Menuju Sarjana Tanpa Skripsi

Plang Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Foto oleh: Tamimah Ashilah

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad), Dadang Rahmat Hidayat, menyampaikan kebijakan baru terkait syarat kelulusan mahasiswa dalam seminar berjudul “Pendidikan Komunikasi Menuju Era Industri 4.0” di Bale Rumawat, awal Mei lalu. Dadang menyatakan, mahasiswa Fikom Unpad tidak diwajibkan mengerjakan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan.

“Unpad, khususnya Fikom, akan menerapkan bahwa skripsi itu hanya salah satu dari tugas akhir. (Di luar itu) bisa membuat karya. Misalnya, film dokumenter atau karya-karya lain yang relevan, nanti dibicarakan dengan pembimbing,” ujar Dadang ketika ditemui di ruangannya, Rabu (30/5) lalu. Selain film dokumenter, skripsi dapat diganti dengan artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal terakreditasi nasional dan internasional.

Ditanya mengenai target percepatan kelulusan mahasiswa dengan adanya kebijakan ini, Dadang menjawab, “Seharusnya iya, tetapi tidak semata-mata untuk mempercepat. Ide ini sudah lama, tetapi belum ada justifikasi yuridisnya. Nah, sekarang sudah ada peraturan dari rektor, fakultas tinggal membuat aturan teknisnya,”

Justifikasi yuridis yang dimaksud adalah Peraturan Rektor Unpad Nomor 23 Tahun 2016 tentang Penulisan Tugas Akhir Pendidikan Sarjana dan Sarjana Terapan di Lingkungan Universitas Padjadjaran. Tertuang dalam Pasal 3 Ayat (1), tugas akhir untuk jenjang sarjana, sarjana terapan, dan profesi tidak terpaku hanya pada skripsi, namun juga memorandum hukum, studi kasus (untuk Fakultas Hukum), artikel pada jurnal terakreditasi, serta artikel pada prosiding seminar internasional.

Opsi pengerjaan tugas akhir ini tidak semata-mata berlaku bagi strata S1-sederajat, namun juga berlaku bagi jenjang Pascasarjana dan Spesialis. Hal ini tercantum dalam Peraturan Rektor Unpad Nomor 24 Tahun 2016. Dijelaskan pada Pasal 3 Ayat (1), bentuk-bentuk tugas akhir bisa meliputi tesis atau disertasi, artikel pada jurnal nasional terakreditasi, artikel pada jurnal internasional bereputasi, hingga buku.

Meski demikian, bentuk tugas akhir yang tercantum pada Pasal 3 Ayat (1) tersebut tidaklah mutlak. Seperti yang tertuang di Pasal 3 Ayat (7) poin d, tugas akhir bisa mengikuti kekhasan dari fakultas masing-masing yang belum diatur dalam peraturan rektor. Aturan ini berlaku bagi seluruh jenjang pendidikan. Oleh karena itu, mahasiswa Fikom diberi opsi untuk membuat film dokumenter meski bentuk tersebut tidak tercantum dalam peraturan rektor.

Mengenai tugas akhir berupa film dokumenter yang biasanya dikerjakan oleh lebih dari satu orang, Dadang mengatakan, “Itulah salah satu yang (akan diatur) di pedoman nanti. Itu boleh tidak dilakukan oleh hanya satu orang, boleh misalnya dua orang. Hanya nanti harus jelas pembagian peran dan tugasnya seperti apa,” ujarnya. Ketentuan mengenai jumlah mahasiswa ini akan diatur oleh fakultas.

“Sebetulnya kalau sekarang ada yang mau mulai, silakan. Sudah (bisa). Peraturan ini sebenarnya dari 2016, tapi memang belum ada pedoman pelaksanaannya, sehingga orang ragu-ragu, dan mungkin secara kultur mahasiswa dan dosen biasa dengan skripsi,” ujar mantan ketua Komisi Penyiaran Indonesia tersebut.

Sosialisasi mengenai kebijakan ini sudah ia lancarkan ke berbagai program studi di Fikom. Sejauh yang ia terima, tidak ada dosen yang menentang kebijakan yang sifatnya opsional ini. Para dosen lebih menanyakan perihal teknis pengerjaan tugas akhir nonskripsi tersebut.

Dadang mengungkapkan, peraturan rektor itu bukanlah kewajiban bagi setiap fakultas. Ia juga tidak menampik kemungkinan adanya fakultas yang tetap menggunakan skripsi sebagai syarat kelulusan.

Kebijakan tidak wajib skripsi ini mendapat respons yang beragam dari mahasiswa. Resya Adi Nugraha, mahasiswa Jurnalistik angkatan 2015, mengatakan ia lebih memilih mengerjakan skripsi. Menurutnya, skripsi adalah syarat kelulusan yang tolak ukurnya sudah jelas.

Siti Kartika Safanawati, mahasiswi Ilmu Perpustakaan angkatan 2016, menyatakan cukup mendukung kebijakan tersebut. Ia menganggap perkembangan teknologi saat ini memungkinkan mahasiswa membuat tugas akhir berbentuk media digital. Sedangkan untuk tugas akhir berbentuk artikel dalam jurnal terakreditasi, ia merasa tingkat kesulitannya melebihi skripsi.

“Kalau dibilang lebih enak daripada buat skripsi, sih, enggak juga karena sama-sama sulit. Tapi, lewat tugas akhir kayak gitu (jurnal terakreditasi) bisa ningkatin kualitas lulusan Unpad,” pungkasnya.

(Erlangga Pratama/Ananda Putri)

Editor: Ananda Putri

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *