Barisan Prabu dalam acara parade ormawa tingkat universitas bertajuk ‘Student Festival Prabu’ yang dimulai dari Gedung Perpustakaan Pusat Kandaga sampai ke Fakultas Keperawatan, Selasa 22 Agustus 2023. (dJatinangor/Ridho Danu)
dJatinangor.com — Polemik pemberedelan zine milik UKM Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) oleh panitia Prabu 2023 belum usai. Tuntutan yang dilayangkan LPPMD untuk bertanggung jawab dengan membuat klarifikasi dan mengembalikan seluruh barang yang diambil, diabaikan oleh Prabu.
Setelah tenggat waktu 7 hari yang diberikan LPPMD dalam siaran persnya usai, Prabu tak melakukan langkah apa pun, termasuk memberikan permintaan maaf secara terbuka. Barang milik LPPMD yang disita panitia Prabu juga tak kunjung dikembalikan.
LPPMD menegaskan bahwa pihaknya merasa permasalahan belum selesai dan masih akan tetap mengawal isu pemberedelan tersebut. Poin-poin tuntutan yang diminta dari Prabu pun masih sama dengan tiga poin tuntutan awal.
Sebelumnya, keributan antara panitia Prabu 2023 dengan LPPMD terjadi pada parade Student Festival Prabu yang digelar Selasa (22/8) pekan lalu. Keributan muncul akibat poster dan selebaran hasil kajian LPPMD yang diambil secara paksa oleh panitia Prabu 2023.
Tak sampai satu jam setelah berakhirnya parade, muncul sebuah cuitan di akun Twitter Menfess @DraftAnakUnpad, mempertanyakan kericuhan yang terjadi saat parade dan apa isi dari kertas yang membuat para mahasiswa baru diteriaki oleh pihak keamanan untuk mengumpulkan dan tidak menyimpan kertas tersebut. Berdasarkan penelusuran dJatinangor.com, kertas hasil kajian sosial-politik dariLPPMD itu mengangkat isu tentang “Liberalisasi Pendidikan”.
Saat dihubungi, LPPMD menyebut pihaknya mengangkat isu ini karena alasan tingginya biaya pendidikan di Indonesia, khususnya di Unpad, yang tergambar dari banyaknya mahasiswa yang kesulitan untuk melanjutkan pendidikan karena masalah ekonomi. Mengingat tahun ini juga terjadi kenaikan UKT, maka isu ini dianggap cocok bagi mahasiswa baru sebagai target audiensnya.
Cerita Pemberedelan Versi LPPMD
djatinangor.com berkesempatan melakukan wawancara bersama Ketua LPPMD Unpad, Rahsya Nigitama, pada Rabu (23/9) di Sekretariat LPPMD. Ia menceritakan secara lengkap apa yang sebenarnya menjadi penyebab keributan antara pihak keamanan Prabu 2023 dengan LPPMD hari itu.
Student Festival ternyata tak berjalan semulus rencana awalnya. Polemik antara Prabu dan LPPMD terjadi sejak body checking pada pagi hari. Keamanan Prabu mendapati LPPMD membawa beberapa poster yang bertuliskan “Tolak Liberalisasi Pendidikan, Tolak Kuliah Mahal, Kampus Kok Bisnis?” dan “Pendidikan Bukan Komoditi”.
Menurut Prabu, poster-poster tersebut dinilai melanggar aturan karena provokatif sehingga dilarang dibawa pada acara parade. Sementara menurut LPPMD, poster tersebut bukanlah bentuk provokasi, apalagi perlawanan terhadap kampus, melainkan hanya sebuah pengenalan kajian akademik agar mahasiswa baru bisa memahami permasalahan sosial tentang pendidikan yang saat ini sedang dihadapi, utamanya di Unpad.
Ketika dilarang oleh Prabu, LPPMD mempertanyakan apa maksud provokatif yang dilarang oleh Prabu dan bagian mana dari poster mereka yang dianggap provokatif. Saat itu tidak ada jawaban yang bisa diberikan oleh Prabu, sehingga LPPMD memutuskan untuk tetap menggunakan poster tersebut dalam parade.
“Katanya gak boleh kita bawa poster kaya gini, karena provokatif. Tapi, makna provokatif yang dimaksud kan masih rancu, tidak begitu jelas dan terlalu abstrak. Enggak ada kejelasan juga apa yang provokatif dari poster kita,” ucap Rahsya lebih lanjut.
Gesekan kembali terjadi pada pelaksanaan parade di siang hari. Ketika barisan parade LPPMD tiba di sekitar wilayah Bale Santika, dua orang dari divisi keamanan Prabu terlihat menunjuk-nunjuk poster yang dibawa oleh LPPMD. Mengisyaratkan maksud larangan agar tidak menggunakan poster tersebut.
“Mereka bilang kalau ini nggak boleh (bawa poster dan selebaran). Ketika ditanya alasannya, mereka bilang nggak boleh bawa isu UKT kata rektorat,” tutur Rahsya.
Rahsya menyebut, ketika LPPMD meminta penjelasan, pihak Prabu lagi-lagi tidak bisa menjelaskan secara spesifik bagian mana yang dianggap sebagai bentuk provokasi dan agitasi. Meski demikian, poster yang mereka bawa tetap diserahkan kepada panitia agar menghindari keributan yang akan menghambat laju parade, tetapi tidak dengan selebaran berisi kajian yang juga dibawa LPPMD.
LPPMD kemudian meneruskan berjalan di parade dan membagikan selebaran hasil kajian kepada para mahasiswa baru. Tak lama setelahnya, panitia kembali menghampiri barisan dan mengambil secara paksa kertas-kertas kajian tersebut tanpa dialog, kemudian bertanya dengan cukup keras
“Ini tulisan apa? Ini tulisan apa?,” teriak panitia tersebut.
Kemudian, selebaran kajian yang dipegang oleh Rahsya diambil secara paksa oleh panitia tersebut. Ia juga meneriaki para mahasiswa baru untuk tidak menyimpan selebaran tersebut dan mengembalikannya kepada panitia. Kejadian ini memicu keributan cukup panjang yang terjadi tepat di depan barisan para mahasiswa baru.
“Saat itu aku tanya balik, kenapa nggak boleh bawa isu UKT? Apakah kita nggak punya kebebasan berekspresi di kampus? Tapi nggak ada jawaban sama sekali dan tetap diambil paksa,” tutur Rahsya.
Rahsya kemudian mencoba menjelaskan bahwa kertas tersebut hanyalah publikasi hasil kajian dari LPPMD dan telah dikirimkan satu hari sebelumnya kepada pihak Prabu yang berperan sebagai Liaison Officer (LO) dari LPPMD. Namun, tak ada jawaban apapun yang diterima dari Prabu, termasuk tidak adanya pelarangan.
Diketahui, pihak panitia Prabu 2023 dengan para ormawa sebelumnya telah menandatangani nota kesepakatan terkait pelaksanaan Student Festival. Salah satu isinya adalah tentang larangan ormawa membawa atau menggunakan barang-barang yang dianggap mengandung unsur provokasi dan agitasi, yang termuat dalam pasal kesembilan.
Rahsya menuturkan, setelah parade selesai memutar dan kembali ke Fakultas Keperawatan, LPPMD langsung mengadukan kejadian tersebut kepada perwakilan BPM. Kemudian dilakukan mediasi secara singkat yang diwakili oleh departemen KPSDM BEM Kema Unpad, sebagai departemen yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Prabu.
Puncaknya, LPPMD mengeluarkan siaran pers yang mengecam tindakan pemberedelan oleh Prabu 2023. Dalam siaran pers nya, LPPMD mengungkapkan sedikit kronologi yang terjadi untuk meluruskan opini liar yang bertebaran di media sosial. Mereka juga melayangkan tuntutan untuk segera mengembalikan segala aset yang diambil oleh Prabu dan menuntut panitia untuk memberikan klarifikasi secara terbuka.
Untuk mengonfirmasi lebih lanjut terkait kejadian ini, dJatinangor.com telah beberapa kali mencoba menghubungi Project Officer dan Kepala Divisi Keamanan Prabu 2023. Namun, hingga berita ini diterbitkan, tidak ada jawaban apapun dari keduanya.
Tindak Lanjut BEM dan BPM Kema Unpad
Ketua BEM Kema Unpad, Haikal Febrian Syah, mengakui bahwa kejadian pembredelan tersebut adalah kesalahan prosedur. Dirinya juga menyayangkan sikap yang dilakukan oleh panitia Prabu terhadap LPPMD.
“Itu akan jadi evaluasi, karena teknis pengambilan (poster dan selebaran) di lapangan itu diakui kurang sopan cara pengambilannya,” ucap Haikal.
Ketika ditanya perihal muatan isu kampus yang dibawa oleh LPPMD, Haikal menegaskan bahwa tidak pernah ada hitam di atas putih terkait larangan bahwa tidak diperbolehkan membawa isu kampus, termasuk isu UKT. Ia menduga pasti ada niatan dari pihak kampus untuk menjaga nama baik di depan para mahasiswa baru, tapi isu UKT bukanlah pertama kalinya muncul di Unpad, mengingat sejak awal pun sudah ada pengawalan isu UKT di Unpad.
Haikal menyebut BEM Kema Unpad dan LPPMD Unpad selama ini memiliki hubungan baik dan seringkali saling membersamai satu sama lain dalam berbagai aksi karena keduanya memiliki nilai-nilai kemasyarakatan yang sama. Namun, Ia menyayangkan tidak adanya informasi mengenai mediasi yang telah dilakukan oleh LPPMD dan KPSDM BEM Kema Unpad dalam siaran pers tersebut. Ia menilai tidak adanya informasi ini berpotensi membuat opini publik menjadi ‘bola liar’.
Meski demikian, Haikal menegaskan bahwa permasalahan ini harus diselesaikan agar tidak menimbulkan keresahan baru bagi Kema Unpad. Ia pun menyatakan telah menginstruksikan jajaran panitia Prabu 2023 untuk segera berkomunikasi dengan pihak LPPMD.
“Harus segera diselesaikan agar tidak berkepanjangan dan asumsi publik menjadi liar, itu kan berbahaya. Bukan cuma buat BEM Kema dan Prabu, tapi juga nama Unpad atas kebebasan berekspresi di kampus,” ucap Haikal.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua BPM Kema Unpad, Attur Mehta, menyebut pihaknya akan menindaklanjuti polemik yang terjadi. Dirinya menegaskan bahwa BPM akan menjembatani penyelesaian masalah antara LPPMD, Prabu, dan KPSDM BEM Kema Unpad.
Ia juga menambahkan bahwa panitia Prabu harus segera memenuhi tuntutan LPPMD untuk memberikan klarifikasi secara terbuka, karena kejadian tersebut juga dilakukan di ruang terbuka.
“BPM dan BEM akan menunggu apakah Project Officer akan melakukan pergerakan atau tidak. Kalau nggak ada, akan kami (BPM) panggil pada saat Rapat Dengar Pendapat,” jelas Attur.
Attur juga menambahkan bahwa kejadian tersebut akan menjadi evaluasi dan akan mengundang jajaran pimpinan PO Prabu beserta KPSDM BEM Kema Unpad untuk mendiskusikan banyak hal, agar kerancuan yang menjadi masalah bisa dibuat lebih jelas di kemudian hari.
Pada akhir wawancara dengan LPPMD, Sekretaris Umum LPPMD, Noki Dwi Nugroho, menjelaskan bahwa bentuk aktivitas yang dilakukan oleh LPPMD sejatinya bukanlah bentuk provokasi dan LPPMD bukanlah organisasi yang berbahaya bagi kampus, apalagi mahasiswa.
“Kami tuh cuma UKM biasa, yang sebagai lembaga kajian, ingin menjelaskan sembari belajar bersama. Nah salah satu yang kami kaji adalah tentang mahalnya biaya pendidikan karena fenomena liberalisasi pendidikan. Nah, liberalisasi pendidikan itu apa sih? Hal-hal itu yang kami coba bagikan kepada maba,” ucap Noki Dwi Nugroho, Sekretaris Umum LPPMD.
Noki juga menegaskan sekali lagi bahwa pihaknya tidak akan berhenti menuntut Prabu atas kejadian pemberedelan tersebut. Hal ini dikatakan karena belum adanya itikad baik dari Prabu untuk menyelesaikan dalam masalah ini.
“Kalau misalnya pengaduan kami terhadap BPM pada hari-H dianggap sebagai penyelesaian, bagi kami itu bukan sebuah penyelesaian dan belum selesai sama sekali permasalahannya,” tutup Noki.
Penulis: Ridho Danu Prasetyo
Editor: Ridwan Luhur