Tim Giantree saat berkunjung ke RW 02 Cipamongkolan Bandung dan melihat budidaya Black Soldier Fly (BSF) di daerah tersebut. (Sumber: Dokumentasi pribadi Shafa Dewi Nugroho)
Dewasa ini, dilansir dari cendananews.com peternak unggas banyak yang gulung tikar karena biaya hasil ternak unggas tidak sebanding dengan biaya operasional yang telah dikeluarkan. Harga pakan ternak memang cukup mahal, belum lagi ketika musim penghujan yang bersamaan dengan musim tanam, dedak dan bekatul cukup sulit untuk diperoleh.
Dunia juga sedang diramaikan dengan konsep pelihara lingkungan, zero plastic, zero waste dan lain sebagainya. Konsep ini mendukung program Suistanable Development Goals (SDGs) yang diterapkan oleh PBB, yaitu food waste reduction. Menurut Herlina, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran yang dihubungi via Whatsapp (1/4/2020), “Maksud PBB memasukkan food waste reduction kedalam SDGs adalah mengingatkan bahwa sebagian besar penduduk di dunia maju banyak membuang sisa makanan mereka, sedangkan sebagian penduduk di belahan dunia lain mengalami kelaparan.”
Bermodal ilmu pengetahuan dan keinginan untuk mengabdikan diri kepada negeri, Giantree hadir dengan penemuannya, yaitu formula pakan alternatif dari ampas tahu, sisa sayuran dan Black Soldier Fly (BSF) sebagai solusi dari lonjakan harga pakan ternak di Indonesia dan pemeliharaan lingkungan. Banyaknya sisa makanan yang dibuang akan lebih baik jika dimanfaatkan kembali melalui program pembuatan pakan alternatif ini.
Pakan Hewan Alternatif Menggunakan BSF
Giantree mulai menemukan ide produk ini pada bulan September 2019. Ide yang muncul pertama kali adalah BSF atau Black Soldier Fly. Ketika itu BSF sedang ramai sekali dibicarakan di dunia bisnis. BSF memakan sisa-sisa sampah organik dan sangat bernilai ekonomis jika dibudidayakan.
Ampas tahu dan sisa-sisa sayuran merupakan sampah yang biasanya dibuang oleh penjual. Tapi ternyata, sampah itu masih bisa dimanfaatkan dengan baik dan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomis. Disinilah muncul ide untuk membuat pakan ternak dari ampas tahu beserta sisa-sisa organik ditambah BSF.
Pada bulan Februari 2020 lalu, proses uji coba produk Giantree telah selesai dialakukan. Proses uji coba dilanjutkan kembali dengan penambahan BSF yang memiliki nutrisi tinggi agar pakan yang dihasilkan juga memiliki protein yang tinggi. Akan tetapi produksi pakan ternak alternatif ini belum dilakukan kembali karena terhalang oleh pandemi Covid-19 atau virus corona.
“Sebenernya habis dari produksi terakhir yang udah dites (uji coba), kita belum ada produksi lagi. Karena kemarin itu kita sibuk mempersiapkan lomba dan juga ada kasus corona ini ‘kan. Produksi kita benar-benar harus berada di lapangan langsung tidak bisa online tentunya. Produksi kita juga di Jatinangor, maka dari itu produksi pakan ternak alternatif ini ditunda terlebih dahulu,” jelas Shafa Dewi Nugroho, mahasiswa ITB yang merupakan anggota tim Giantree pada saat dihubungi melalui Whatsapp (28/02/2020)
Shafa juga menambahkan, pakan ternak berkonsep zero waste ini akan diproduksi massal. Akan tetapi, waktu produksi dan pemasaran produk tersebut belum ditentukan akibat adanya pandemi Covid-19 di Indonesia. Namun, pemasaran ditargetkan dapat dilakukan mulai tahun ini.
Cara Pembuatan Pakan Alternatif
Pakan ternak alternatif buatan tim Giantree yang sudah selesai diproduksi.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan alternatif ini ialah ampas tahu, ampas kelapa, sampah sayuran hijau, dedak dan pastinya ditambah BSF. Lima bahan tersebut dicampur sesuai dengan formulasi atau takaran yang sudah ditentukan.
Proses produksi dari pakan ternak alternatif ini dimulai dengan mengumpulkan bahan baku. Bahan baku bisa didapatkan dari pabrik tahu, pasar tradisional, dan penjual dedak. Sementara BSF didapatkan dari peternak BSF.
Setelah proses pengumpulan bahan selesai, langsung menuju proses fermentasi seluruh bahan. Lalu dilanjutkan dengan pencampuran hasil fermentasi tersebut dengan BSF. Dalam waktu kurang lebih 4-7 hari, produk siap digunakan.
Zero waste, Food Waste dan Peluang Bisnis di Indonesia
Menurut Herlina, fenomena food waste reduction di Indonesia secara tak sadar sudah sejak lama dilakukan. Hal tersebut terlihat dari masyarakat zaman dahulu. Sisa nasi dibuat menjadi rengginang, sisa bekatul padi menjadi meniran, dan lain sebagainya. Akan tetapi nilai tersebut sudah mulai bergeser seiring dengan perkembangan zaman.
Fenomena food waste di Indonesia merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Seperti apa yang dikatakan Shafa, food waste di Indonesia ini masih sering disepelekan oleh masyarakat Indonesia. Konsep zero waste pada pakan ternak ini diambil karena permasalahan lingkungan masih menjadi masalah yang besar untuk Indonesia. Hal tersebut diharapkan dapat membantu Indonesia dalam skala besar dan bisa menjadi bisnis yang profitable.
Shafa berbagi cerita mengenai keberhasilan RW 02 Cipamongkolan Bandung dalam usaha untuk mengurangi sampah. Hal tersebut dilakukan melalui program pengolahan sampah organik menggunakan BSF. Pembudidayaan BSF dan pengolahan sampah organik ini tidak membutuhkan tempat yang luas, Hasil dari program tersebut adalah pupuk organik yang dapat digunakan oleh masyarakat. Sehingga TPS yang berisi sampah di daerah tersebut bahkan nyaris kosong.
Herlina selaku dosen Ilmu Komunikasi yang juga merupakan aktivis lingkungan menyatakan, “Budi daya maggot (black soldier fly) dalam pengelolaan sampah bukan hal baru di Indonesia. Sisa sisa maggot biasanya digunakan untuk pakan lele, bebek dan ayam oleh pengelola maggot ini. Namun hingga saat ini belum banyak yang membuatnya dalam skala besar. Akan sangat bagus jika teman teman dari ITB mampu mengembangkan budi daya maggot ini untuk skala besar karena peternak tidak perlu membeli pakan ternak yang mahal.”
“Selain itu juga, karena kita melihat tren bisnis sekarang itu udah ke konsep yang green business banget, bahkan bisnis yang ga ada hubungannya sama lingkungan, itu pasti harus ada sustainability report-nya. Jadi sekarang yang namanya lingkungan udah bener-bener diperhatikan banget sama negara kita,” kata Shafa.
Herlina juga mengatakan bahwasannya bisnis dengan menggunakan konsep food wasting management akan menguntungkan di masa depan. Negara juga akan mendapatkan keuntungan jika dikelola secara profesional dan tidak ada kebocoran anggaran. “Di masa depan, perusahaan yang patuh pada pengolahan sisa makanan atau food wasting management akan menjadi garda depan dalam ketahanan pangan dan akan menjadi perusahaan yang dicari oleh masyarakat. Perusahaan seperti ini sebaiknya mendapat insentif baik modal, alat dan apresiasi dari pemerintah,” jelas Herlina.
Penulis : Adinda Afifah Damayanti dan Fariza Rizky Ananda
Editor: Putri Shaina Madani R.