Menjawab Mana yang Baik dan Buruk Bersama Gaspar

Judul               : 24 Jam Bersama Gaspar: Sebuah Cerita Detektif

Pengarang       : Sabda Armandio Alif

Penerbit           : Buku Mojok, Yogyakarta

Bulan Terbit    : April 2017

Ukuran              : 13 x 19,5 cm

Tebal Buku        : 228 halaman

Harga                  : Rp 58.000,00

 

Kenapa, sih, harus ada kata baik dan jahat? Kenapa pula kita dibesarkan dengan anggapan bahwa dua kata itu berlawanan seperti hitam dan putih—bahwa kamu hanya akan menjadi entah baik entah jahat, tak bisa jadi keduanya? Semakin dewasa kita diperkenalkan pula orang-orang yang berbuat kejahatan demi kebaikan. Ini, kan, malah semakin membingungkan—bagaimana bisa kata yang berlawanan maknanya bisa jadi pembenaran untuk suatu aksi kata sifat lainnya?

Di atas adalah pertanyaan yang dicoba dijawab Gaspar ketika ingin merampok toko mas milik Wan Ali. Ia lelah dengan cerita-cerita yang di akhirnya menunjukkan pahlawan yang digdaya menyelamatkan dunia. Sekali-sekali lah dunia hancur berkat kejahatan paling hebat yang pernah umat manusia rasakan. Gitu.

Cerita dimulai dengan Gaspar yang sampai di toko mas Wan Ali untuk pertama kalinya. Wan Ali yang saat itu berulang tahun menyambutnya dengan gembira dan memberikannya kue brownies. Kedua orang ini pun bercakap-cakap hingga Gaspar tertarik dengan sebuah kotak hitam yang isinya bisa membuat ‘jangankan pacar, calon mertuamu juga akan minta dikawini.’

Setelah itu, Gaspar pun berencana untuk merampok toko tersebut dalam 24 jam. Ia mulai mencoba mengumpulkan orang-orang yang dapat membantunya merampok toko mas Wan Ali. Walau dirinya sudah ditemani Cortazar–motornya yang dapat berpikir sendiri, ia merasa tetap perlu ditemani. Akhirnya, tiga lelaki, tiga perempuan, dan satu motor pun berkumpul. Mereka adalah Agnes, Kik, Njet, Pingi, Pongo, Cortazar, dan tentu saja Gaspar. Semua karena sebuah kotak hitam.

Novel ini dibangun lewat dua alur yang paralel. Pertama, perjalanan Gaspar mengumpulkan ‘teman-teman’-nya yang dengan mudah dipengaruhinya untuk turut serta dalam perampokan tanpa benar-benar diberitahu rencananya. Kedua, sebuah wawancara polisi penyidik bersama nenek pikun mantan dokter yang menyebalkan minta ampun. Kedua alur ini bahu-membahu menceritakan rencana konyol Gaspar.

Jika kamu pernah nonton Reservoir Dogs-nya Quentin Tarantino, 24 Jam Bersama Gaspar bisa dibilang sebagai adaptasi sekaligus parodi film tersebut. Setiap tokohnya memiliki nama samaran masing-masing tanpa benar-benar mengenal satu sama lain dan ceritanya memiliki rentang waktu yang singkat untuk mengupas segalanya. Pembedanya adalah bagaimana kedua cerita disajikan.

Reservoir Dogs menceritakan sebuah perampokan yang direncanakan matang-matang dan pelakunya adalah orang-orang yang setidaknya pernah terlibat dalam dunia rampok-merampok. Di 24 Jam Bersama Gaspar, perampokan seperti dilakukan secara serampangan, otodidak, dadakan, dan bergegas seakan-akan Gaspar hanya iseng bangun di suatu hari dan berpikir, “Wah, kayaknya aku perlu merampok hari ini.”

Apakah berarti Sabda Armandio sebagai penulisnya di sini menulis buku ini secara serampangan? Lho, tidak. Dengan waktu yang singkat itu buktinya setiap karakter yang terlibat di dalam cerita diberikan porsi yang pas untuk membangun karakter masing-masing. Pembangunan karakter ini pun dilakukan dengan cara yang mengikuti alur cerita hingga tidak terkesan dipaksakan.

Ketujuh karakter perampok ditambah Wan Ali sukses menjadi fondasi cerita ini. Humor-humor nyebelin yang diselipkan di mana-mana jadi alasan kamu terus kembali lagi kepada buku ini untuk segera diselesaikan. Humor-humor nyebelin yang bagaimana? Cari akun Twitter penulisnya, @armandioalif, kamu akan mengerti apa maksud saya.

Ada bagian cerita yang menurut saya paling menarik hingga akan diceritakan kembali.

Sesaat setelah berbincang-bincang mengenai kotak hitam keinginan Gaspar, Wan Ali mengajaknya bermain catur. Gaspar bukan orang yang serius menekuni catur untuk dianggap mahir bermain, tapi setidaknya paham dasar-dasarnya. Salah satunya gerak bidak kuda yang selalu bergerak seperti huruf L. Gaspar tahu itu, semua orang tahu itu. Namun, lain dengan Wan Ali. Ia menggerakkan bidak kuda seperti huruf S. Apa alasannya?

“Langkah L itu sengaja diciptakan orang-orang kafir untuk menyisipkan paham Liberal. L untuk Liberalisme. Itu pesan yang sangat jelas. Kau jangan teperdaya muslihat murahan seperti itu.”

Apa yang diocehkan Wan Ali dalam permainan catur ini persis apa kata orang-orang yang menolak vaksin atau menganggap bumi datar karena kepercayaan mereka masing-masing. Kepercayaan yang saklek di dalam tempurungnya itu yang membuat Wan Ali beserta orang-orang sejenisnya menganggap diri mereka orang paling baik sedunia karena ketaatan terhadap kepercayaan.

Bahwa Wan Ali ternyata menyimpan rahasia-rahasia kelam yang menurut orang banyak sebagai sesuatu yang jahat, di dalam otaknya ia akan terus menganggap dirinya paling baik nan saleh. Ini lah yang jadi masalah Gaspar, orang-orang yang melakukan kejahatan demi kebaikan dalam narasi mereka. Ini juga, kan, yang saat ini jadi masalah kita?

(Reza Pahlevi)

Editor: Abdul Manaf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *