Mulai dari tingkat universitas, fakultas, maupun jurusan,” ujar Fabian.

Ia juga menyetujui jika hal ini terjadi karena tidak adanya panduan pola kaderisasi di Unpad. Fabian berpendapat rektorat terlalu membiarkan mahasiswa untuk berjalan sendiri-sendiri. Seperti proses kaderisasi yang berjalan sendiri dari masing-masing fakultas atau jurusan sehingga tidak ada value yang terintegrasi se-universitas. Ia berharap dari proses kaderisasi ini dapat menciptakan sosok leader.

Kristin Sinaga (paling kiri) memimpin jalannya sosialisasi sebagai moderator saat sesi kedua sosialisasi bakal calon rektor Unpad. Bakal calon rektor yang sedang duduk antara lain Prof. Unang, Prof. Reiza, dan Prof Arief (berurutan dari kedua paling kiri ke kanan). Foto: Fariza Rizky Ananda.
Kristin Sinaga (paling kiri) memimpin jalannya sosialisasi sebagai moderator saat sesi kedua sosialisasi bakal calon rektor Unpad. Bakal calon rektor yang sedang duduk antara lain Prof. Unang, Prof. Reiza, dan Prof Arief (berurutan dari kedua paling kiri ke kanan). Foto: Fariza Rizky Ananda.

Aspirasi yang lain yaitu mengenai kebijakan serta proses administrasi terkait mahasiswa yang mengikuti lomba di tingkat nasional maupun internasional. Keluhan ini disampaikan oleh Gisca, mahasiswa FISIP. Gisca menuturkan, ia sudah dua kali gagal mewakili Unpad untuk mengikuti lomba di tingkat Internasional hanya karena terhambat dalam proses administrasi proposal.

“Mereka ingin kita untuk membanggakan nama Unpad, akan tetapi bantuan untuk mahasiwa yang mencoba untuk menaikkan nama  Unpad, kurang,” tutur Gisca.

Gisca menilai birokrasi yang ada tidak terstruktur. Ketika mengurus masalah administrasi, ia merasa seperti “dilempar-lempar” dan alhasil berujung ketidakjelasan. Ia menceritakan saat dirinya mengurus proposal lomba, ia harus mengejar dosen untuk mengurus masalah administrasi. Namun kemudian dipersulit lagi dengan urusan administrasi di Fakultas yang berujung ketidakjelasan.

Bahkan ia pernah mengejar tanda tangan dosen ke Stasiun Bandung pada malam hari hanya untuk keperluan administrasi lomba. Akan tetapi saat esok hari diajukan ke dekanat, pihak dekanat menolak proposal tersebut dengan alasan sudah tutup buku.

“Terus kita bikin prestasi harus di awal tahun gitu biar ada dananya? atau di tengah tahun biar ada sisa dananya? Namanya orang mau berprestasi, masa sih  harus di awal sama tengah tahun, harusnya bisa kapan saja,” ucap Gisca.

Banyaknya keluhan dan aspirasi yang disampaikan mahasiswa kepada bakal calon rektor  pada sosialisasi ini, diharapkan dapat didengar dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan Unpad nantinya.

 

Suci Wulandari Putri, Muhammad Arfan, dan Erlangga Pratama

Editor: Tamimah Ashilah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *