Menilik Peraturan dan Rute Baru Odong Unpad

Penuhnya odong di rute Soshum yang berhenti di salah satu titik pemberhentian baru yaitu di depan Fakultas Hukum Unpad. (dJatinangor/Muti)

dJatinangor.com — Angkutan kampus Unpad alias Odong yang telah lama menjadi tulang punggung mobilitas mahasiswa Universitas Padjadjaran, mendapat beberapa pembaharuan aturan sebagai bentuk penyesuaian operasional. Perubahan aturan tersebut meliputi pembuatan titik pemberhentian odong dan percobaan rute baru bagi odong yaitu rute tengah.

Dalam aturan pemberhentian odong, titik pemberhentian ini ditandai dengan hadirnya rambu-rambu yang ada di beberapa titik rute angkutan kampus.Tidak seperti sebelumnya, di mana penumpang dapat naik dan turun sesuka hati sesuai kepentingan pribadi. Kini penumpang hanya diperbolehkan turun dan naik di titik yang sudah ditetapkan.

Kini, terdapat 25 titik pemberhentian odong yang sudah ditetapkan— mencakup rute IPA dan IPS. Titik-titik pemberhentian ini menjadi tempat tetap bagi penumpang untuk naik dan turun dari odong. Hampir tiga minggu sejak diberlakukan, pihak pengelola angkutan kampus masih melakukan berbagai perubahan aturan sebagai bentuk penyesuaian dalam perubahan aturan ini.

Dadang, Koordinator Pengelola Sarana Operasional dan Angkutan Kampus, menjelaskan bahwa perubahan ini adalah upaya untuk memperbaiki sistem transportasi mahasiswa dan salah satu upaya meminimalisir kemacetan di titik-titik tertentu, seperti di putaran rooklyn dan bagian putaran lingkar dalam depan Alfa X. Ia juga menambahkan bahwa meskipun membutuhkan penyesuaian, pemberhentian baru ini akan memberikan manfaat dalam jangka panjang.

Selain memberlakukan titik pemberhentian, pengelola angkutan kampus sempat menerapkan uji coba rute baru untuk angkutan kampus, yaitu rute tengah/ lingkar dalam. Adapun jalur dari rute ini meliputi Bundaran Kandaga – FTG – Bundaran Alfa X Unpad – Putar balik – Bale Santika  – Bundaran Kandaga – Brooklyn. Dadang menyampaikan penerapan uji coba rute baru merupakan upaya mempersingkat waktu tempuh bagi sebagian mahasiswa yang gedung fakultasnya berada di bagian tengah kampus.

“Kita berupaya mempersingkat waktu tunggu para penumpang. Salah satunya adalah dengan uji coba jalur tengah, dia hanya 7 menit. Orang-orang yang bertujuan ke FMIPA lebih cepat sampai sebetulnya.”

Rute ini diuji coba selama satu minggu, mulai dari 11-15 September kemarin. Pihak pengelola angkutan kampus menerangkan hasil dari uji coba dirasa cukup efektif dan memuaskan. 

“Lumayan, efektifnya karena kita menghindari penumpukan di dekat gerlam,” tutur Dadang.

Odong Sebagai ‘Kaki’ Mahasiswa 

Sampai saat ini, odong masih menjadi andalan mahasiswa untuk kebutuhan transportasi mahasiswa di dalam kampus, utamanya bagi yang tak membawa kendaraan pribadi. Layaknya kaki, odong sangat diandalkan dalam mobilisasi mahasiswa sehari-hari. Bahkan dalam realitanya, kehadiran odong memiliki manfaat untuk seluruh civitas akademik kampus.

Seiring dengan bertambahnya usia kampus, secara tidak langsung pengelola angkutan kampus dituntut untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan layanan transportasi. Salah satu langkah yang diambil adalah dibuatnya aturan terkait titik pemberhentian angkutan kampus. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pelayanan dan mencegah penumpang untuk turun atau naik sembarangan.

Hendri, salah satu sopir odong, berpendapat bahwa penting untuk memberikan waktu dan kesempatan bagi mahasiswa untuk beradaptasi dengan perubahan ini. Mereka juga berharap agar mahasiswa mematuhi rambu-rambu dan tata tertib saat naik angkutan kampus.

Hal yang sama juga disampaikan lebih lanjut oleh Dadang, selaku Koordinator Operasional dan Angkutan Kampus. 

“Lebih beratnya itu ketika kita merubah jalur, orang sudah terbiasa yang lama. Pembiasaan itu yang berat. Kalau dilihat di pengumuman, seperti semuanya menolak.” 

Berdasarkan hasil wawancara, beberapa mahasiswa merasa bahwa ini adalah langkah positif untuk mengatasi masalah turun sembarangan. 

Asyifa, selaku mahasiswa pengguna odong, memberikan tanggapan positif atas pembaharuan peraturan ini, “Kalau menurut aku sah sah aja karena aku biasanya gitu, kalau ada yang turun dan tempat yang aku tuju udah deket ya aku turun,” ucap Syifa.

“Karena selama ini juga kalo ada orang berhenti tuh di tanjakan, atau yang jaraknya gak sampe 5 menit. Kayak gitu kasian supirnya. ‘kan gak gampang ya, apalagi kalau di tanjakan,” jelas Syifa.

Terlepas dari respons para pemangku kepentingan, pengelola odong menilai, penting untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak dari perubahan ini agar dapat memenuhi kebutuhan semua pihak.

Reporter: Yoga Firman, Muti Muthmainnah
Editor: Ridho Danu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *