MWA-WM Dalam Pusaran Rangkap Jabatan

Kantor Majelis Wali Amanat yang berada di Jalan Cimandiri no. 14, Bandung, Jawa Barat. Dalam praktiknya, Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM) terkendala dalam pemegang jabatannya. Foto: Reza Pahlevi

Selasa (28/3) petang, Sekretariat BEM Kema Unpad terlihat masih ramai. Sekumpulan mahasiswa yang sedang rapat membentuk lingkaran di dalam ruangan. Dua orang lainnya berada di luar. dJATINANGOR menemui mereka dan menyampaikan tujuan kami. Beberapa saat kemudian, seorang mahasiswa keluar dari ruang itu. Dia adalah Novri Firmansyah, Ketua BEM Kema Unpad periode 2017.

Sebagai Ketua BEM yang naik menggantikan Navajo, Novri tidak hanya bertugas memimpin lembaga eksekutif mahasiswa tingkat universitas. Ada tanggungjawab lain yang harus diembannya, yaitu menjadi wakil mahasiswa dalam Majelis Wali Amanat. Selain karena jabatannya itu, Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM) menjadi tanggungjawab Novri juga karena Peraturan Senat Akademik Nomor 3 Tahun 2015 yang mengatur bahwa MWA-WM adalah ex-officio Presiden BEM Kema Unpad.

Belakangan, diketahui bahwa hal ini membuat Novri dilema sebab pihak mahasiswa bersikukuh bahwa MWA-WM dan Ketua BEM seharusnya tidak dijabat oleh orang yang sama. Sikap mahasiswa itu tercermin dalam Peraturan Dasar (Perdas) Keluarga Mahasiswa (Kema) Unpad Bab 10 yang disepakati oleh para perwakilan lembaga di Unpad yang menghadiri  Sidang Awal Tahun pada 27 Mei 2016.

Bab itu mengatur bahwa MWA-WM merupakan sebuah lembaga tersendiri. Mahasiswa yang menjabat sebagai MWA-WM dipilih secara langsung dalam Pemilihan Raya Mahasiswa (Prama). Sebagai bagian dari Kema Unpad, Novri diharuskan pula menaati Perdas itu. Dalam dilemanya, ia kemudian memilih mengikuti aturan Perdas.

“MWA-WM itu diatur dalam Perdas (Peraturan Dasar Kema Unpad). Tapi, di Perdas itu ada BK (Badan Kelengkapan) MWA. MWA-nya harus unsur mahasiswa yang dipilih langsung, bukan Ketua BEM yang ditunjuk (dipilih dalam Prama),” ujar Novri.

Hal itu kerap Novri sampaikan pada berbagai pertemuan antara mahasiswa dengan pihak kampus belakangan ini, terutama pada Forum Aspiratif “Satu Hari Bersama Bapak”, Rabu (19/3), dan acara lanjutannya, Sabtu (22/4). Nampaknya, ia ingin memperjelas bahwa jabatan MWA-WM adalah ranah kerja tambahan yang seharusnya tidak dimasuki dirinya.

***

dJATINANGOR menemui pula Ketua BPM Kema Unpad periode 2017 Alifya Ihya Muhammad di Sekretariat BPM Kema Unpad, Jumat (31/3), untuk menanyakan perihal MWA-WM.

“Kami ingin mengubah (rangkap jabatan) itu. Saya sama Novri sepakat ingin merubah itu. Sepakat baiknya (MWA-WM) gak ex-officio (Ketua BEM),” ujar Alif. “Tapi kami bertahap, gak janji  tahun ini MWA-WM sudah berjalan. Harapannya tahun depan sudah bisa berjalan karena ini prosesnya panjang. Kami sedang pendekatan dengan MWA lainnya dan menguatkan argumen,” tambahnya.

Selama ini, Alif mengaku, ia telah berusaha melobi ke MWA unsur masyarakat, alumni Unpad, Rektor, dan Senat Akademik. “Kalau saya sama Novri, bahasan utamanya gimana caranya kami bisa mengubah (keputusan rangkap jabatan itu).”

“Tahun ini harapannya kami bisa mengubah itu (rangkap jabatan MWA-WM dan Ketua BEM) karena belum ada (peraturan MWA mengenai itu). Kemarin baru ada statuta, peraturan senat akademik,” kata Alif. “Lebih baik kami mengadakan mekanisme lagi, kayak waktu itu (2015).”

Alif berpendapat ranah kerja Ketua BEM yang berposisi sebagai eksekutif di kalangan mahasiswa berbeda dengan ranah kerja MWA-WM yang berposisi sebagai legislatif dalam struktur pembuat kebijakan di Unpad. “Tugasnya (Novri sebagai Ketua BEM dan MWA-WM) akan sangat berat sekali dan bisa jadi bertentangan. Yang terjadi sekarang kan bertentangan,” ujar Alif.

Hal itu, menurutnya, bertentangan dan akan menambah beban mahasiswa yang memangku kedua jabatan itu sekaligus. Alif menambahkan, permasalahan seputar rangkap jabatan Novri sebagai Ketua BEM sekaligus MWA-WM itu juga membuat Novri tertekan dari dua sisi.

“Novri curhat, dia ada dua sisi. Ketika di mahasiswa (sebagai Ketua BEM), dia harus menghakimi keputusannya sendiri dan MWA lainnya di sana. Ketika di sana (di rapat MWA sebagai MWA-WM), dia bawa kegelisahan mahasiswa,” papar Alif.

“Tapi kalau yang dia bawa itu salah, tidak terwujud di sana (di rapat MWA), ya apa boleh buat. Namanya juga collective collegial. Semua boleh berpendapat, menyampaikan, dan keputusan ada di tangan semuanya,” tambah Alif.

Alif yakin bahwa bila nanti MWA-WM dipilih dengan mekanisme lain, misalnya lewat Prama, hal di atas tidak akan terjadi. “Sementara, kalau dia buat mekanisme yang lain (dipilih lewat mekanisme berbeda-red), maka dia akan mencoba mencari ranah yang objektif,” kata Alif.

***

Suasana di Bale Sawala, Sabtu (22/4) siang terasa gerah. Bukan karena alat pendingin ruangan yang tidak berfungsi dengan baik, melainkan diskusi antara pihak mahasiswa dan Rektor Tri Hanggono Achmad yang terasa semakin panas. Berondongan pertanyaan juga keinginan mahasiswa akan penyelesaian masalah di Unpad tidak dijawab dengan memuaskan oleh Rektor.

Padahal, ketika itu, jarum pendek jam sudah melewati angka 1. Forum harus diakhiri dengan ketidakpuasan karena sebelum acara itu dimulai, Rektor menyatakan bahwa diskusi selesai pada pukul 13.00 WIB.

Setelah jawaban kesekian untuk pertanyaan kesekian dari mahasiswa, Tri pun menyatakan bahwa tanya jawab sudah selesai dan memanggil Ketua BEM Novri Firmansyah untuk maju. Novri lalu maju sambil membawa sebuah map berisi nota kesepahaman.

(Zuhhad A.)

Editor: Lia Elita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *