Massa aksi peringatan International Women’s Day melakukan long march dari Monumen Perjuangan melewati Jalan Raya Dago menuju Gedung Sate, Rabu 8 Maret 2023. (dJatinangor/Azam Dienullah)
Rangkaian aksi International Women’s Day 2023, Rabu (8/3) dimulai dengan long march massa aksi dari Monumen Perjuangan sampai ke Gedung Sate, Kota Bandung. Aliansi Mahasiswa Unpad yang dikomandoi oleh BEM Kema Unpad memutuskan untuk menarik diri dari long march karena menolak isu terkait LGBTQ yang dibawa oleh Komite Simpulpuan.
Aksi peringatan IWD membawa banyak tuntutan yang menyuarakan kesejahteraan perempuan, yang dihimpun dan disusun oleh Aliansi Simpulpuan. Salah satu poin tuntutan tersebut berbunyi “Tolak UU Anti LGBTQ+” yang menyuarakan penolakan peraturan diskriminatif bagi para queer (istilah untuk non-heteroseksual).
Aliansi Mahasiswa Unpad, berdasarkan Forum Kastrat (Forkas) yang digelar oleh BEM Kema Unpad bersama dengan perwakilan BEM Fakultas memutuskan mengambil sikap tersendiri dan membawa tuntutan yang berbeda dengan Simpulpuan, salah satunya ialah menolak poin tuntutan yang memuat tentang LGBTQ.
“Ada perdebatan yang cukup sengit (dalam Forkas), ada pandangan yang berbeda-beda. Dari teman-teman fakultas belum sepenuhnya menyetujui adanya muatan isu LGBTQ. Karena kami di sini kan adalah mewakili Kema, pada akhirnya, hanya keempat ini yang cocok untuk Unpad bawa.” ucap Iqbal, Kepala Departemen Proaksi BEM Kema Unpad.
Sebagai gantinya, poin terkait LGBTQ tersebut diganti muatannya menjadi “Menolak segala peraturan yang diskriminatif” tanpa menyebutkan siapapun secara spesifik agar lebih umum dan meluas.
“Pada akhirnya, kan tidak bisa (menolak ikut aksi). Kita harus tetap mewadahi mereka (perempuan di Unpad), perempuan saat ini dirasa masih tertindas dan terdiskriminasi. Maka dari itu, kita menjadi wadah mereka, membersamai mereka (dalam aksi ini),” lanjut Iqbal.
Titik puncak dinamika tersebut ialah ketika beberapa jam menjelang pelaksanaan aksi, massa aksi dari Aliansi Mahasiswa Unpad yang saat itu berkumpul di IKA Unpad Dipatiukur, memutuskan untuk menarik diri dari rombongan aksi yang akan melakukan long march ke Gedung Sate.
Iqbal mengaku bahwa sikap penarikan diri tersebut merupakan saran langsung dari koordinator lapangan Simpulpuan.
“Kita sudah berkoordinasi (dengan Simpulpuan), bagaimana kita bisa tetap membersamai Simpulpuan, tapi juga tidak merugikan bagi Kema Unpad itu sendiri. win-win solution nya bagaimana. Korlap Simpulpuan kemudian menyarankan untuk langsung saja ke Gedung Sate.” jelas Iqbal saat dimintai keterangan oleh tim dJatinangor.
Girl Up Unpad Tetap Pada Jalur Awal
Berbeda dengan sikap menarik diri yang diambil oleh BEM, Girl Up, sebagai komunitas perempuan Unpad pada akhirnya tetap berpegang pada tuntutan awal yang dibawa oleh Komite Simpulpuan. Namun, Girl Up melakukan long march tersendiri terpisah dari massa aksi Simpulpuan.
“Karena kepentingan kolektif, kita menyuarakan apa yang sudah dibawa oleh Simpulpuan.” jelas Rustu, Presiden Girl Up Unpad, saat diwawancara oleh tim dJatinangor.
Rustu menerangkan, memang ada perbedaan pendapat dan pandangan antara Girl Up dengan BEM Kema Unpad. Baginya, itu hal yang biasa. Sebagai sesama pejuang yang membawa nama Unpad, Girl Up akan tetap mendukung BEM Kema Unpad.
“Mau BEM Kema memiliki stand apapun, GU akan mendukung selama itu mendukung hak-hak kaum yang termarjinalkan. Namun, ada perbedaan pandangan, ada hal yang teman-teman GU perjuangkan, tapi belum bisa diperjuangkan juga oleh BEM Kema Unpad.” ucap Rustu.
Rustu juga menerangkan bahwa Girl Up sebenarnya menolak wacana perubahan poin tuntutan oleh BEM, namun karena dinamika di dalam Forkas, akhirnya isu terkait LGBTQ tidak bisa terlalu disuarakan.
Pada akhirnya, Rustu berharap tujuan dari aksi International Women’s Day untuk mencapai kesetaraan dapat terwujud dan tidak ada lagi penindasan ataupun diskriminasi kepada pihak-pihak manapun.
“Gak akan ada yang namanya bebas dari penindasan, kalau masih ada satu atau dua pihak yang belum bebas. Aku berharap, identitas apapun itu, latar belakang apapun itu, kita harus saling support, sampai pada akhirnya nanti kita akan mencapai kesetaraan,” tutup Rustu.
Penulis: Ridho Danu Prasetyo