Polemik Parkir Berbayar dan Misteri Uang Setoran di Fikom Unpad

Parkiran depan Fikom Unpad yang menimbulkan polemik akibat pungutan biaya parkir. Uang setoran dari parkir mahasiswa ke fakultas dipertanyakan keberadaan dan peruntukannya oleh para mahasiswa. (dJatinangor/Nadjwa)

“Dua ribu tuh mahal!” ucap seorang mahasiswa di Fikom Unpad. “Ah.. Cuma dua ribu kok,” ucap seorang lainnya. Terserah kamu ada di golongan mahasiswa yang mana. Tapi yang jelas, banyak mahasiswa Fikom yang penasaran, ke mana sebenarnya perginya uang parkir yang dibayar oleh mahasiswa kepada para juru parkir di Fikom.

Bertahun-tahun lamanya, masalah parkir berbayar menjadi perbincangan dari mahasiswa hingga para dosen. Namun, selama ini hanya berakhir pada pembicaraan semata, tanpa ada penyelesaian dan kejelasan apa pun. Uang parkir yang disetor oleh juru parkir ke fakultas adalah uang mahasiswa. Maka dari itu, perlu ada kejelasan untuk apa sebenarnya penggunaan uang setoran tersebut. Sebuah pertanyaan yang hingga kini masih menjadi misteri.

Sebagian isi tulisan ini telah dibahas lebih detil sebagai pengantar pada artikel tentang juru parkir di Fikom yang terbit pekan lalu.

Awal Mula Parkir Berbayar

Ketika gedung Fikom Unpad berpindah dari Dipatiukur ke Jatinangor pada tahun 1994, pembangunannya menggusur sebuah lahan perkebunan karet beserta rumah milik seorang pekerja kebun karet bernama Babeh Tisna. Kemudian ia diberikan kompensasi berupa uang sejumlah 380 ribu rupiah beserta perjanjian untuk memberikannya pekerjaan di Fikom.

Sejak saat itulah, sejarah kehadiran juru parkir di Fikom Unpad dimulai. Kini, ada tiga juru parkir yang dikenal di Fikom Unpad yaitu Babeh Tisna, Bang Jack, dan Mang Udin.

Hingga saat ini, protes mahasiswa terkait parkir berbayar di Fikom ditemukan dalam berbagai bentuk. Aspirasi yang diajukan lewat jalur advokasi milik ormawa, cuitan mahasiswa dalam media sosial, hingga dalam ruang obrolan sehari-hari. Bentuk tidak terimanya mahasiswa atas parkir berbayar juga terlihat dari membludaknya kendaraan milik mahasiswa di Student Centre agar mendapat akses parkir gratis.

Lahan parkir yang dimiliki oleh Fikom juga selalu menjadi sorotan. Sebuah jalanan aspal dengan kontur tanah yang miring tanpa fasilitas pelengkap apapun di parkiran depan, kemudian lahan parkir yang sebagian dipenuhi tanah becek pada parkiran belakang. Kurang lebih, begitulah gambaran kondisi lahan parkir berbayar di Fikom.

Berbanding terbalik dengan parkiran salah satu tetangga Fikom di jalur Soshum, yaitu Fakultas Hukum (FH) yang lahan parkirnya dinilai bagus dan terawat, serta dilengkapi berbagai fasilitas seperti portal, pos jaga, hingga CCTV. Akses lahan parkir mahasiswa tersebut pun tak dikenakan biaya alias gratis.

Klaim oleh fakultas dan juru parkir soal mahasiswa tidak diwajibkan membayar parkir justru menjadi sebuah pertanyaan. Sebab, menurut laporan yang diperoleh, beberapa mahasiswa seringkali “ditodong” tangan terbuka tanda menagih uang oleh juru parkir. Sementara, aspek keamanan pun masih diragukan karena beberapa laporan kehilangan helm tidak bisa dipertanggung jawabkan oleh juru parkir maupun keamanan.

Konflik kepentingan pun seakan menjadi akar masalahnya. Pihak fakultas menginginkan agar juru parkir yang telah puluhan tahun bekerja tidak kehilangan penghasilan, sementara mahasiswa mengeluhkan keberatannya untuk membayar parkir karena telah membayar UKT. Tahun ke tahun berlalu, polemik terkait parkiran berbayar pun akhirnya tak kunjung menemui titik terang.

Hulu ke Hilir dan Misteri Uang Parkir

Saat ditelusuri oleh dJatinangor, juru parkir mengaku setiap harinya mendapatkan penghasilan dari mahasiswa sejumlah 200 hingga 300 ribu rupiah. Uang hasil parkir tersebut, kemudian dibagikan ke tiga pihak lain setiap harinya. Setoran ke fakultas sejumlah 80 hingga 100 ribu rupiah, serta ke pihak sarpras dan keamanan, masing-masing sejumlah 25 ribu rupiah.

“Tukang parkir nggak ada gaji, malah babeh yang setor ke kampus gimana banyaknya motor aja, nggak diteken (jumlah setorannya). Bebas (nominalnya), cuma kita ada ngasih satpam (keamanan) dan sarpras,” ucap Babeh Tisna dalam wawancara bersama dJatinangor.

Untuk melakukan verifikasi dan mendalami temuan tersebut, dJatinangor melakukan wawancara dengan Neni Hendriani, Pemegang Uang Mitra Kerja (PUMK) Fikom Unpad, yang ditemui di ruangannya pada Selasa (16/4).

Neni mengonfirmasi kabar adanya setoran ke fakultas tersebut. Ia pun menerangkan bahwa sejak awal memang tidak pernah ada peraturan secara tertulis tentang parkir berbayar. Namun, fakultas pun tak pernah melarang adanya juru parkir, karena dianggap dibutuhkan untuk menertibkan kendaraan. Juru parkir pun hanya perlu menyetorkan uang seikhlasnya.

“Dulu sih untuk panti asuhan lewat jalur KJ21, dan anak asuh yang diurus Dharma Wanita Fikom. Tapi ada pandemi, belum dimulai lagi sekarang. (Tahun ini -red) sepertinya baru mau mulai lagi,” ucap Neni saat ditanyai tentang peruntukkan uang setoran parkir.

Sementara, pihak kepengurusan KJ21 mengaku tidak pernah menerima uang dan informasi apapun terkait kerja sama dengan fakultas. Seluruh anggaran yang digunakan untuk kegiatan bakti sosial KJ21 berasal dari uang kas dan donatur dari luar.

Perwakilan Dharma Wanita Fikom, Herlina Agustin, menyatakan bahwa Dharma Wanita Fikom sudah tidak memiliki kegiatan apapun terkait anak asuh sejak tahun 2018 silam dan belum ada rencana apapun untuk melanjutkan program tersebut tahun ini.

Berdasarkan informasi yang didapat dari audiensi BEM Kema Fikom Unpad dengan pihak fakultas, Agus Setiaman, Manajer Pembelajaran, Kemahasiswaan, dan Alumni, memberikan pernyataan lain terkait penggunaan uang setoran parkir.

Agus menyebutkan bahwa uang setoran tersebut selama ini digunakan untuk keperluan dana kesejahteraan civitas academica Fikom. Contohnya, ketika ada keluarga dari mahasiswa, dosen, maupun tenaga pendidik Fikom yang meninggal dunia, uang tersebut akan diberikan sebagai bentuk santunan.

Ia pun menambahkan, bahwa fakultas perlu pemasukan dari uang setoran parkir, karena saat ini uang sewa kios dari kantin tidak disetor ke fakultas, melainkan langsung ke pihak rektorat untuk pendanaan pembangunan kantin bersama di Lapangan Merah PPBS Unpad.

Masalahnya, yang selanjutnya menjadi perhatian ialah, sampai saat ini mahasiswa tidak pernah mendapat pertanggungjawaban fakultas berupa laporan penggunaan uang parkir mahasiswa tersebut. Sehingga, penggunaan uang parkir tersebut pun masih menjadi misteri.

Pernyataan yang diberikan oleh fakultas masih hanya berupa klaim tanpa adanya bukti atau laporan apapun. Sementara, selama bertahun-tahun, fasilitas lahan parkir di Fikom yang banyak dikeluhkan juga tak pernah mendapat perbaikan sama sekali.

Upaya Penyelesaian Masalah

Pada awal masa perkuliahan semester genap dimulai, tepatnya 1 Maret 2023, publik Fikom dibuat heran dengan penyekatan akses masuk Student Center bagi kendaraan bermotor oleh pihak keamanan Fikom. Saat itu, fakultas “memaksa” seluruh mahasiswa untuk memarkir kendaraannya di tempat berbayar di fakultas dengan dalih alasan keamanan.

Tindakan tersebut menimbulkan protes dari mahasiswa yang merasa dihambat untuk berkegiatan di Student Center. Dua hari kemudian, barikade tersebut dibongkar paksa oleh mahasiswa dan dipindahkan ke belakang gedung Student Center. Sejak saat itu, pembicaraan mengenai parkir antara mahasiswa, ormawa, dan dekanat memanas.

Tiga bulan berlalu, BEM Kema Fikom melakukan gerak advokasi untuk menggratiskan parkir. Diawali dengan Forum Ketua Lembaga (FKL) dengan pimpinan Hima dan UKM se-Fikom membahas perihal parkir berbayar, pada Senin (5/6). Pihak dekanat juga sempat meminta diadakan forum serupa dengan tujuan mendengar aspirasi Kema Fikom terkait parkiran.

Dalam forum tersebut, disajikan pula hasil survei dari departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) yang menunjukkan banyaknya keluhan mahasiswa atas parkir berbayar di Fikom.

Potongan dari salah satu slide hasil survei Departemen Adkesma BEM Fikom Unpad yang dipaparkan dalam Forum Ketua Lembaga (FKL) pada Senin (5/6) sore.

Hasil forum yang berlangsung selama dua jam tersebut pun menghasilkan kesepakatan untuk menuntut fakultas menggratiskan parkir di Fikom bagi mahasiswa dan tidak membatasi akses kendaraan ke Student Center. 

Opsi lain yang disepakati, jika fakultas tetap melanggengkan pungutan biaya oleh juru parkir, harus ada pembenahan fasilitas lahan parkir agar lebih layak dan mahasiswa meminta laporan pertanggungjawaban kepada fakultas atas penggunaan uang mahasiswa pada setoran parkir selama satu tahun terakhir.

Ironisnya, setelah hasil forum disampaikan kepada pihak fakultas, kini fakultas justru kembali melakukan tindakan yang sebelumnya ditolak keras oleh mahasiswa.

Selasa (13/6) pagi, mahasiswa yang ingin berkuliah mendapati bahwa akses masuk kendaraan ke Student Center kembali disekat. Kali ini dengan cara yang lebih ekstrem, yaitu menggunakan dua barikade besi yang diborgol pada keduanya, dilengkapi dengan ember, batu besar, serta tali tambang yang membentang sepanjang jalan di depan Student Center.

BEM Kema Fikom Unpad menyatakan tidak mengetahui apapun perihal penyekatan Student Center karena pihak fakultas sama sekali tidak menginformasikan rencana tindakan tersebut pada audiensi sebelumnya.

Berdasarkan pantauan hingga berita ini dirilis, borgol pada barikade besi telah dilepas oleh mahasiswa, tetapi barikade tersebut masih menutup setengah jalan masuk Student Center. Sementara, ember, batu, dan tali tambang masih terbentang.

Perkembangan terbaru, pihak fakultas kembali meminta BEM untuk mengadakan forum bersama pimpinan ormawa yang akan dihadiri oleh Manajer Pembelajaran, Kemahasiswaan & Alumni, bagian Sarana dan Prasarana, serta perwakilan keamanan fakultas. Forum tersebut direncanakan akan digelar pada Senin (19/6) mendatang.

Tim Liputan dJatinangor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

305 views