Berkenalan dengan The Panturas, Band Surf Rock asal Jatinangor.

Anggota The Panturas, terdiri dari Gogon (kiri), Abyan (tengah), Ijal (kanan), Uya (bawah). (Foto: @thepanturas/Instagram)

Nama The Panturas belakangan sering muncul dalam line up acara-acara musik indie di Bandung maupun luar Bandung. Baru-baru ini, The Panturas berhasil masuk ke dalam jajaran artis pengisi panggung acara musik berskala Internasional yang diadakan di Jakarta yaitu We The Fest. Band yang yang dibentuk di penghujung tahun 2015 ini membawakan musik jenis surf rock yang mana merupakan salah satu jenis musik yang jarang dibawakan di Indonesia.

Rabu kemarin (13/09) dJatinangor berkesempatan untuk mewawancarai band yang beranggotakan Rizal (Ijal) pada gitar, Surya (Kuya) pada drum, Bagus (Gogon) pada bass, dan satu orang personel yang tidak bisa hadir malam itu, Abyan pada vokal dan gitar. Keempatnya merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Berikut merupakan hasil wawancara dJatinagor dengan The Panturas.

 

dJatinangor        : The Panturas itu apa sih?

Kuya                      : Awalnya saya, Ijal, dan satu orang anggota yang sekarang sudah keluar tergabung dalam satu band. Namun band tersebut gak jalan dan gak jelas ke mana arahnya. Akhirnya kita bikin projek baru yang lebih jelas. Kita bikin band surf rock. Surf rock itu jenis musik gaya-gaya pantai gitu, musik-musik yang terkenal di Amerika tahun 60an. Kemudian kami cari nama, bingung, sempat terpikir banyak nama seperti Onta atau Arabian Spring karena ada aroma-aroma padang pasir gitu, tapi gak cocok. Akhirnya kita nemu nama The Ventures, band asal Amerika. Terus ya udah lah namanya apa aja, pokoknya projeknya kayak band The Ventures. Akhirnya, saya nemu nama The Panturas. Nama The Panturas itu identik dengan pantai utara kan, ya udah lah namanya The Panturas aja. Dari The Ventures diplesetkan jadi The Panturas, biar lebih terasa lokal.

 

dJatinangor        : Kenapa pilih genre surf rock? Apa karena memang suka atau ada alasan lain?

Kuya                      : Emang karena suka sih, terus karena jarang ada yang bawain di Indonesia. Sejauh ini saya nyari-nyari baru ketemu sekarang-sekarang gitu band-band yang sama kayak kita. Misalnya ada Southern Beach Terror dari Jakarta. Sebenernya banyak juga sih, tapi di bawah radar kita, jadi baru tau sekarang-sekarang gitu loh ketika kita udah bikin The Panturas.

 

dJatinagnor        : The Panturas itu dari tahun 2016 ya?

Ijal                          : 2015 akhir sih, tapi tahun baru kita baru manggung.

 

dJatinangor        : Awalnya personelnya Cuma Kuya, Ijal, dan satu orang lagi itu?

Ijal                          : Satu orang lagi itu namanya Cecep, tapi bandnya gak jalan karena gak se-visi. Kemudian dia keluar. Lalu kita nyari bassis. Sebenernya dulu kita ada additional, eh ternyata additional kita ada yang setidaknya malah bikin kita jalan, ngasih referensi musik, main enak, akhirnya dia kita jadikan personel, dan itu lah dia Gogon.

 

dJatinangor        : Personelnya beda-beda angkatan?

Gogon                  : Saya (angkatan) 2013, Kuya 2012, Ijal 2013, tapi Ijal itu aslinya 2012. Kuya sama Ijal itu teman se-band dari jaman SMA. Mereka adalah sepupu, dari TK sampai kuliah satu kampus. Abyan juga 2012 tapi masuk kuliahnya 2013. Jadi emang saya yang paling muda hahaha.

 

dJatinangor        : Masih pada kuliah?

Gogon                  : Saya masih. Semuanya masih. Ijal sudah lulus D3 Fikom dan lagi ekstensi. Jadi semuanya masih mahasiswa.

Penampilan The Panturas di We The Fest 2017. (Foto: @thepanturas/instagram)

dJatinangor        : Kan baru setahun nih, terus kemarin bisa tampil di We The Fest, ceritain dong kenapa bisa? Itu hal yang dibanggakan gak sih?

Gogon                  : Sejujurnya kalau opini pribadi sih, karena waktu kita ke Jakarta kemarin itu main di We The Fest dan di Thursday Noise, Thursday Noise itu hajatannya Morfem, pesta stage diving di Jakarta lah istilahnya. Dan saya pribadi, dibanding main di We The Fest, sebenernya lebih bangga main di Thursday Noise. Yang pertama karena antusias penonton di Thursday Noise lebih heboh dan lebih seru. Terus karena Thursday Noise itu salah satu goals kita. Eh tiba-tiba bisa main di We The Fest, ya Alhamdulillah, tapi kalau Thursday Noise itu dari awal juga kita emang ingin tampil di sana.

 

dJatinangor        : Pencapaian terbesar selama ini?

Gogon                  : Kalau manggung sih sejauh ini dua itu.

Kuya                      : Tapi menurut kita sih, bermain musik itu gak ada kayak prestasi yang harus dicapai, tapi kayak kita mencoba menjalani apa yang kita ingin aja sih. Mencoba menjalani apa yang kita anggap itu jalan kita.

Ijal                          : Ya kita jalanin aja, jadi kalau kita bisa manggung di mana itu nilai plusnya aja. Sebenernya dengan kita bermain music, ya itu berarti menjalani sebagian dari kehidupan kita.

Gogon                  : Dan sebenarnya goals-nya sendiri itu ya musik kita didengar oleh orang banyak, nggak Cuma di Jatinangor, tapi sampai ke Bandung, sampai ke Jakarta, dari Jakarta ke pulau Jawa, dari pulau Jawa sampai ke Indonesia, Indonesia sampai ke luar negeri. Goals sebenarnya kayak gitu, dan pesan dari musik yang kita bawakan, pesannya tersampaikan.

Kuya                      : Di We The Fest tuh enaknya exposurenya sih, jadi banyak orang yang jadi notice gitu, ya mungkin karena We The Fest itu event besar. Tapi kalau menurut kita, We The Fest tuh kayak etalase aja. Kita liarnya gak seliar kita di panggung kecil, gak sebebas kita di panggung kecil, Cuma exposurenya tuh tinggi banget, kayak followers ningkat banget.

Gogon                  : Iya, jadi banyak yang tahu The Panturas lah karena main di We The Fest.

 

dJatinangor        : Semuanya fokus di The Panturas atau ada band lain?

Gogon                    : Kebetulan secara tidak sengaja kita semua sebelum di The Panturas juga ada band-band lain.

Ijal                          : Ya Cuma yang sedang diekspos tinggi dan sedang ada kesempatan untuk bikin album dan ada kesempatan untuk manggung di panggung-panggung berderet ya di The Panturas.

 

dJatinangor        : Berarti band-band lain selain The Panturas itu off dulu atau gimana?

Gogon                  : Dijalanin bareng-bareng. Yang di mana harus manggung, ya udah. Kuya sama Ijal punya band lain namanya Soft Blood, saya juga punya band lain. Ketika band saya manggung, mereka datang nonton band saya, begitu pun sebaliknya. Jadi kita saling support dan yang lagi ada manggung yang mana aja baru kita jalanin.

Kuya                      : Saya juga ada satu lagi, Alvin and I.

Ijal                          : Untungnya gak pernah ada masalah beradu jadal atau kecemburuan sosial antar band sih. Jadi personelnya saling dukung semua.

Gogon                  : Dan emang sebetulnya belum pernah bentrok sih, sekalipun bentrok main bareng satu panggung. Jadi, justru dengan banyaknya band itu bukannya menganggu fokus kita tapi menambah channel kita.

 

dJatinangor        : The Panturas sudah punya berapa lagu?

Ijal                          : Sekitar 8 sampai 9 lagu. Cuma yang sudah direkam dan akan masuk ke album kita mungkin ada sekitar 7 sampai 8 lagu.

 

dJatinangor        : Oh sebentar lagi bakal ngeluarin album?

Gogon                  : Sebentar lagi, insyaallah dua bulan lagi.

Ijal                          : Bulan depan kita insyaallah ngeluarin single kaset, lalu setelah itu ngeluarin full album.

 

The Panturas di hajatan Thursday Noise. (Foto: @thepanturas/instagram)

 

dJatinangor        : Untuk brandingnya sendiri, apa sih yang The Panturas lakukan sampai seterkenal ini?

Ijal                          : Sebetulnya kita belum seterkenal itu sih. Sebetulnya kita nggak ada branding-branding kayak gitu, Cuma, Alhamdulillah ada jalan. Jadi, ketika kita main di satu panggung, terus ada exposure dari penontonnya, terus ada penonton yang ngeliatin dan ngajak main kita, dan dari situ, dari panggung ke panggung itu, kemudian ada label yang lihat kita. Nah, dari situ lah mungkin timeline promosinya dibenerin, terus branding sosial media seakrang, atau kegiatannya lebih ditata lagi karena ada manajemen. Sebenernya kalau branding kita menyerahkan semuanya kepada manajemen. Kita mah menjalankan apa yang kita suka aja, bermain musik.

Kuya                      : Kita dikonsep aja sih kayak sosial media misalnya kita berhubungan dengan laut, kayak film-film yang berhubungan lah dengan The Panturas, misalnya Quentin Tarantino, yang kayak gitu-gitu. Maksudnya kita ngambil banyak referensi dari banyak medium lalu dimasukkin ke branding kita.

Gogon                  : Intinya gini, kita membawa sesuatu yang lama dengan gaya yang baru. Jadi musik surf rock itu ada dari tahun 50an di Amerika, dan di Indonesia sendiri juga sudah ada, kala itu surf rock adalah pop sebenarnya secara tidak langsung, menurut saya. Surf rock adalah pop di kala itu, surf rock adalah music yang lama tapi kita bawakan dengan cara yang baru dengan gaya-gaya musik yang baru juga.

 

dJatinangor        : Ada pengalaman manggung yang paling rame nggak?

Kuya                      : Kalau yang paling berkesan buat saya yang ke Malang sih, karena kita nekat. Bener-bener nekat. Kita diundang acara kecil sebenernya, cuma karena kita ingin main dan ingin menambah channel, jadi yaudah hajar aja. Terus ada tragedi tabrakan, tapi dia (Gogon) nggak ikut nih, belum bergabung.

Ijal                          : Bahkan kita lebih seneng panggung-panggung yang si penontonnya tuh nggak ada sekat dengan kita daripada panggung yang gede ada barikadenya terus tiket mahal, jadi lebih enak manggung yang deket dengan penonton, jadi pesan yang ingin kita sampaikan ke penontonnya dapet, terus kita senemg-senengnya juga dapet.

 

dJatinangor        : Rencana deket-deket ini?

Ijal                          : Rencana deket-deket ini ya itu tadi paling, rilis yang kaset aja dulu, dua bulan lagi rilis yang full albumnya itu.

Kuya                      : Sama mungkin dibarengin agenda-agenda promosi, terus mungkin video klip dan lain-lain.

Gogon                  : Sekarang masih proses rekaman sih, masih di mixing.

 

dJatinangor        : Sekarang kan baru mau keluar album ya, kalau mau menikmati lagunya The Panturas bisa lewat apa aja?

Ijal + Kuya           : Kalau lagunya bisa didengerin mungkin di Soundcloud The Panturas, di Spotify juga ada. Terus kalau mau lihat live-nya dan lagu-lagu yang lebih beragam bisa di Youtube channel kita. Juga ada kayak vlog atau diary kita.

Gogon                  : Tinggal di-search “The Panturas” di Youtube muncul semua.

(Elza Triani)

Editor: Reza Pahlevi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *