Tahun lalu, acara “Satu Hari Bersama Bapak” berjalan di luar ekspektasi. Rektor Unpad, Tri Hanggono Achmad, terlambat datang dan bergegas pergi. Para mahasiswa yang telah menunggu selama dua jam, tidak mendapat waktu yang banyak untuk berdialog. Nota kesepahaman yang telah dibuat juga tidak sempat ditandatangani. Ketergesa-gesaan Tri saat itu membuat dialog dibuka kembali tiga hari kemudian.
Tahun ini, ketika acara yang sama diadakan Jumat (20/4/2018) lalu, Tri datang sesuai jadwal. Pun ia tidak sembarang menyudahi acara. Riuh rendah tepuk tangan mahasiswa juga beberapa kali memenuhi Bale Santika. Sebabnya, tak lain adalah respons Tri terhadap berbagai permasalahan yang diutarakan.
Permasalahan pertama datang dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Seorang perwakilan FPIK menyampaikan perihal field trip atau praktikum lapangan. Sebelumnya, field trip dilaksanakan secara gratis. Namun, beberapa waktu lalu terdapat pemberitahuan mendadak, field trip yang akan dilaksanakan akhir bulan ini berbayar.
“Seharusnya kita itu bayar atau tidak, pak? Karena kita semua tau, kami telah membayar uang kuliah tunggal,” ujar perwakilan mahasiswa FPIK.
Tanggapan Tri, selama tertera di kurikulum, tidak boleh ada lagi pungutan di luar UKT. Wewenang penetapan kurikulum ini dimiliki oleh fakultas dan program studi masing-masing. Karena itu, penyelesaian masalah ini harus dengan dekan.
“Hari Senin (dekan) FPIK ada pertemuan, dia menjadi host untuk regional meeting ekologi laut tropis di UTC (Unpad Training Center) di Dago jam empat, ketemu di sana,” ujar Tri kemudian.
Tri juga menambahkan, ia selalu terbuka untuk bertemu dengan mahasiswa, “Saya selalu senang bertemu, namanya orangtua sama anak,” Sorak sorai riuh menanggapi pernyataannya.
Kini giliran perwakilan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menyampaikan kegelisahannya. Menurut Ketua BEM Fisip, Annadi Alkaf, ada ancaman drop out untuk mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu. Ada pula paksaan bagi mahasiswa yang telah sidang usulan penelitian untuk menandatangani perjanjian. Isinya adalah keharusan untuk lulus pada tanggal yang telah ditentukan. Anjuran dosen untuk mengedit skripsi di internet pun ditemukan.
“Mungkin nanti bisa dijadwalkan (bertemu dekan) juga pak seperti teman-teman di FPIK?” tanya Annadi.
“Oke, hari Senin jam delapan di rektorat,” ujar Tri tegas setelah meminta Annadi menyiapkan bukti.
Oman, perwakilan keluarga mahasiswa Fakultas Pertanian (Faperta) kemudian angkat bicara. Menurutnya, Faperta mengalami permasalahan field trip yang serupa dengan FPIK. Selain itu, alat serta bahan praktikum di Faperta pun acapkali terlambat datang. Spesifikasinya juga tak sesuai dengan yang diminta. Kebutuhan mahasiswa untuk melaksanakan praktikum jadi tak terakomodasi.
Tanggapan Tri tak jauh berbeda dengan sebelumnya, “Supaya jangan ada dusta di antara kita, nanti kita ketemu, saya jadwalkan (pertemuan),” ujar Tri.
Berbagai permasalahan terus digulirkan, seiring mahasiswa terus berdatangan.
Dari FMIPA, teknis pemusatan laboratorium komputer mengganggu jalannya perkuliahan. Di tengah masa Ujian Tengah Semester (UTS), mahasiswa terpaksa berpindah ruangan. Beberapa kali ruang kelas yang akan dipakai dikunci. Program studi Teknik Informatika dan Teknik Elektro juga belum memiliki gedung permanen. Pada titik ini, hak mahasiswa untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak telah dilanggar.
Menurut Tri, hal ini sudah dikoordinasikan dengan dekan dan kepala departemen yang bersangkutan. Jadwal perkuliahan juga sudah dibenahi. Tri menyarankan agar mahasiswa langsung bertanya kepada kepala departemen terkait.
Halim, perwakilan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), menyampaikan permasalahan yang tengah membelit mahasiswa internasional di fakultasnya. Mahasiswa internasional yang kebanyakan berasal dari Malaysia masuk ke Unpad melalui agensi, yaitu Padjadjaran Mitra (Padma). Untuk berkuliah di Unpad, melalui Padma mereka harus membayar biaya sebesar 6000 USD. Mereka juga menandatangani kontrak yang berisi pemberian asuransi dan fasilitas asrama. Namun, hal yang dijanjikan tidak dirasakan para mahasiswa asing. Mereka bahkan tidak bisa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS).
Menurut Halim, mereka telah melakukan dialog dengan pihak Padma. Tapi, masalah belum juga usai. Untuk itu, ia meminta rektor membantu menyelesaikan masalah ini.
“Mulai tahun 2017, pengelolaan mahasiswa asing sudah tidak melalui Padma lagi,” jawab Tri. Menurutnya, setelah Unpad menjadi PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), Unpad dapat membentuk agensi tersendiri. Sehingga terhitung sejak 2017, Padma tidak lagi berurusan dengan Unpad. Sedangkan, selama biaya pendidikan disalurkan kepada Padma dan bukan ke Unpad, mahasiswa tersebut tidak mendapatkan layanan pendidikan.
“Kalau mahasiswa Indonesia tidak mampu bayar, kami atasi,” ujar Tri, “Misalnya mahasiswa asing tidak mampu bayar, mau kita izinkan terus sekolah?”
Menurut Tri, permasalahan ini sebenarnya sudah dibicarakan. Pihak Unpad telah bertemu Kedutaan Besar Malaysia dan dekan yang bersangkutan telah diminta untuk memantau masalah ini.
Mahasiswa asal Malaysia yang hadir lantas menegaskan, ia ingin mengetahui ke mana perginya uang yang telah ia bayarkan pada Padma. Ketidakjelasan alur keuangan ini anggap sebagai penipuan.
“Saya akan fasilitasi itu. Minggu depan saya akan kumpulkan (pihak terkait). Saya panggil lagi Padma. Saudara siapkan mahasiswanya dengan data yang akurat,” ujar Tri.
Perihal pencairan dana kemahasiswaan juga turut dibahas dalam acara ini. Pencairan dana kemahasiswaan berupa barang acapkali tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tak jarang pula barang datang terlambat setelah acara selesai.
Untuk itu, Tri kembali meminta mahasiswa untuk mendiskusikan masalah ini, “Senin jam satu di rektorat,” tegasnya.
Hari itu Tri memang beberapa kali menjadwalkan pertemuan dengan mahasiswa untuk membahas persoalan-persoalan yang ada. Iktikad ini tidak ditemukan dalam acara “Satu Hari Bersama Bapak” tahun lalu.
Namun, di antara sekian pertanyaan yang dilontarkan, satu pertanyaan dari Ketua BEM Fakultas Ekonomi luput dijawab oleh Tri.
Tanyanya, “Sebentar lagi kita akan ada pemilihan rektor. Pengen tau nih, pak, sebagai anak yang baik, kira-kira tahun depan bapak mau nyalon lagi apa enggak, pak?”
Ananda Putri
Editor: Gerhan Zinadine Ahmad