Tidak banyak referensi mengenai organisasi ekstra kampus yang berada di Universitas Padjadjaran (Unpad). Baik secara tertulis dalam buku maupun digital. Kami mencoba menelusuri rekam digital dengan memasukkan kata kunci “organisasi ekstra kampus di Unpad” di mesin pencari Google, tepatnya tanggal 10 Mei 2018.
Dari kelima halaman yang disajikan, tidak satupun yang menghadirkan informasi perihal organisasi ekstra kampus di Unpad, mulai dari apa saja organisasi ekstra kampus yang ada, statuta, juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Namun, kami mendapati Peraturan Rektor Universitas Padjadjaran No. 10 tahun 2016.
Peraturan tersebut berisi tentang Pedoman Umum Tata Kelola Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Padjadjaran.Salah satu pasalnya menyinggung keberadaan organisasi ekstra kampus yakni, pasal 2 ayat 4 yang berbunyi “organisasi kemahasiswaan tidak berafiliasi dengan organisasi ekstra kampus dan partai politik.”
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 menyebutkan, organisasi kemahasiswaan ekstra kampus adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah, pemahaman tentang arah profesi, dan sekaligus meningkatkan kerjasama, serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.
Berdasarkan catatan sejarah sebutan organisasi ekstra di kampus mulai dikenal sejak keberadaan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang dituangkan dalam surat keputusan No.0156/U/1978, tertanggal 19 April 1978. Konsep NKK/BKK pada dasarnya bertujuan untuk menormalkan kembali kampus sebagai lembaga ilmiah.
Konsep NKK/BKK merupakan kebijakan yang dibuat pada masa kepemipinan Daoed Jusuf, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III (1978-1983). Keberadaan NKK BKK ini dinilai menghambat kreativitas mahasiswa, seperti yang kami temukan dalam buku berjudul Iftihad Politik Cendikiawan Muslim karya A.M. Saefuddin dijelaskan, NKK/BKK sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi berkembangnya kreativitas mahasiswa, juga dikatakan sebagai awal depolititasasi kampus di Indonesia.
Pada acara safari buka puasa bersama Rektor di Fakultas Komunikasi (Fikom) Unpad, 24 April 2018, kami berkesempatan bertanya pada Rektor Unpad, Tri Hanggono Ahmad, mengenai keberadaan organisasi ekstra di Unpad. Ia menuturka bahwa, Unpad tidak memfasilitasi keberadaan mereka, namun tidak ada larangan bagi mahasiswa untuk ikut dalam organisasi ekstra yang ada.
Organisasi ekstra kampus di lingkungan Unpad dibagi dalam beberapa lingkup, ada yang berupa paguyuban per daerah, komunitas perkumpulan berdasarkan hobi, termasuk organisasi-organisasi ekstra kampus lingkup nasional yang memiliki kader mahasiswa di Unpad. Yang terakhir kami sebutkanlah yang akan kami bahas dalam tulisan kali ini. Selamat membaca tulisan khusus kami mengenai organisasi ekstra yang ada di unpad ini!
Cerita Hidup Organisasi Ekstra di Unpad
Setelah menelisik dan berdiskusi dengan berbagai kalangan mahasiswa, kami mendapati beberapa informasi organisasi ekstra apa saja yang berada di Unpad. Berbekal bincang-bincang tersebut, kami pun berhasil mendapat kontak orang-orang yang tergabung di berbagai organisasi ekstra di Unpad. Perjalanan pencarian kisah organisasi ekstra dimulai. Pertama PMII ;
“Sebenernya PMII Unpad itu mulai tahun 1980.Waktu zaman Nusron Wahid sebagai ketua pengurus besarnya, bentukan awalnya di UIN Bandung, lalu dia bawa ke kampus umum,” cerita Yunus, ketua PMII komisariat Padjadjaran, saat diwawancarai di kampus Unpad Jatinangor.
“Waktu itu sekitar 1980-an sampai 1996 kesini kita nggak ketemu jejaknya (pergerakan PMII di Unpad). Baru pada tahun 2000-an lah ada lagi,” lanjutnya.
Tahun 2000-an terkesan bagai masa renaisans bagi eksistensi organisasi ekstra kampus di Unpad. Berbagai organisasi ekstra kampus mulai bangkit dan meniti ulang karirnya.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga mulai masuk ke lingkungan Unpad di era tersebut. “Waktu itu masih zaman kang Ferry Kurnia, waktu zaman masih senat dan transisi ke BEM. Zaman itu pertama kali HMI masuk Unpad,” kata Adrian, ketua HMI Cabang Jatinangor-Sumedang saat diwawancarai di Saung Budaya Sumedang, Jatinangor.
Cerita lainnya datang dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Hotma, ketua GMKI, saat ditemui di sela-sela acara rutin pendalaman Alkitab yang dilakukan GMKI sekretariat Sumedang di sektretariatnya, bercerita, GMKI sempat vakum pada 2013. Pada 2016 barulah GMKI berkegiatan dan diaktifkan kembali.
Dalam hal pembagian cabang, setiap organisasi ekstra kampus yang memiliki kader di Unpad memiliki cara pembagian yang berbeda-beda. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) misalnya, membagi KAMMI Unpad dalam dua komisariat berdasarkan rumpun keilmuan. Berdasarkan peenuturan Faikar, Ketua KAMMI komisariat Natsir, pembagian ini dilakukan untuk memfokuskan penciptaan kader yang fokus berkarya dan berinovasi di bidang ilmu yang ditekuninya.
Kedua komisariat itu ialah komisariat Muhammad Natsir yang diambil dari nama pahlawan, dan komisariat Sosmed. “Kalau Natsir itu rumpun saintek kecuali medis (berisi MIPA, Agrokompleks, FTG), tapi gabung juga sama Ikopin dan ITB. Kalau Sosmed itu rumpun sosial, berarti FISIP, FEB, FIB, FH, Fikom, sama medik, FK dan FKG,” jelas ketua KAMMI Natsir, Faikar.
Pembagian cabang di tingkatan kampus di setiap organisasi di tingkat Unpad berbeda, akan tetapi di ranah yang lebih luas hampir semuanya sama. Pertama, tingkatan Pengurus Besar yang mencakup nasional, kemudian ke tingkatan Cabang yang mencakup kota atau kabupaten, setelah itu baru pengkaderan individu di tingkatan universitas.
Berdasarkan catatan yang kami temukan di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Barat (Kesbangpol Jabar) ada indukan beberapa organisasi ekstra kampus Unpad yang dinyatakan terdaftar di Kesbangpol. Kesbangpol sendiri merupakan sebuah lembaga pemerintahan dibawah arahan Kementrian Dalam Negeri, yang bertugas melakukan pencatatan keberadaan organisasi-organisasi masyarakat yang beredar di masyarakat.
Pada Rabu medio Mei 2018, kami berhasil mewawancarai Kepala Bidang Kewaspadaan Daerah Kesbangpol Jabar,Moerjono, via telepon.Moerjono menyatakan memang ada peraturan yang menyebutkan organisasi masyarakat harus melaporkan keberadaannya ke pemerintah, pusat maupun daerah.
“Dulu waktu masih Undang-Undang 85, ada PP (Peraturan Pemerintah), Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) yang diantaranya bunyinya seperti ini, setiap 3 bulan setelah terbentuknya ormas, wajib memberitahukan pemerintah atau pemerintah daerah, tapi ternyata klausal itu tidak ada sanksinya bagi ormas yang tidak memberitahukan ke pemerintah atau ke pemerintah daerah,” ujarnya.
Menurutnya, banyak organisasi besar yang ada di masyarakat saat ini tidak memberitahukan keberadaannya kepada pemerintah.“Termasuk yang banyak itu (banyak tidak terdaftar) juga organisasi kemahasiswaan,” tambahnya.
Beberapa indukan organisasi mahasiswa ekstra kampus yang ada di Unpad dan tercatat dalam data kesbangpol adalah PMII Jabar, Pengurus Badan Koordinasi HMI Jabar, Pimwil HMI Jabar, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Korda Jabar, PMII Koordinator Cabang Jabar, dan Pimpinan Daerah Persatuan alumni GMNI Jabar.
Menurut Moerjono, keberadaan dan status organisasi ekstra kampus sama seperti organisasi masyarakat lainnya. Sebabnya, kebebasan masyarakat untuk berkumpul dan berorganisasi dilindungi oleh konstitusi (UUD 1945).
Mengenai cara perekrutan, masing-masing organisasi ekstra di Unpad memiliki caranya sendiri dalam pengkaderisasian. GMNI misalnya, melakukan proses kaderisasi mulai dari pendaftaran, pengenalan lima materi dasar, dan selanjutnya ke tahapan yang dinamakan post to post.
“Cara kaderisasi ada (yang tau) lewat teman atau dari poster. Misal ada yang datang ke kita, biasanya (melalui pengenalan) materi dasar yang lima dulu. Setelah melewati materi dasar, mereka masuk ke tingkat post to post. Setelah itu baru masuk ke bahasan siapa yang layak dan tidak layak masuk GMNI, tapi jarang ada orang tidak layak ketika sudah melewati(pengenalan) lima materi dasar,” jelas Harangan T.P Sitorus, pengurus GMNI cabang Sumedang.
GMKI juga memiliki beberapa tahapan kaderisasi.Calon anggota harus melewati setidaknya tiga tahapan sebelum menjadi anggota senior.
“Ada tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3.Jadi, ya, kalau yang pertama masuk itu ada namanya Maper (Masa Perkenalan), disitu ditanya kesiapannya. Setelah itu masuk ke LK (latihan kader) 1, itu pendidikannya. Jadi latihan kader 1 belajar public speaking dan manajemen diri, cara bersaksi, dan di akhir langsung dipraktikkan. Tiap tingkatan itu ada jenisnya masing-masing. Pembagian materi per tingkatannya juga beda-beda,” jelas Hotma.
Walaupun memiliki ideologi dan latar belakang yang berbeda-beda, organisasi mahasiswa ekstra kampus yang berada di Unpad tetap mencoba untuk hidup rukun berdampingan. Seperti yang disampaikan Hotma, bahwa ikatan antar organisasi ekstra di Unpad baik-baik saja. Tak jarang berbagai organisasi ekstra datang untuk sekedar bersilaturahmi ataupun memenuhi undangan acara GMKI.
“Kalau ngumpul, sering. Kalau ada kegiatan di GMKI juga mereka datang.Kayak waktu konfrencab (konferensi cabang) mereka datang, paskah juga mereka datang. Jadi dimana-mana juga karena hubungannya udah erat, kayak saudara,” ujar Hotma, “Kita juga gitu ke mereka,” tambahnya.
Hal senada diucapkan oleh Adrian, “Cipayung itu ya jadi ikatan persaudaraan lah antar organisasi ekstra.Dulu memang belum ada KAMMI jadi Cipayung hanya terdiri dari PMKRI, GMKI, GMNI, dan PMII.Sesama organisasi pemuda yang mungkin kedepannya menjadi calon pemimpin, ya mungkin kita lebih baik diarahkan bersama demi kemajuan Indonesia,” ujarnya.
Kelima organisasi yang dibahas diatas, dulunya masuk pada cabang Bandung. Hal ini dikarenakan Unpad saat itu banyak beraktivitas di Bandung. Setelah berbagai fakultas di Unpad berpindah ke Jatinangor, maka cabang-cabang organisasi ekstra kampus dipindahkan menjadi cabang Sumedang.
Mahasiswa dari universitas lainnya di Jatinangor pun diperkenankan untuk bergabung di masing-masing organisasi ekstra ini. Mahasiswa dari universitas lainnya yang ada di Sumedang juga turut menjadi anggota. Diantaranya adalah mahasiswa Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sejak 2015 kampusnya mulai beroperasi di Jatinangor.
Kisah dari Cipayung
“Cipayung itu gerakan mahasiswa—pokoknya perkumpulan mahasiswa. Termasuk didalamnya itu GMNI, PMII, HMI, terus GMKI, sama satu lagi PMKRI. Nah, kalo ini Cipayung(lima organisasi tadi). Tapi, karena masih banyak organisasi kemahasiswaan yang lain seperti KAMMI, itu masuk ke Cipayung plus. Kenapa disebut Cipayung karena mereka (dewan pengurus pusat masing-masing organisasi ekstra) membentuknya di Cipayung, Jakarta,” tutur Hotma.
Kami pun mencoba mencari tahu perihal perbedaan kumpulan Cipayung dan Cipayung plus ini pada organisasi organisasi ekstra kampus yang ada di lingkungan Unpad. “Organ ekstra itu terbagi dua juga, ada namanya Cipayung ada Cipayung plus. Cipayung itu jelas GMNI, GMKI, PMII, sama HMI, nah selain itu Cipayung plus. Oh iya sama satu lagi PMKRI (anggota Cipayung), tapi ini jarang terdengar namanya. Yang lain itu namanya Cipayung plus,” ujar Harangan pengurus GMNI cabang Sumedang menjelaskan perihal Cipayung dan Cipayung plus.
Hubungan perkumpulan organisasi ekstra yang tergabung dalam perkumpulan Cipayung menurutnya relasinya cukup baik. Beberapa kali juga perkumpulan Cipayung sempat mengadakan kegiatan bersama-sama.
“Ya pernah, waktu itu orasi bersama tahun 2015 kalo ga salah, waktu itu di gerlam (gerbang lama).Orasi pada mahasiswa-mahasiswa baru,” ucap Harangan kala diwawancarai di sekre GMNI.
Belum ada literatur pasti yang bisa menjelaskan bagaimana pergerakan dan pembentukan serta pembeda yang menjadikan ada dua perkumpulan di tingkat nasional (Cipayung dan Cipayung plus). Berdasarkan penelusuran kami, di Unpad sendiri perbedaan terletak karena KAMMI terkesan ekslusif, seperti yang diutarakan oleh Harangan.
Harangan mengatakan, KAMMI kerap melakukan kegiatan sendiri, dan tidak mengajak organisasi ekstra lainnya untuk berkegiatan. Meskipun demikian, menurutnya hubungan antar lembaga GMNI sendiri dengan KAMMI masih baik-baik saja. Hal senada juga dikatakan oleh perwakilan GMKI, PMII, dan HMI yang sempat kami wawancarai.
Faikar, ketua KAMMI komisariat Muhammad Natsir pun mengakui jika intrik antar organisasi ekstra memang pernah terjadi, namun menurutnya hal itu bisa diselesaikan dengan cara mufakat. “Kalo kita secara lembaga gitu yah, itu baik-baik aja. Kita bahkan kemarin habis silaturahmi kunjungan ke HMI, dan saya juga kenal beberapa anak PMII deket, kadang sih suka ada sedikit konflik lah karena mungkin egoisme masing masing lah ya, tapi kita nggak bawa atas dasar nama organisasi gitu,” Faikar menanggapi.
Organ Ekstra Kader Parpol?
Saat berbincang di sebuah kedai makanan, seorang mahasiswi Unpad, yang tidak ingin diungkap identitasnya mengatakan bahwa organisasi ekstra adalah sarang kader-kader partai. “KAMMI itu kader PKS, kalo GMNI PDIP yang lain juga gitu kayanya,” ujarnya. Lalu bagaimana tanggapan para organisasi ekstra yang ada di Unpad pada isu ini?
Para petingi organisasi ekstra yang ada di Unpad yang kami wawancarai masing-masing mengelak punya ikatan hitam diatas putih dengan partai politik tertentu. Seperti yang Faikar sampaikan, bahwa KAMMI tidak ada afiliasi dengan PKS. Ia mengatakan bahwa KAMMI yang ada di Unpad adalah organisasi yang independen.
“Kalau ada hubungan sama PKS itu bukan hubungan antar lembaga. Paling karena mungkin ada salah satu orang misalnya pengurus KAMMI. Misal temen, ayahnya di PKS, ya gitu maksudnya ya atas dasar keluarga lah, bukan atas dasar organisasi. Kita pun ga pernah misalnya ada acara partai gitu, ya kita ga pernah mencantumkan logo disitu,” ujarnya
“Gaada hitam di atas putih kalo KAMMI anakan PKS,” tambahnya. Senada dengan Faikar, Umar Abdusajjad, ketua KAMMI komisariat sosmed mengatakan jika hal itu tidak benar adanya. “Enggak ada itu,” ujar Umar dengan tertawa.
“Kayak sekarang kan Aher (Gubernur Jawa Barat yang disokong PKS), kita juga bahkan aksi ke mereka kan. Keberpihakan kita kepada rakyat. Apapun latar belakang parpolnya nih kalo ga berpihak pada rakyat ya kita lawan, kita suarakan suara rakyat,” tambah Umar.
Hal senada dilontarkan oleh petinggi organisasi ekstra lainnya, Adrian. Ia berujar bahwa HMI tidak ada afiliasi dengan partai manapun.
“Kemarin aja waktu pemilihan tingkat nasional ada yang ketahuan dia pengurus partai langsung dikeluarin, langsung tidak disahkan. Karena memang HMI itu organisasi yang independen, menjaga independensinya,” tambahnya. Menurutnya jikapun ada yang ikut partai, hal itu adalah urusan personal, “Tapi yang kemungkinan ada ya kalau lewat ya jaringan senior, deket sama senior ini, diajak main di partai ini,” ujarnya.
Cerita lain kami dapatkan dari Yunus, PMII. ”Ke parpol emang ada senior, tapi hubungannya lebih ke kawan-kawan di tingkatan cabang. Kan ada tingkatan Rayon itu fakultas, Komisariat itu di Universitas, dan Cabang itu kabupaten/kota. Di Sumedang kebetulan ada tiga, Ikopin, Unpad, sama Unsap di Sumedang. Nah di PMII yang rata-rata masuk parpol itu yang di Unsap,” ujar Yunus.
Sampai saat ini di database kader PMMI yang ada di Unpad dia belum menemukan ada yang bergabung dengan parpol. “Kalo yang di Unpad, mungkin karena ditentukan orientasi dari awal itu intelektual, jadi lebih ke arah profesional. Kita sampai hari ini, belum ketemu senior , di database ya–yang aktif parpol. Lebih ke dosen, pendiri yayasan, dan pengurus di NU,” tambahnya.
Harangan beserta 3 rekannya kala diwawancarai di sekre GMNI mengatakan jika memang banyak desas-desus bahwa GMNI berafiliasi dengan PDIP. Ia mengakui jika ada kesamaan symbol dengan PDIP juga ideology yang digunakan oleh PDIP, namun ranahnya berbeda.
“Terlepas dari itu (kesamaan symbol dan ideology) sebenarnya ada kesamaan. Tapi kita berbeda. Mereka ranahnya adalah partai kita organisasi pergerakan mahasiswa. Tapi gini yang perlu ku tegaskan. Ketika kader GMNI itu masuk ke PDIP itu gajadi masalah. Tapi bukan berarti GMNI itu organisasi sayap atau anakan dari PDIP,” ujarnya dengan tegas. “Maksudnya itu bawa-bawa nama pribadi gitu loh,” Maria menyambut pernyataan Harangan.
Hotma, dari GMKI pun mengatakan bahwa tidak ada hal yang seperti itu, mereka berjalan karena memang untuk perkumpulan, untuk berdiskusi tentang negara Indonesia. “Itu gak ada kerjasama sama partai manapun,”ujarnya memotong pertanyaan yang dilontarkan.
Dilematis Pergerakan Organisasi Ekstra
Saat menyelesaikan tulisan ini, kami sempat mencoba mendatangi kantor Dikti di Jakarta Selatan, untuk meminta pendapat mengenai pelarangan kegiatan organisasi ekstra dan keberadaan partai politik di kampus pada 20 Mei 2018. Sayangnya,Intan Ahmad selaku Direktur Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti sedang tidak ada di tempat.
Kami sudah mencoba kembali menghubungi Intan melalui email, namun hingga tulisan ini diterbitkan, kami tidak mendapat respon darinya. Menristekdikti sendiri melalui peraturan yang dikeluarkannya melarang aktifitas organisasi ekstra kampus melakukan kegiatan politik praktis di dalam kampus juga pelarangan partai politik masuk kampus.
Aturan yang mengatur tentang kegiatan organisasi mahasiswa ekstra kampus tercantum dalam SK Dirjen Dikti Nomor 26/DIKTI/KEP/2002 yang berbunyi “Melarang segala bentuk organisasi ekstra kampus dan Partai Politik membuka Sekretariat (Perwakilan) dan atau melakukan aktivitas politik praktis di kampus”. Selain itu, dalam Peraturan Rektor Universitas Padjadjaran Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (4) berbunyi “Organisasi Kemahasiswaan tidak berafiliasi dengan organisasi ekstra kampus dan partai politik”.
Jika dibandingkan dengan kenyataan di lapangan, aturan-aturan di atas tampaknya tidak sepenuhnya berjalan dengan semestinya. Organisasi-organisasi ekstra kampus masih dapat melakukan kegiatan di dalam kampus dengan kerjasama dengan organisasi kemahasiswaan intra kampus. “Kegiatan kita di luar kampus, tapi ketika ngadain acara di dalam kampus, kita kerjasama. Kajian misalnya, ya kita sama BEM. Toh nyatanya di FIB (mengadakan kegiatan) bareng BEM GAMA disetujui Dekanat,” ungkap Yunus.
Senada dengan Yunus, Hotma juga mengatakan pihak GMKI dalam setiap kegiatan independennya selalu mengadakan di luar Unpad sehingga seharusnya tidak jadi masalah. “Sebenarnya itu juga yang dipermasalahkan GMKI secara nasional. Pengurus pusat itu sudah audiensi ke istana negara untuk bertemu dengan presiden dan salah satu poin yang didiskusikan adalah larangan organisasi ekstra kampus untuk masuk ke dalam lingkungan kampus,” kata Hotma.
Tri Hanggono selaku rektor Unpad, di acara Safari buka puasa bersama di Fikom Unpad, 24 April 2018 memberikan tanggapannya perihal keberadaan organisasi ekstra kampus. Menurutnya, keberadaan mereka tidak pernah dilarang ada di Unpad, mahasiswa pun diperbolehkan untuk ikut dalam organisasi-organisasi ekstra yang ada.
“Pada prinsipnya sebagai mahasiswa, selalu kita berikan kebebasan mereka mengekspresikan kapasitasnya atau idenya atau kreatifitasnya untuk berorganisasi kemana saja. Boleh saja, hanya saja pada saat penyediaan fasilitasi kita harus punya prioritas—satu itu, kedua tadi—sebenarnya aspek pelarangannya itu, saat satu kita izinkan segitu banyak organisasi harus diizinkan kita akan jadi kerepotan nanti. Sisi lain sebetulnya di dalam kampus kan udah ada fasilitasinya,” ujar Tri.
Ia pun mempertanyakan akan prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh organisasi-organisasi ekstra yang ada. Hal ini menambah alasan mengapa ia tidak mengizinkan keberadaan organisasi ekstra di Unpad. “Kita lebih memilih aspek sisi akademiknya utamanya, karena berorganisasi di kampus juga bagian dari akademik, itu dasarnya,” Tri menambahkan.
Kegiatan politik praktis dalam kampus menurutnya juga bukan hal yang baik. Menurutnya, kampus bukan untuk disisipi kegiatan berpolitik praktis. Belajar di bidang akademik dan menjadi mahasiswa yang mumpuni di bidangnya masing-masing menjadi pilihan utamanya memberikan pembelajaran pada para mahasiswa. Menurutnya kampus pun sudah memfasilitasi mahasiswa untuk bisa berorganisasi dengan adanya organisasi-organisasi intra kampus.
Mustabsyirotul Ummah Mustofa, pemerhati politik praktis dalam kampus dan dosen di Prodi Ilmu Politik FISIP Unpad, menyatakan organisasi ekstra kampus seharusnya menjadi salah satu laboratorium mahasiswa untuk mempraktikan ilmu, pendidikan, pengetahuan tentang keorganisasian atau semua pengajaran yang telah didapatkan di kampus.
“Kalau hanya bergerak di internal kampus, khazanahnya kurang. Jadi ketika keluar, ketemu banyak komponen masyarakat, banyak elemen, kan heterogen yah kalau organisasi ekstra kampus itu, malah justru bagus, untuk saling bekerjasama dan saling kolaborasi,” katanya saat diwawancarai di ruang prodi Ilmu Politik Fisip Unpad.
Mengenai pelarangan aktivitas politik praktis organisasi mahasiswa ekstra kampus di dalam lingkungan kampus sendiri, dosen yang juga akrab di sapa Sita itu mengatakan, konsep politik praktis yang dimaksudkan Dikti di sini masih kabur.
Sulastomo dalam buku Hari-hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru Sebuah Memoar menuliskan pengertian dari politik praktis. Dalam buku tersebut, politik praktis dikatakan sebagai setiap upaya biasanya dilakukan oleh organisasi politik dalam rangka menyusun kekuatan (politik) dan menggunakan kekuatan dengan tujuan: memegang kekuasaan negara atau turut di dalamnya.
Aturan yang sebenarnya bertentangan dengan hak kebebasan berserikat yang diatur dalam Undang-undang ini menurut Sita seharusnya tidak jadi penghalang bagi organisasi ekstra kampus.
“Konstitusi kan mengizinkan untuk masyarakat berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat.Artinya setiap organisasi apapun diperbolehkan. Apalagi kita posisinya di perguruan tinggi yang notabenenya kajiannya itu keilmuwan dan itu dibebaskan. Jadi masih bisa dibantah (aturan Dikti) dalam artian konstitusi kita masih lebih tinggi untuk menjunjung kebebasan berorganisasi itu,” ujar Sita.
Dilema lainnya yang dirasakan organisasi ekstra kampus adalah tentang sentimen masyarakat kampus yang mengatakan bahwa organisasi ekstra kampus identik dengan hubungan dengan partai politik. Sita menyatakan, hubungan afiliasi antara partai politik dengan organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal kampus seharusnya menjadi hal yang wajar-wajar saja.
Menurutnya, universitas merupakan sumber bibit dari calon politisi dan selayaknya bibit politisi tersebut diambil dari universitas. Ia mengatakan, seharusnya kaderisasi politik itu mulai lahir dari kampus. Dengan demikian, partai politik dan pejabat publik di negeri ini akan diisi oleh orang-orang yang memang punya kapabilitas dan kualitas.
Tanggapan Mahasiswa Unpad Dengan Keberadaan Organisasi Ekstra di Unpad
Kami melakukan survei dengan responden yang berasal dari masing-masing fakultas yang ada di Unpad menanggapi keberadaan organisasi ekstra. Survei ini dilakukan dengan metode random sampling dan disebar melalui google docs, dan inilah hasil yang kami dapatkan:
Nadhen Ivan/Apriliani Alin
Editor: Ananda Putri