Eggnoid: Film Sains Fiksi yang Mirip Sinetron

Malam itu suasana gelap dan sepi, tidak sepenuhnya sunyi, sebab ada suara sesenggukkan gadis remaja di ujung kasurnya. Tak lama berselang, secercah cahaya muncul, api di atas lilin berangka 17 menyala. Wajah sang gadis mulai terlihat, dengan mata yang masih sembab dan rambut yang berantakan ia meniupkan lilin itu.

Hari itu memang hari ulang tahunnya yang ke 17. Si gadis merayakannya sendiri, tanpa kado dan orang terkasih. Satu lagi, tanpa penyampaian harapan, tepat setelah lilin menyala, ia langsung meniupnya. Itu bukan tanpa alasan, sebab ada trauma mendalam yang dialaminya dengan pengucapan harapan di hadapan lilin ulang tahun.

Namun, belum sempat habis asap dari lilin, suara keras terdengar. Seperti benda besar yang jatuh dari tempat yang amat tinggi. Sang gadis terkejut dan mencari asal suara. Hingga ia menemui sebuah benda asing bak telur raksasa. Bertuliskan angka digital yang tak lama berselang terbuka. Di dalamnya bukan ayam, dinosaurus atau unggas, melainkan manusia yang saat melihat sang gadis langsung mengucapkan kata “Mama”.

Diperuntukkan bagi Remaja

Tiga paragraf yang baru saja dibahas di atas merupakan potongan adegan dari film yang tayang 5 Desember 2019 berjudul Eggnoid. Film yang disutradarai Naya Anindita dan diproduksi oleh rumah produksi Visinema ini adalah adaptasi dari serial komik Webtoon berjudul sama yang kabarnya sudah dibaca lebih dari 4 juta kali.

Pemeran utama film ini antara lain Morgan Oey (Eggy sang Eggnoid) dan Sheila Dara (Ran). Film ini diperuntukkan bagi remaja yang membawa banyak kisah persahabatan dan percintaan khas anak remaja. Konfliknya pun sederhana, seperti apa yang banyak dialami remaja saat ini.

Saya baru menulis ini sehari setelah penayangan pertama Eggnoid secara serentak di seluruh bioskop. Meskipun sebetulnya, saya telah hadir dalam Gala Premiere dan bertemu langsung dengan para pemain dan kru di balik film ini. Produser Eggnoid Nurita Anandia, nilai utama yang ingin disampiakan adalah keyakinan bagi remaja bahwa hidup itu berharga, dan akan selalu ada orang yang meyakinkan bahwa hidup itu berharga.

Kayak kadang kita merasa sendirian, kadang kita merasa gak ngerti kita itu ngapain ya di dunia ini, kemudian kita ketemu sama orang-orang yang ngingetin kita lagi, nguatin kita lagi bahkan mungkin kemudian kita sadar bahwa kehadiran kita bisa bermakna buat orang lain juga,” jelas Nurita.

Secara nilai memang sesuatu yang baik, akan tetapi penggambarannya dalam film tidak realistis. Ran yang tengah kesepian dan putus asa dengan hidupnya tiba-tiba kedatangan Eggy. Eggy datang untuk menolongnya, tetapi dari masa depan yang sangat sulit dibayangkan bisa terjadi di dunia nyata.

Saya sebagai penonton khawatir jika nantinya banyak anak muda yang mengharapkan sosok penolong seperti itu, yang datang dari masa depan, yang lugu dan menggemaskan seperti Morgan Oey. Padahal terkadang untuk mengatasi masalah dalam kehidupan, kita punya porsi paling besar, diri kita pun punya potensi menyelesaikan masalah sebelum berharap banyak dari orang lain.

Meskipun begitu, rasanya sah-sah saja film ini menyajikan cerita itu, mengingat genrenya adalah sains fiksi yang diangkat dari komik fiksi pula.

Jika saya ditanya, apakah peruntukan usia dengan isi cerita cocok? Maka saya akan menjawab secara keseluruhan cocok. Maksudnya, banyak adegan, karakter, gaya bicara dan gaya berinteraksi yang sesuai dengan gaya remaja saat ini.

Ran digambarkan berusia 19 tahun, dirinya mudah marah, kecewa, dan bingung dengan keputusan yang diambilnya. Hal tersebut cukup berhasil diperlihatkan oleh Sheila Dara. Sedangkan Eggy, Eggnoid yang baru menetas dan baru mengenal cinta, digambarkan dengan baik pula melalui karakter dan gaya lugu dari Morgan Oey.

Eggy yang “deg-deg-an” saat berada dekat Ran, berusaha untuk mengajaknya kencan, atau bingung bagaimana mengungkapkan perasaan, menurut saya cukup relevan dengan kondisi remaja baru jatuh cinta. Aktingnya cukup natural, dan waktu di studio banyak penonton yang menertawakan aksi Eggy yang salah tingkah karena jatuh cinta.

Kalau menurut penonton yang ada di samping saya saat menonton, katanya akting Morgan dan Sheila menggemaskan. Akan tetapi saya tidak bisa meyakinkan dan bilang itu ke orang lain yang bertanya tentang tanggapan saya terkait kedua aktor dan aktris itu.

Mirip Sinetron

Bagi saya secara subjektif, jalan cerita Eggnoid mirip dengan sinetron, di mana ada seorang yang susah, kedatangan orang baru dalam hidupnya, lalu bahagia. Di tengah semua proses itu ada kondisi mendesak yang membuat si anak kesusahan harus berpisah dengan penolongnya. Di sisi lain sang penolong juga mengalami masalah, karena tujuan dirinya hadir untuk menolong ternodai karena jatuh cinta. Lalu terjadi perdebatan, sisi egois dari masing-masing hingga akhirnya berdamai.

Jika saya diminta menceritakan, maka saya akan mengatakannya begitu, mungkin karena saya juga tidak membaca serial komik Webtoon Eggnoid, sehingga belum memiliki kedekatan dengan jalan cerita ini. Tapi mungkin bagi yang lain, film ini akan memukau dan cukup dapat memenuhi ekspektasi dari pembaca. Kalau ekspektasi penulis komiknya sih katanya terpenuhi. Archie mengungkapkan hal tersebut di Gala Premiere.

Jalan ceritanya tidak begitu dapat mengaduk emosi. Adegan-adegan yang ditampilkan pun terkesan datar. Bagi saya yang saat menonton tertawa, tawa saya hanya tawa biasa, saat adegan kesal pun saya tidak terbawa geregetan, entah karena saya yang tidak fokus atau memang emosi yang hadir kurang kuat.

Namun hal yang menarik dalam film ini adalah teknologi masa depan yang digunakan. Saya lupa persisnya, seingat saya masa depan yang dimaksud adalah masa di tahun 2090-an. Teknologi seperti gawainya sudah transparan layaknya hologram, ada indikator dan pendeteksi yang ditanam di tubuh sang Eggnoid atau semacam kamera yang bisa membawa ke berbagai masa.

Secara penggambaran dan efek menurut saya tidak begitu buruk. Tidak berlebihan juga dan masih dapat diterima oleh nalar. Dikarenakan bagi saya gawai berbentuk hologram memang mungkin akan segera ada. Pendeteksi keberadaan orang semacam GPS yang ditanam di badan manusia juga mungkin aka nada sebentar lagi. Jadi efek-efek teknologi dan robot yang ditampilkan film ini cukup baik.

Saya tidak bermaksud menyarankan atau melarang untuk menonton film ini, sebab itu adalah hak pregoratif masing-masing individu. Hanya saja ada hal yang ingin saya sampaikan, pertama kalau kamu pembaca Webtoon Eggnoid dan penasaran, sebaiknya menonton agar rasa penasaran itu hilang. Kedua, jika kamu penggemar film romansa remaja yang menggemaskan, film ini cocok. Ketiga, kalau kamu adalah penggemar film bergenre sains fiksi, ini mungkin bisa jadi tontonan, hanya saja jangan membandingkannya dengan film-film luar negeri seperti Avatar, Jurrasic World, apalagi Star Wars, karena memang nilai yang ingin disampaikan dan ide ceritanya sangat jauh berbeda.

 

Tamimah Ashilah

Editor: Erlangga Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *