Membedah Isi Kepala Calon Rektor Unpad ,(1) Atip Latipulhayat

Atip Latipulhayat, kala di wawancara oleh Kru dJatinangor di pelataran dekanat Fakultas Hukum Unpad, Jatinangor. Foto Oleh: Fariza

Atip Latipulhayat resmi menjadi salah satu dari tiga calon rektor Universitas Padjadjaran periode 2019-2024. Pria kelahiran 28 Juli 1964 ini akan bersaing dengan Obsatar Sinaga dan Aldrin Herwany dalam memperebutkan kursi rektor.

Untuk mencari tahu pandangannya, dJATINANGOR menemui Atip di pelataran dekanat Fakultas Hukum (FH) Unpad Kamis (20/9) lalu. Guru Besar Hukum Internasional tersebut pun membagikan pendapatnya terkait berbagai kebijakan Unpad.

Pertama-tama, apa visi-misi Anda?

Problem utama yang dihadapi adalah masalah kepemimpinan, kepemimpinan yang kurang menampung aspirasi dan partisipasi. Jadi, pengelolaan unpad itu harus berbasis academic leadership, semua harus tau alasan di balik sebuah keputusan, alasan di balik sebuah program, dan apa tujuannya.

Guna merealisasikan visi-misi Anda, yaitu academic leadership, apa contoh program yang akan Anda terapkan nantinya?

Academic leadership itu, kan, berbasis pada tiga pilar, yaitu teaching, research, dan services. Tidak mungkin sebuah universitas tidak memiliki ketiga hal itu. Nah, saya melihat di sini ada satu program yang harus dievaluasi, seperti TPB. Itu menurut saya belum jelas.
Kemudian teaching juga berimplikasi dengan sarana prasarana. Misalnya, perpustakaan yang menurut saya belum memadai untuk kapasitas Unpad. Saya ingin menjadikan perpustakaan sebagai jantung universitas. Sekarang, kan, kebanyakan mahasiswa belajar di lorong-lorong atau di mana gitu. Nanti saya mau perpustakaan memadai untuk beraktivitas.

Terus research, dosen itu kalau mengajar harus berbasis pada riset dan harus mempublikasi risetnya.
Kemudian pelayanan, itu juga sangat penting. Dalam sebuah universitas semua kebutuhan untuk mahasiswa harus terlayani dengan baik. Mulai dari sistem akademiknya, sistem informasinya, dan juga termasuk akomodasi. Di sini, kan, masih banyak, tuh, lahan kosong. Itu, kan, bisa dibangun asrama yang dapat menampung ribuan mahasiswa.

Pokoknya mahasiswa itu jangan sampai merasa tidak nyaman dengan hal-hal tersebut.

dJATINANGOR pernah melakukan survei mengenai program apa saja yang sekiranya menyulitkan aktivitas kemahasiswaan. Hasil menunjukkan, SIAT adalah salah satunya. Menurut Anda, apakah ada perbaikan yang harus dilakukan mengenai SIAT?

Intinya, sih, SIAT itu, kan, berbasis elektronik ya, berarti itu harus easy access dan tidak ribet. Nanti saya evaluasi apa saja, sih, kekurangan-kekurangan SIAT itu. Kalau menurut Anda apa?

Mahasiswa merasa dipersulit untuk masalah logistik dan pendanaan kegiatan kemahasiswaan. Melalui SIAT, barang turun lebih lama dan tidak sesuai dengan yang kita butuhkan.

Nah, berarti, kan, sistem itu dioperasikan oleh manusia juga. Jadi, masalahnya tidak semata-mata pada sistem elektroniknya. Maka nanti manusia yang mengoperasikannya yang akan saya evaluasi. Saya pikir tidak hanya mahasiswa saja, dosen juga merasakan demikian. Problem utamanya tampaknya ada pada SDM-nya.

SIAT, kan, sangat kental dengan urusan kegiatan kemahasiswaan, menurut Anda, jenis kegiatan kemahasiswaan seperti apa yang seharusnya diutamakan?

Sekarang mahasiswa, kan, memiliki ruang yang relatif luas dan bebas beraktivitas, beda dengan zaman saya. Mahasiswa di universitas harus mendapatkan haknya yaitu ilmu dan keterampilan hidup atau soft skill karena memang seorang mahasiswa ketika masuk ke lingkungan kerja tidak cukup hanya dengan bidang keilmuan yang dia miliki. Rata-rata institusi menginginkan mahasiswa yang aktif, artinya bukan mahasiswa yang hanya terpaku pada satu bidang tertentu yang tidak memiliki social inteligence. Itulah kegiatan mahasiswa yang akan saya dorong.

Dulu sebelum ada SIAT urusan administratif kegiatan kemahasiswaan dipegang oleh fakultas sebelum diurus ke universitas. Sekarang hal itu langsung terpusat ke universitas. Menurut Anda, lebih efektif mana?

Kalau menurut saya itu lebih baik di fakultas. Kalau sentralistik seperti ini malah numpuk di universitas. Mungkin itulah salah satu penyebab urusan kegiatan kemahasiswaan menjadi lambat.

Menurut Anda apakah program TPB dan OKK layak dilanjutkan?

Tampaknya saya tidak akan melanjutkan TPB dan OKK. Karena menurut informasi yang saya dapat, (TPB dan OKK) tidak jelas apa orientasinya. Kemudian dalam pelaksanaannya, baik dosen maupun mahasiswanya sama-sama kebingungan apa tujuannya. Nanti saya evaluasi dulu. Tapi, kecenderungannya, dari informasi yang saya terima tampaknya tidak perlu dilanjutkan. Kalau OKK lebih baik disiapkan saja sarana olahraga dan sarana kesenian. Lebih baik disediakan saja fasilitas-fasilitasnya daripada dijadikan mata kuliah.

Apakah menurut Anda hanya dengan KKN universitas sudah menjalankan fungsi pengabdian kepada masyarakat?

Sebenarnya KKN itu, kan, hanya sesuatu yang terstruktur saja, hanya syarat bagi mahasiwa dari universitas. Tapi, justru katakanlah unit-unit kemahasiswaan, menurut saya itu harus menjadi bagian yang memberikan kontribusi untuk masyarakat. Itu sangat potensial untuk melibatkan masyarakat, tinggal bagaimana caranya unit-unit itu ada orientasi pengabdiannya.

Lalu, bagaimana dengan Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU)? Jika Anda menjabat, apakah Anda akan membuat kampus satelit baru?

Itu sebenarnya, kan, bagus, ya. Program Unpad dan Pemprov Jabar untuk pengembangan daerah. Tapi, apakah saya akan mengembangkannya lagi nanti, saya akan evaluasi lagi apa kelebihan dan kekurangannya.

Dari apa yang kami dengar, beberapa permasalahannya adalah fasilitas kampus PSDKU yang tidak sebaik fasilitas kampus utama dan mobilitas dosen yang harus bolak-balik cukup jauh. Kira-kira apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi itu?

Kemarin dalam laporan rektor untuk kampus Pangandaran, pemprov memberikan uang sebesar 80 miliar. Nanti jika saya jadi rektor akan saya evaluasi dulu, mudah-mudahan dari uang itu bisa digunakan untuk memperbaiki fasilitas.

Nah, kemudian betul. Dosen, kan, dari Bandung ke Pangandaran sangat jauh, ya, itu juga akan dievaluasi. Jadi, yang akan saya evaluasi pertama adalah program studi yang ditawarkan di sana. Sesuai atau tidak dengan yang dibutuhkan, karena itu juga berhubungan dengan masalah dosen yang dibutuhkan di sana.

Sekarang ke sarana dan prasarana. Menurut Anda, apa sarana dan prasarana yang kurang dan mungkin akan Anda bangun?

Satu, ruang dosen. Hampir di setiap fakultas tidak ada ruang untuk dosen bekerja, bukan sekadar meja kerja, ya. Menurut saya itu sangat mendesak karena dosen itu sebenarnya kerjanya 24 jam. Kemudian perpustakaan, menurut saya yang sudah ada itu belum representatif dan harus diperluas, harus ada laboratorium-laboratorium.

Kemudian juga fasilitas-fasilitas penunjang seperti sarana olahraga yang belum ada. Kemudian untuk mahasiswa juga harus ada asrama-asrama yang berstatus resmi yang bisa menampung 2000 kamar misalnya. Kemudian juga untuk kebutuhan harian mahasiswa, kayak student mall gitu. Karena kalau di universitas-universitas besar di luar negeri itu mereka punya pusat perbelanjaan khusus. Juga harus ada student center. Kayaknya juga sarana hiburan seperti bioskop, begitu? Kayaknya bagus juga, kan? Haha, kita lihat nanti.

Pada 2024 Unpad ditargetkan mendapat status World Class University. Menurut Anda, perlukah status World Class University itu?

Menurut saya status World Class University itu adalah konsekuensi dari suatu pencapaian. Itu bukan target utama, tapi konsekuensi sebetulnya. Targetnya adalah meningkatkan kualitas berbagai hal yang ada di sini, seperti kualitas publikasi dosen, kualitas riset dosen, kualitas output mahasiswa, kualitas lulusan Unpad di pasar. Nah, semua komponen-komponen itulah yang akan menjadikan kita world class.

Jangan lupa juga student services. Katakanlah Unpad memiliki 2000 mahasiswa asing itu mereka juga harus dapat pelayanan yang baik yang membuat mereka nyaman. Karena itu sangat membantu sekali menurut pengalaman saya kuliah di luar negeri. Jadi, kalau Anda tanya apakah itu perlu, jelas perlu karena itu menyangkut kredibilitas unpad.

Terakhir, jika Anda terpilih sebagai rektor, bagaimana cara Anda mensosialisasikan program-program dan juga meningkatkan transparansi dana?

Kita, kan, sudah punya website Unpad, ya, tapi menurut saya web yang sekarang terlalu kaku. Jadi, bagaimana caranya agar web tersebut bisa menjadi menu harian dan pusat informasi bagi dosen, mahasiswa, bahkan orang luar. Termasuk juga informasi mengenai kebijakan harus ada di situ. Tapi, juga tetap perlu dilakukan komunikasi sesama manusia, caranya bagaimana? Saya nanti akan sediakan forum bulanan dengan mahasiswa bila perlu.

 

Gerhan Z. Ahmad / Erlangga Pratama / Fariza Rizki Ananda

Editor: Ananda Putri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *