Membedah Isi Kepala Calon Rektor Unpad, (2) Aldrin Herwany

Aldrin Herwany, kala diwawancara oleh kru dJatinangor, di Cafe Sixty Two, Bandung. Foto Oleh: Ventriana

Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Padjadjaran (Unpad) tengah menghelat proses pemilihan rektor periode 2019-2024. Sebelumnya, sebanyak delapan kandidat bersaing ketat termasuk rektor Unpad yang saat ini menjabat. Setelahnya pengerucutan dilakukan hingga keluar tiga nama calon rektor.

Dari tiga nama calon rektor tersebut, salah satu yang lolos adalah Aldrin Herwany. Ia menjabat sebagai Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad. Ditemui di sebuah kafe di Bandung, sosok kelahiran Tanjung Karang ini memaparkan visi-misi dan pandangannya terkait Unpad.

Apa visi dan misi Anda sebagai calon rektor Unpad?

Adalah perubahan. Perubahan pengelolaan Unpad, organisasi, keuangan, terkait dengan tata kelola Unpad.

Visi mengubah mindset Unpad dari universitas yang berbasis riset menjadi universitas yang sinergitas dan inovasi university (kerjasama antar lini untuk menciptakan universitas yang inovatif). Universitas yang punya sinergi dengan banyak lembaga pemerintahan, institusi, bahkan antar fakultas dan antar jurusan, kemudian dapat membuahkan inovasi sebanyak-banyaknya dari hasil sinergitas itu–meningkatkan tata kelola dalam bidang kesejahteraan, baik itu kesejahteraan dosen, mahasiswa atau tenaga kependidikan lainnya.

Apa program yang Anda prioritaskan untuk Unpad?

Prioritas utama saya adalah memperbaiki tata kelola Unpad. Mulai dari keuangan, organisasi dan lain-lain, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dosen, mahasiswa, maupun tenaga pendidik lainnya. Sehingga siapapun, baik itu stakeholder di Unpad, ada peningkatan kesejahteraan. Kalau kesejahteraan berhasil maka kita bisa mengarahkan agar bisa lebih berproduksi atau produktif. Kalau produktivitas meningkat maka insyaallah Unpad akan makin eksis dan bagus peringkatnya di ranah internasional maupun di nasional.

Program TPB dan OKK yang sudah 2 tahun berjalan memiliki beberapa permasalahan. Jika terpilih menjadi rektor, apakah Anda akan melanjutkan program tersebut atau menghentikannya?

Yang pertama saya akan lakukan adalah evaluasi. Evaluasi di sini adalah saya melihat benefit atau manfaat. Apakah lebih banyak daripada ruginya atau mudaratnya? Yang paling penting adalah apapun program yang diberikan kepada mahasiswa ada benefit untuk mahasiswa. Ada peningkatan baik dalam sisi softskill maupun dari sisi etika. Jadi, sebenarnya apakah TPB dan OKK akan dilanjutkan atau tidak, akan ada evaluasi terlebih dahulu. Tapi, untuk kelanjutan dari dua program itu saya tetap berpihak kepada mahasiswa jangan sampai mahasiswa dirugikan dari sisi waktu dan pengeluaran.

Anda melihat kedua program ini bagaimana? Apakah berguna?

Mungkin untuk sebagian fakultas berguna, lagi-lagi harus kita evaluasi. Namun, jangan buat program yang berfokus pada standarisasi karena standar masing-masing fakultas akan berbeda. Contohnya, standar FIB (Fakultas Ilmu Bahasa) akan berbeda dengan FK (Fakultas Kedokteran). Jadi, mestinya kalau dua program itu dilanjutkan sesuaikan dengan standarisasi masing-masing fakultas. Kalau itu disesuaikan baru tiap-tiap fakultas akan merasakan benefit. Harus ada relevansi program-program tersebut dengan masing-masing fakultas.
Saya belum bisa menentukan apakah TPB dan OKK berguna atau tidak. Tapi, saya akan sering melakukan survei persepsi yang objeknya adalah mahasiswa. Mahasiswa akan menjawab yang sebenarnya. Kalau dari hasil survei nanti kita bisa tahu misalnya 70% dominan menolak TPB dan OKK, maka akan saya evaluasi. Saya akan rajin melakukan survei persepsi apapun programnya. Apalagi untuk dosen dan mahasiswa. Karena saya basic-nya research, yang dominan adalah persepsi mahasiswa, yang nantinya menentukan kebijakan yang saya buat.

Unpad memiliki kampus satelit seperti kampus Garut dan Pangandaran, apakah Anda akan melanjutkan pembangunan kampus satelit seperti ini jika terpilih?

Ketika mau membuka kampus diluar Bandung, maka yang dilihat adalah cost atau biayanya. Bisa rendah, tinggi, atau bahkan tinggi sekali. Maka saya akan melakukan evaluasi kembali kalau itu mau diteruskan. Saya ingin komitmen dari pemerintah setempat untuk ikut berkontribusi ke Unpad. Kalau kontribusinya jelas, maka saya akan teruskan. Tapi, kalau tidak jelas kontribusinya, maka akan sia-sia saja. Kita sudah mengeluarkan cost, tapi benefit kita tidak dapat. Kalau kita berbicara mengenai pemerintah kabupaten, maka akan sangat berkaitan dengan APBD. Jadi, pemerintah daerah juga harus berkontribusi dengan membuat cost anggaran yang terkait dengan kerjasama ini. Jadi, harus win-win solution.

Beberapa permasalahan kampus satelit atau Program Studi di Luar KampusUtama (PSDKU) adalah sulitnya menjalankan kegiatan kaderisasi dan minimnya fasilitas kampus. Apa yang akan Anda lakukan melihat permasalahan-permasalahan tersebut?

Yang pertama saya akan minta data dari rektor sebelumnya mengenai feasibility study (studi kelayakan). Misalnya, untuk permasalahan di PSDKU lebih baik beli gedung atau sewa. Harus ada hitung-hitungan kuantitatifnya. Jadi, saya tidak bisa memastikan itu baik atau tidak dan kualitatifnya dari segi sosialnya. Kalau kita mau bangun jauh dari lokasi tentu kita tidak bisa perlakukan sama antara yang berkuliah di Dipatiukur, Jatinangor, dan kampus PSDKU. Tentu harus ada reward-nya juga atau insentif atau kemudahan. Misalnya, kalau mau kuliah di PSDKU akan diberi lebih kemudahan dibandingkan di Jatinangor. Tidak bisa disamaratakan, jadi tidak berlaku standarisasi.

Yang terpenting adalah siapkan infrastrukur. Infrastruktur itu bisa bangunan, peralatan, bisa juga transportasi.

Rata-rata mahasiswa PSDKU masuk melalui jalur SMUP, itu membuat mereka mendapatkan UKT tertinggi. Minimnya fasilitas di sana tidak sebanding dengan jumlah UKT yang dibayarkan. Bagaimana tanggapan Anda?

Cost yang diluar atau yang tidak terduga mestinya di-cover oleh Pemda setempat. Misalnya, ada anggaran untuk subsidi di kampus PSDKU. Kalau itu belum tercapai berarti belum berada pada tingkat yang sama. Kita kan harus fair ya, jadi harus tetap ada judgement.

Perihal sarana-prasarana, kampus pusat Jatinangor juga masih memiliki banyak kekurangan. Contohnya, minimnya lampu jalan dan kondisi jalan yang rusak. Melihat permasalahan itu, apa yang akan Anda lakukan?

Itu semua terkait dengan cost. Kalau Unpad tidak memiliki cukup dana untuk listrik, misalnya, atau sarana lainnya, maka kita butuh yang namanya sinergi. Kita bisa kerjasama dengan BUMN. Di universitas-universitas lain, kan, biasa kita lihat banyak ruangan atau sarana yang merupakan hasil dari kerjasama dengan perusahaan-perusahaan. Artinya, kita yang cari funding tetapi bukan dalam bentuk uang. Kalau ada sarana-prasarana yang belum selesai hingga sekarang, itu artinya ada masalah yang juga belum terselesaikan hingga sekarang. Ada kerjasama dengan Unpad juga harus tepat guna, maka sarana dan prasarana adalah hal nomor satu yang akan saya perhatikan.

Misalnya Anda menjabat sebagai rektor selanjutnya, adakah pembangunan yang akan Anda buat kedepannya?

Saya akan membuat bangunan yang sifatnya legacy (warisan). Ya, misalnya dimasa pemerintahan rektor A ada bangunan yang memang menandakan bahwa beliau pernah menjabat. Tidak peduli si rektor ini sudah ke mana, tetapi orang-orang masih mengingatnya. Tapi, legacy itu yang bermanfaat, misalnya pusat laboratorium dan lainnya. Yang tidak hanya jadi legacy, tetapi juga bisa jadi simbol Unpad. Saya ingin ada itu, jadi dengan adanya bangunan tersebut orang-orang langsung teringat dengan Unpad. Harus ada jati diri bagi Unpad yang berdasarkan local wisdom (kearifan lokal).

Secara spesifik, pembangunan apa yang ingin Anda buat?

Pembangunan pertama yang akan saya lakukan adalah memperbaiki sarana dan prasarana perkuliahan. Jangan lagi kita dengar AC tidak menyala, toilet kotor. Hal-hal seperti ini adalah hal basic, harus dibenahi dulu, buat bagus. Semakin bagus toilet, ada tamu datang ke Unpad pakai toilet, kalau toiletnya bersih dan bagus tamu-tamu bisa menilai kualitas sarana dan prasarana di Unpad. Bahkan halte akan saya pikirkan, bagaimana Unpad itu indah dan teratur.

Pada 2024 Unpad ditargetkan menjadi World Class University. Anda juga memiliki visi sejahtera dahulu, baru kita bisa berkuasa di dunia. Untuk merealisasikan hal tersebut, apa rencana Anda?

World class univesity indikator yang terpenting adalah suasana akademiknya yang hidup, dari fasilitas belajar, dari tempat mahasiswa melakukan diskusi, perpustakaan yang lengkap dengan buku-buku dan jurnal, dari akses wifi.
Namun, yang pertama kali saya kejar misalnya diizinkan Allah saya terpilih adalah langganan jurnal. Jadi, untuk mahasiswa tidak susah mencari referensi untuk skripsi. Kemudian untuk S2 dan S3 dalam mebuat tesis dan disertasi juga diperlukan jurnal. Dengan akses yang gampang akan mempermudah, karena kalau secara individu jurnal itu mahal, tapi kalau secara institusi manfaatnya lebih luas.
Suasana akademik yang nyaman dan kondusif, termasuk kantinnya. Jadi, tiap fakultas harus ada kantin. Masa ke kantin harus jalan jauh, sih.

Kalau kita sudah berbicara mengenai world class university, berarti kita harus banyak publikasi (jurnal). Saya sudah bekerja sama dengan mahasiswa SI, S2, dan S3 (agar) publikasi masuk ke (jurnal terindeks) scopus. Tiap tahun setidaknya saya memasukan 10 jurnal ke scopus. Itu baru saya sendiri. Saya telah membuktikan kalau saya bisa. Saya bisa mengajak mahasiswa, saya bisa mengonversi tesis dan disertasi itu menjadi tulisan jurnal dan diterima. Jadi, sebenarnya banyak hal-hal kecil yang belum dimanfaatkan di Unpad. Unpad punya banyak tesis dan disertasi bagus, tapi belum banyak yang dikonversi dalam bentuk artikel sehingga tidak bisa dipublikasi.

Sebelumnya ada kabar soal akreditasi organisasi mahasiswa (ormawa). Namun, sosialisasi yang dilakukan pihak Unpad kurang baik. Banyak mahasiswa yang terlambat mengetahui hal ini. Informasi lanjutan soal akreditasi ormawa juga mengawang begitu saja. Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi masalah sosialisasi dan akses informasi seperti ini?

Karena kita PTN-BH, ada kebijakan bahwa rektor bisa membentuk struktur organisasi yang sedemikian rupa. Kalau mengandalkan struktur organisasi yang seperti sekarang rasanya akan sulit satu frekuensi.

Saya rencananya nanti mengubah struktur organisasi, merombak, termasuk juga saya akan membuat kantor staff rektor, di mana ada perwakilan dari masing-masing fakultas. Mereka dikumpulkan berdasarkan sisi entrepreneur, kecerdasan yang tinggi, dan bisa bekerja keras. Nanti kita akan seleksi. Nah, kantor staff rektor ini sumber informasi bagi mahasiswa. Jadi, kalian tidak harus ke rektorat dulu, tapi bisa langsung ke sana. Di kantor staff ini, kan, orang-orang yang kita seleksi, jadi ada yang jago di bidang hukum, bidang pertanian, peternakan, ekonomi, itu untuk menguatkan sosialisasi.

Jadi, jangan lagi kalian bingung dan kaget, dan parahnya lagi sudah sebulan-dua bulan berlalu kalian baru tau informasinya, karena belum tentu semua informasi disebarkan ke SIAT dan lain-lain. Selain itu kalian juga bisa mengajukan pengaduan ke kantor staff rektor tentang berbagai permasalahan. Nanti saya tinggal minta laporan pengaduan apa yang masuk hari ini, laporan apa yang masuk minggu ini, seperti itu. Karena kalau tidak seperti itu, akan susah di-handle semuanya oleh rektor.

Dengan adanya kantor staff rektor akan mempermudah koordinasi antar fakultas, antar wakil rektor. Ya, ini sebenarnya mirip dengan pemerintahan kita, ada kantor staff presiden. Saya akan implementasikan kemudahan saya mendelegasikan. Misalnya, tanda tangan tidak harus ke saya. Jadi, ada keringanan birokrasi. Mereka juga sudah bisa, jadi cepat mau ngurus apa-apa. Betul-betul saya pangkas itu birokrasi, yang selama ini kalian keluhkan.

Terkait SIAT, saat ini sistem yang digunakan adalah sistem sentralisasi. Jika Anda menjabat sebagai rektor, apakah SIAT akan tetap tersentralisasi atau ada perubahan?

Saya lebih condong mendesentralisasikan wewenang ke fakultas. Unpad itu, rektoratnya terutama, untuk kebijakan yang sifatnya besar. Tapi, yang sifatnya teknis, fakultas saya rasa bisa memegang. Beres, lah, itu. Tinggal kita dari rektorat minta laporan ke dekan. Untuk pengaduan, informasi, kritik, dan lain-lain bisa ke kantor staff rektor.

Satu lagi, saya akan melakukan lelang jabatan. Tidak peduli kawan atau lawan segala macam, asal dia kompeten. Saya akan pilih yang pintar, cerdas, kerja keras, dan (memiliki kemampuan) team work (yang baik). Kalau indikator lain memenuhi, tapi tidak ada team work, ya, wassalam. Tidak akan bisa. Leadership tidak akan jalan. Karena ilmu manajemen itu adalah ilmu kita dalam mengatur. Kalau kerja sendiri berarti kita tidak berhasil manajemennya. Manajemen itu, kan, kita mengatur orang. Berdelegasi, membagi wewenang, sehingga orang tidak harus ke saya, masih banyak yang bisa tanda tangan.

 

Nadhen Ivan / Sabrina Mulia / Rita Sugiarti

Editor: Ananda Putri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *